"Sebentar lagi kita akan sampai, Nak. Kamu akan aman, Tante janji." Ayana berusaha melindungi bayi Dania dari guyuran hujan yang begitu lebat malam ini.
Ia dan Dania sudah bersepakat, untuk menjaga si bayi. Sekarang, Ayana harus memegang janjinya.
"Kita sudah sampai, kita sudah sampai....," gumam Ayana kala ia yang menggendong bayi Dania berjalan menuju teras rumah megah itu.
Napas Ayana terengah. Ia mendekap bayi Dania, berusaha memberi kehangatan. Tangan Dania terangkat mengetuk pintu rumah megah itu.
"Assalamu alaikum!"
Sesekali Ayana memperbaiki posisi tubuh bayi Dania yang berada di gendongannya. Setelahnya ia kembali mengetuk pintu. "Assalamu alaikum!"
Tubuh Ayana sudah begitu kedinginan, ia menggigil.
Cklek!
"Wa'alaikumussalam!"
Pintu rumah itu terbuka.
"Ya Allah, Ayana!"
Ila--wanita itu memekik cukup keras mendapati Ayana yang sudah basah kuyup. Pandangan Ila akhirnya jatuh pada sosok bayi yang kini berada di gendongan Ayana.
"Ayo masuk!" Dengan cepat Ila mengarahkan Ayana masuk ke dalam rumahnya. Secepat mungkin Ila berlari mengambilkan handuk untuk Ayana.
"Astaghfirullah, kamu kesini kok nggak bilang-bilang, sih? Kalau kamu mau kesini, terus hujan begini kan kamu bisa minta jemput, Ayana." Ila membantu Ayana mengeringkan rambutnya.
Ayana menggigit bibir. Ia harus mulai darimana untuk menyampaikan niatnya mendatangi Ila?
"I...Ila...aku mau minta tolong..."
Ila yang masih sibuk membantu Ayana mengeringkan rambutnya mengerutkan kening. "Bilang aja, Yana. Aku akan selalu berusaha supaya bisa bantu kamu.""Aku mau menitipkan keponakanku ini sama kamu."
Gerakan mengeringkan rambut itu terhenti, kala Ila menatap dengan penuh keterkejutan ke arah Ayana. "Keponakanmu?"
Ayana mengangguk pelan. "Iya, keponakanku. Anaknya Dania."
Keterkejutan Ila berubah dengan wajah senang ketika mengetahui hal itu. Dengan cepat ia meminta pada Ayana agar ia bisa menggendong bayi itu.
"Ihhhh, lucu banget sih!!!!!", kata Ila merasa begitu gemas dengan bayi Dania digendongannya. Ekspresi Ila berubah. "Tapi Dania jahat, ih! Dia lahiran nggak ngasih kabar. Mas Musa aja nggak dapat dari Yordan. Nanti aku bakal marahin Dania, sekarang aku mau puas-puasin liat keponakan baru ini," seru Ila.
"Aku titip dia, yah. Nanti aku jelaskan alasan aku menitipkan dia sama kamu. Aku harus pulang." Ayana buru-buru bangkit. Pikirannya saat ini, ia harus kembali ke rumah.
"Loh, loh," kata Ila ikut berdiri, sembari menggendong bayi Dania. "Sekarang lagi hujan, Yana. Kamu kok nggak tinggal dulu? Hujannya reda kamu boleh pulang. Aku nggak biarin kamu pulang. Harus disini!", paksa Ila dengan wajah memberengut.
"Aku harus pulang," balas Ayana. Tanpa mempedulikan teriakan Ila, Ayana berlari keluar dari rumah Ila. Ia akan terobos hujan.
Yang jelas, ia harus sampai ke rumah. Jangan sampai Gustav curiga jika anak Dania tidak dititipkan ke panti asuhan.
Tubuh Ayana makin kedinginan, ia mulai menggigil. Ayana berlari sembari mendekap tubuhnya yang sudah diguyur air hujan. Pandangan Ayana sedikit tak kelas karena guyuran hujan yang makin lama semakin deras.
Ayana berhenti di pinggir jalan. Kepalanya melirik arah kanan dan kiri. Ia ingin menyeberangi jalan. Ia ingin bisa mengambil jalan rahasia agar segera tiba di rumah.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomanceTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...