"Lepaskan saya!", ujar Ayana tegas.
"Tidak!", jawab Raden dan Budi dengan kompak. Raden dan Budi kini saling melempar tajam.
"Anda ini memang sangat tidak tahu diri! Anda berani-beraninya memegang tangan istri saya!", murka Raden dengan wajah marah.
Budi tersenyum miring. "Istri apa, huh?! Istri yang anda sia-siakan? Kenapa? Anda merasa cemburu?"
"Lepaskan!" Raden menyentak kasar tangan Budi, membuat pegangannya pada lengan Ayana terlepas. Membuat Raden langsung menarik perlahan tangan Ayana, dan kini Ayana sudah berada tepat dibelakang Raden, seolah melindunginya dari Budi.
"Kenapa kalau saya dekat dengannya? Sebentar lagi kamu akan menceraikannya!" Budi menatap Raden tajam.
"Jaga batasan Anda! Dia istri saya, dan saya tidak akan membiarkan anda dekat dengannya."
"Kamu ini adalah lelaki yang sangat serakah dan juga jahat! Bisa-bisanya kamu mengatakan hal seperti itu di depan istri yang sangat kamu cintai. Lihat, dia sangat marah mendengar pengakuanmu," tunjuk Budi pada Erin yang berada tak jauh dari mereka. Sejak awal dia memang menyaksikan segalanya.
Raden terdiam dengan napas memburu.
"Kenapa diam? Kamu baru memikirkannya sekarang?!"
Usai mengatakan itu, Budi memilih untuk berlalu.
****
Waktu terasa sangat cepat berjalan. Satu bulan sejak kejadian di hotel waktu itu, semuanya telah berjalan baik-baik saja sekarang. Ayana yang sibuk menghitung pengeluaran bulanan, dan Raden yang terus memberi perhatian pada Erin yang kini berbadan dua. Setidaknya, kehidupan Ayana berjalan lebih baik sekarang.
Soal Miranti, Ibu mertuanya itu sudah bersikap lebih baik padanya, tidak lagi berkata ketus, dan sesekali mengajak Ayana bicara berdua.
Ayana pun memikirkan soal peneror itu. Sejak mengirimnya foto Raden waktu itu, tak ada lagi teror yang datang. Ayana jadi berpikir, teror itu mungkin hanya gertakan saja?
Semua urusan rumah tangga, benar-benar dilimpahkan pada Ayana. Ia harus mengelola pengeluaran, dan juga urusan rumah yang lain. Ia yang memastikan, apakah pekerjaan asisten rumah tangga sudah sesuai atau belum.
Hari ini Ayana berencana untuk membersihkan ruang kerja Raden dan Hakim.
Kakinya melangkah masuk ke dalam ruang kerja Raden. Sebenarnya tak begitu berantakan, hanya saja ada beberapa buku yang tidak berada di rak. Jadilah Ayana perlahan mengambil beberapa buku yang terletak di atas meja, dan mulai menyusunnya ke dalam rak. Kebanyakan buku yang dikoleksi Raden di ruang kerjanya berupa buku bisnis dan juga buku ilmu pengetahuan.
Sedang sibuk menyusun buku, sebuah benda berwarna biru toska itu perlahan menarik perhatian Ayana. Ia mendekat dan tangannya meraih benda itu.
"Oalah...bingkai foto rupanya." Ayana mengambil sebuah kain dan mulai membersihkan bingkai foto yang sangat berdebu itu.
"Eh?" Gerakan tangan Ayana terhenti kala ia melihat sosok yang ada di bingkai foto itu.
"Dia....," gumamnya yang tak lagi bisa melanjutkan perkataannya.
Foto seorang anak lelaki kecil, dengan poni yang menutupi keningnya, dengan memakai seragam putih-merah, nampak tersenyum dengan sangat lebar.
Anak kecil berponi yang menemani masa kecilnya, yang memberikannya jepit rambut, yang menghabiskan bekal makanannya, yang selalu mengajaknya melihat pelangi setelah pulang dari sekolah, dan selalu menyebutnya sebagai 'kakak cantik'. Ayana bahkan memberinya julukan 'kuda poni'.

KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomanceTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...