TwoLove | 67

870 79 13
                                    

Raden senang sebab hari ini ia tak perlu datang ke kantor ataupun pabrik. Ia berencana akan memberikan hadiah kecil untuk Ayana. Ia juga berencana untuk meminta maaf secara langsung pada semua anggota keluarga Ayana. Tak lupa, ia ingin meminta izin agar bisa mempertahankan Ayana dan pernikahan mereka.

Kring! Kring!

Raden yang baru saja melangkah terhenti kala dering telepon rumahnya terdengar. Terakhir kali ia mendapat telepon, si peneror itu yang menelpon, melayangkan ancaman dan berusaha mengintimidasinya.

Raden melangkah dan meraih gagang telepon itu, hingga suara familiar itu terdengar oleh Raden.

"LEPASKAN SAYA!!!! AWH, SAKIT!!!!!"

"E-Erin?", gumam Raden dengan kedua mata membulat. "Dimana kamu?! Saya akan menemui kamu sekarang!"

Dari seberang sana, terdengar suara tawa pelan. "Ah, bagus. Karena saya sudah ingin menghabisi kalian sekarang juga."

Raden mendesak si penelpon yang rupanya adalah orang yang sempat menelponnya dulu, ia lalu diberitahu alamat dimana Erin disekap.

"Saya akan kesana!", kata Raden lalu menutup teleponnya. Ia bergegas keluar.

Raden pun segera memasuki mobilnya, dan melakukan kendaraannya.

Tak lama, Razi yang baru saja tiba di rumah Raden, melihat kepergian Raden mengerutkan kening, hingga ia memutuskan mengikuti kemana atasannya itu pergi.

****

Dania membawa Davida untuk keluar rumah, sekadar mengajak anaknya itu untuk menikmati udara luar rumah. Lagipula, hari ini kantornya diliburkan, sebab ada hal penting yang harus segera diselesaikan pihak perusahaan yang memang bekerja sama dengan beberapa perusahaan asing.

"Nih, minum dulu," kata Ayana menyodorkan segelas air putih pada Dania, yang diterima perempuan itu dengan penuh sukacita.

"Makasih," kata Dania.

Ayana mengangguk pelan. Kini ia menatap Davida yang tersenyum lebar. Ayana tak sangka, waktu berjalan dengan sangat cepat. Davida yang dulu begitu mungil digendongannya, sudah mulai bertumbuh. Sebentar lagi akan mulai bisa berbicara, berjalan, berlari. Membayangkan semua itu, rasanya Ayana tak sabar menantikannya.

"Perasaanku tidak enak, Yana."

Ayana menoleh, mengerutkan kening. "Kamu tidak enak badan?"

Kepala Dania langsung menggeleng. "Aku tiba-tiba kepikiran Mas Yordan. Aku takut, Ayana."

Tak bisa dipungkiri, Ayana pun sama takutnya dengan Dania. Membayangkan Yordan melakukan rencananya, keinginan Ayana untuk melaporkan Yordan pada polisi semakin besar. Tapi apalah daya, ia tak mengantongi bukti barang sedikitpun.

"Jangan takut, Dania. Sekarang kita harus menenangkan diri."

"Bagaimana aku bisa tenang, Ayana? Ayah dari putriku ingin melakukan kejahatan pada orang lain. Aku tidak bisa bayangkan, apa yang orang lain akan pikirkan nanti."

Ayana dibuat bungkam oleh perkataan Dania. Ia mengerti ketakutan dan perasaan kalut yang Dania rasakan saat ini. Terlebih lagi ada Davida yang masih terlalu kecil untuk berada diantara masalah sebesar ini.

Mata Ayana kemudian memicing, saat sebuah mobil mewah berwarna putih itu terhenti tepat di depan rumahnya. Ia sama sekali tidak pernah melihat atau pun mengetahui siapa pemilik mobil itu.

Yang membuat Ayana semakin tercengang, kala si pemilik mobil itu keluar dengan buru-buru dari dalam mobil, menghampirinya dengan langkah tergopoh-gopoh. Wajahnya nampak panik.

TwoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang