TwoLove | 62

1K 99 16
                                    

Raden langsung menghempaskan tangan Erin dengan kasar, hingga perempuan itu sampai jatuh tersungkur tepat dihadapan kedua orang tuanya. Lina dan Deni yang sejak tadi dirundung cemas seketika terkejut, sebab melihat Erin tersungkur dan sudah banjir air mata.

"Ada apa ini?! Apa yang kamu lakukan pada anakku?!", teriak Lina frustasi. Ia yang sejak sore mengkhawatirkan Erin sangat emosi, sebab ia melihat Raden berlaku kasar pada Erin.

Napas Raden terengah saat ini. "Sebelumnya, Raden minta maaf pada Ayah dan Ibu, sebab kalian tidak pernah memikirkan jika Raden akan memperlakukan Erin dengan cara yang seperti ini. Tapi, Erin sudah sangat keterlaluan."

Deni nampak bingung sekarang. "Memangnya apa yang dilakukan Erin, sampai kamu benar-benar marah? Apa dia melakukan kesalahan?"

Raden melirik Erin tajam, yang kini telah berdiri tepat disamping Miranti. "Kamu yang beritahu, atau aku yang beritahu?"

Erin menggeleng, ia sungguh tidak ingin jika segalanya diketahui oleh kedua orang tuanya, Apalagi Deni. Ia tak bisa membayangkan bagaimana murkanya ayahnya itu jika mengetahui kebiasaan buruk Erin selama ini.

"Kenapa diam? Apakah harus aku yang memberitahu?", tanya Raden. Melihat Erin diam saja, senyum sinis Raden terbit. "Baiklah, kalau kamu tidak bisa berkata jujur pada Ayah dan Ibu, biar aku saja."

Raden memusatkan tatapannya pada Erin. Bukan tatapan seorang pria yang begitu menyayangi wanitanya, tapi perasaan kesal seorang pria yang dikhianati perempuan yang kini beralih menjadi sosok yang paling dibenci.

"Erin ke tempat hiburan malam, dan tanpa ragu bermesraan dengan pria lain disana, sementara dia lupa jika dia masih memiliki seorang suami. Tanpa canggung duduk diatas pangkuan pria lain, bahkan menciumnya tanpa rasa malu."

Erin reflek memejamkan kedua matanya. Ada perasaan sedih, malu, kecewa, dan perasaan sesal yang kini ia rasakan, menghantam dadanya berkali-kali.

Lina menggeleng tidak percaya. "Tidak mungkin Erin seperti itu. Kamu pasti sengaja 'kan mencari kesalahan, agar Erin terlihat buruk dan kamu akan segera meminta pisah?!", tuding Lina dengan wajah tidak terima.

Raden mendecih. "Saya tidak perlu mencari kesalahan, karena kelakuan Erin sendiri sudah banyak yang melenceng. Selama ini dia menutupi sisi lainnya dari banyak orang. Kalau memang semua ini tidak benar, kenapa sejak tadi Erin hanya diam? Tidak berusaha membela diri kalau memang ini cuma dibuat-buat?" Raden tersenyum sinis. "Atau jangan-jangan, tante sudah tahu kelakuan Erin yang satu ini?"

"Raden, cukup!", pinta Deni. Kini Deni memusatkan perhatiannya pada Erin. Dalam hatinya, ia berharap jika Erin menyangkal semua yang Raden katakan.

"Nak," panggil Deni lembut, berusaha mengumpulkan segenap kepercayaannya untuk bisa mendengar pengakuan Erin, dengan harapan semua omongan Raden terpatahkan karena pembelaan sang putri. "Yang Raden katakan tidak benar, kan? Kamu tidak seperti itu, kan?"

Isakan Erin semakin keras. Ia bahkan sudah bersimpuh dan memeluk kaki Deni. "Maafkan Erin, ayah."

Deni terdiam, ia tak mendengar kalimat pembelaan apapun dari Erin, justru hanya ada kalimat maaf yang terucap. Deni memejamkan mata, berusaha menolak gejolak emosi dalam dirinya. Ini artinya ucapan Raden memang benar, Erin-lah yang melakukan kesalahan.

"Ayah tidak menyangka jika kamu bisa bertindak seperti ini." Deni merasa dadanya sesak. "Selama ini, ternyata Ayah gagal memahami kamu. Ayah tidak bisa melihat sisi lainmu. Kamu anggap apa Ayah ini? Apa selama ini kamu hanya menganggap ayah sebagai orang tua karena formalitas saja, karena Ayah adalah ayahmu, yang membuatmu ada di dunia ini? Atau justru ayah adalah mesin uang untukmu, demi membiayai kehidupanmu saja?"

TwoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang