TwoLove | 6

857 40 4
                                    

"Raden...."

Suara lirih Erin berhasil membuat langkah Raden terhenti. Matanya yang sudah berkaca-kaca menatap Erin.

"Kamu kenapa mempertahankan aku, dan menentang ayahmu?"

Raden menghadapkan tubuhnya sepenuhnya pada Erin. Ia membingkai kedua pipi Erin dengan kedua tangannya. "Sebelas tahun hubungan kita bukan waktu yang sebentar. Tidak semudah itu untuk memutuskan hubungan dengan kamu, Rin. Bahkan kalau takdir sendiri yang membuat kita berdua akhirnya berpisah, aku akan cari cara, supaya aku tetap bisa memiliki kamu."

Kepala Erin menggeleng cemas. "Aku punya perasaan yang sama besar denganmu, Raden. Tapi, kamu tau sendiri, orang tua kita rival dalam berbisnis. Ada banyak cara yang akan mereka tempuh agar kita tidak bisa bersatu."

Tatapan Raden berubah tajam. "Cukup mereka yang menjadi musuh, Rin. Kita berdua tidak perlu terlibat. Diantara kita hanya ada cinta, tidak ada yang namanya permusuhan," tekan Raden membuat perasaan Erin menghangat seketika.

"Terima kasih, Raden. Kamu mencintai aku sebesar ini."

Raden tersenyum. Ia menggenggam tangan Erin dan menuntun gadis itu untuk mengikuti langkahnya.

Dengan modal nekat, Raden memberanikan diri mengantar Erin hingga tiba di depan rumahnya. Tak peduli jika ia akan menerima amarah dari ayah kekasihnya, yang jelas Raden bisa memastikan jika Erin sampai di rumahnya dengan selamat.

"Kamu masuk ke rumah yah, istirahat. Tenangkan pikiranmu."

Erin tersenyum. "Iya. Kamu hati-hati pulangnya."

"Iya. Selamat malam," kata Raden dengan tersenyum lebar.

"Iya, selamat malam," balas Erin.

Perlahan Raden melangkah mundur tanpa melepaskan pandangannya dari sosok Erin yang juga menunggunya pulang.

Tubuh Raden baru saja berbalik, tapi teriakan itu kembali membuatnya menatap ke arah rumah Erin.

"BERANI-BERANINYA KAMU MENGINJAKKAN KAKIMU DI RUMAH INI!"

Ada Deni--ayah Erin yang berdiri dengan pengawal dengan jumlah tidak sedikit disana. Erin sudah kepalang panik. Ia lalu berdiri dihadapan sang ayah, meminta tolong agar ayahnya tidak melakukan sesuatu pada Raden. "Ayah...," lirih Erin memohon belas kasih pada ayahnya.

Deni seolah tak melihat air mata putrinya. Tangannya bergerak naik, mengomando anak buahnya menyeret Erin masuk ke dalam rumah. "Bawa Erin masuk ke dalam rumah!", perintah Deni yang langsung dilaksanakan para pengawalnya.

"Ayah! Jangan sakiti Raden!!!!!!"

Deni seolah tuli dengan teriakan Erin. Kini ia berjalan ke arah Raden. Bersama dua pengawalnya yang lain, mereka sudah berdiri dengan pandangan mengintimidasi Raden.

"Raden Raditya, putra tunggal Hakim...Berani juga kamu datang kemari. Apa kamu memang sudah niat mencari mati?", tanya Deni dengan sorot mata sangat tajam. Ia tak terima anak rival bisnisnya menginjakkan kaki di rumahnya.

Raden menghela napas. "Om sudah tau jika saya mencintai Erin. Saya harap om mau menerima hubungan kami."

Rasa takut Raden kalah dengan rasa cintanya pada Erin. Ia ingin gadis itu terus bersamanya. Egois memang. Tapi jika meminta Erin langsung pada ayahnya, segala bentuk intimidasi apapun yang akan Deni layangkan tak akan pernah berhasil pada Raden.

Deni maju dan menarik kerah baju Raden. "Beraninya kamu berbicara seperti itu, apalagi menyeret putri saya! Sampai matipun saya tidak akan sudi memberikan restu pada kalian."

Senyum bengis Deni muncul. Ia memandang kedua pengawalnya, memberi kode agar menyelesaikan tugas mereka, untuk memberi pelajaran pada Raden.

"Selesaikan dia," kata Demi singkat sebelum masuk ke dalam rumah.

TwoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang