TwoLove | 40

1.1K 93 47
                                    

Ayana dan Raden kembali berpapasan pagi ini.

Mengingat kejadian kemarin, keduanya kompak memalingkan wajah.

Ayana masih mengingat saat ia meluapkan amarahnya pada Raden kemarin. Ia berucap dengan nada tajam dan juga sarkas untuk membalas perkataan Raden. Ayana hanya berusaha untuk terlihat kuat, untuk itulah dia mengucapkan kalimat yang mungkin saja telah menyakiti Raden. Untuk pertama kalinya di dalam hidup, Ayana berkata sedemikian kerasnya pada seseorang, itupun pada suaminya sendiri.

Raden pun demikian. Perdebatan panjang dengan Ayana kemarin membuatnya lepas kendali, mengatakan ucapan penuh intimidasi dan terkesan menganggap pernikahannya dengan Ayana adalah hal yang sepele.

Sikap yang mereka berdua tunjukkan memang sudah sangat berbeda sejak kejadian kemarin.

Raden berlalu lebih dulu, menghampiri Erin yang sudah lebih duduk di meja makan dengan wajah canggung. Ayana baru menyusul setelah melihat Raden duduk bersebelahan dengan Erin.

"Ayana, ayo Nak sarapan!", kata Hakim.

Ayana menggeleng pelan. "Ayana makan nanti saja, Ayah. Biar Ayana bantu sajikan sarapannya."

Dengan cekatan Ayana meletakkan nasi di piring milik Hakim dan Miranti. Ketika hendak meletakkan nasi di piring Raden, gerakan Ayana terhenti.

"Mbak Ayana, biar aku saja," kata Erin tersenyum tipis. Ayana membalas senyum Erin dan mengangguk sembari memberikan wadah berisi nasi itu. Jadilah Erin yang meletakkan nasi di piring miliknya dan Raden. Tak lupa dengan lauk pauknya.

Ayana membantu mengisi gelas kosong anggota keluarga lain, kecuali milik Raden dan Erin yang memilih untuk mengisi gelas milik mereka.

Setelah merasa tugasnya telah selesai, Ayana melangkah pergi dari meja makan. Setidaknya, ia bisa membiarkan Hakim menjalin interaksi dengan Erin. Karena suatu saat nanti, Ayana sudah pasti akan dipulangkan ke rumah keluarganya.

Untuk saat sekarang, Ayana membiarkan segalanya mengalir begitu saja. Pada saat ia harus pergi, ia tak akan merasa sakit hati karena ia sudah menjalani semua ini.

Ayana tak sepenuhnya pergi. Ia masuk ke dalam dapur dan memandangi hal yang terjadi di meja makan dalam diam. Ia bisa melihat betapa Raden sangat mengagumi Erin. Sesekali Raden melempar senyum pada Erin, yang dibalas Erin dengan senyum yang sama hangatnya.

Miranti sendiri tak bisa menyembunyikan kebahagiaan karena hadirnya Erin ditengah keluarga, walau hal itu justru berbanding terbalik dengan raut wajah Hakim. Sejak kedatangan Erin, Hakim tak berbicara banyak. Hanya ada ekspresi dingin. Seolah, mulut Hakim serasa terkunci sebab tak bisa mengatakan apapun pada Erin.

Semuanya pasti butuh waktu, termasuk dengan waktu dimana Hakim akan menerima Erin menjadi menantu. Ayana akan menantikan hari itu, dan ia juga berharap, suatu saat anggota keluarga ini saling menerima dan tak ada lagi masalah berarti yang akan menghancurkan kerukunan mereka.

Perhatikan Ayana tertuju kembali ke meja makan, saat suara derit kursi terdengar. Hakim sudah bangkit dari duduknya.

"Saya sudah selesai sarapan, saya ingin ke kantor."

Tanpa peduli dengan bagaimana raut wajah Raden, Erin, dan Miranti, Hakim melenggang pergi begitu saja.

Ayana sendiri tidak tahu, entah sampai kapan hubungan antara Hakim dan Erin akan terus dingin seperti itu.

"Maafkan ayah mertuamu, Nak. Dia hanya perlu waktu menerima kamu." Terdengar Miranti berusaha memberi pengertian pada Erin.

Begitu pula dengan Raden yang mengusap kepala Erin dengan lembut. "Aku akan berusaha membuat Ayah menerima kamu."

TwoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang