TwoLove | 44

846 64 20
                                    

Ayana lega, karena ia bisa pulang ke rumah. Setelah mengantar Dania ke rumah keluarganya, dengan Davida yang dibawa serta, barulah Ayana bisa merasa tenang.

Saat di rumah, Lazuardi dan anggota keluarga lainnya langsung menanyakan kondisi Dania. Lazuardi yang saat itu langsung diberitahu tentang Gustav yang mengusir Dania, sangat murka.

Ia bahkan menelpon Gustav, tapi Gustav tak ingin lagi membahas tentang Dania. Ia bahkan memutus telepon secara sepihak.

Untung saja, Dania dan Davida sudah ada di rumah. Pastinya mereka akan bahagia dan aman disana.

Sebenarnya, Ayana sudah mulai merasa sepi jika tak ada Davida. Selama ini, dia yang membuatkan susu, mengganti popok, dan juga memandikan tubuh mungil Davida dengan penuh kasih sayang, layaknya seorang ibu yang telah melahirkan anaknya.

Menghela napas, Ayana melangkahkan kaki ke dalam rumah.

Sosok pertama yang dilihatnya adalah Hakim. Mertuanya itu tengah duduk sembari menyesap kopi hitam.

"Ayana," katanya saat melihat Ayana mendekat. "Habis darimana? Tadi ayah cari kamu, tapi kata Bibi kamu keluar."

Ayana meringis pelan. "Maafkan Ayana, Ayah. Tadi Ayana kembali ke rumah, mengantar Dania."

"Dania sepupu kamu itu, kan?"

Ayana mengangguk. "Eum...Dania juga membawa Davida, Ayah."

Hakim memandang Ayana sejenak, lalu tersenyum lembut. "Iya."

"Oh iya, bagaimana dengan rencana resepsi pernikahan Raden dan Erin?", tanya Ayana berusaha menampilkan ekspresi biasa. Walau sebenarnya, ia merasakan gemuruh tak biasa dalam dadanya.

Hakim mendengus. Kembali menyesap kopi hitamnya. "Ayah tidak tahu dan tidak mau tahu."

Ayana tersentak dengan jawaban yang diberikan oleh Hakim. Diam-diam Ayana menghela napas berat. "Ayah, bukan maksud Ayana untuk menggurui, tapi Erin adalah menantu ayah juga, sama seperti Ayana."

Hakim mengarahkan pandangannya pada Ayana kini. "Erin berhak mendapatkan kasih sayang dan perhatian dari ayah juga."

Hakim mengerti dengan maksud yang ingin diutarakan Ayana. Tapi baginya semua itu tak sesederhana yang terlihat. "Ayah mengerti niat baik kamu, Nak."

"Jika ayah mengerti, kenapa Ayah belum bisa menerima Erin? Apa karena dia anak rival bisnis Ayah, sekaligus juga orang yang telah membuat hancur hidup Mama Yulia?"

Kepala Hakim menggeleng cepat. "Ayah sudah tidak memikirkan itu, Nak. Ayah sudah tak mempermasalahkan tentang kedua orang tua Erin. Yang ayah permasalahkan adalah sikap Erin sendiri. Ayah masih...cukup trauma dan takut."

Ayana bungkam. Ia melihat raut khawatir diwajah Hakim. Tapi Ayana penasaran, apa yang pernah dilakukan Erin pada Raden, sampai Hakim belum bisa begitu percaya pada Erin?

"Apapun yang pernah terjadi, Ayana yakin sikap Erin sekarang sudah mulai berubah, pasti sudah lebih dewasa."

"Andai ucapan kamu itu memang benar adanya...," gumam Hakim. "Apa kamu merasa tidak cemburu dengan sikap Raden yang berat sebelah dalam memperlakukan kamu?"

Belum sempat Ayana menjawab, perhatiannya langsung teralih.

Tak lama, terdengar suara langkah yang menuruni anak tangga.

Ayana terdiam. Ada Raden dan Erin disana. Keduanya saling menggenggam tangan. Ayana baru tahu, jika apa yang dilakukan oleh Raden dan Erin tak hanya ada di film atau drama romansa saja. Ia bahkan bisa menyaksikannya secara langsung.

Erin tersenyum pada Hakim dan Ayana. "Mbak, aku mau minta maaf."

Kedua alis Ayana terangkat. "Minta maaf untuk apa?"

TwoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang