Ayana melirik kecil Raden yang diam sejak tadi.
Pria itu tak bicara apapun sejak Hakim bertanya padanya saat ia baru saja menginjakkan kaki di rumah.
Ternyata, selama hampir dua hari ini, Raden pergi menghadiri pertemuan bisnis, dan waktunya mendadak, begitulah yang Ayana ketahui. Soal Miranti, Raden mengajaknya karena ia merasa lebih nyaman saat membawa serta ibunya bersamanya.
Dari penjelasan Raden itu, Hakim sama sekali tidak percaya. Tapi Raden memilih diam saja.
Hingga imbasnya Ayana terbawa suasana canggung ini. Ingin bertanya hal kecil rasanya aneh.
"Raden, kamu mau dibuatkan teh atau kopi?", tanya Ayana.
"Tidak usah, Kak," jawab Raden dengan nada dingin. Mendapat tanggapan seperti itu Ayana sedikit terkejut.
Ayana membasahi bibir bawahnya. Ia memilih mendekati tempat tidur Davida, meraih tubuh keponakannya dan menggendongnya keluar dari kamar.
Sementara Raden duduk diam diatas tempat tidurnya. Ia masih memikirkan cara bagaimana membawa Erin ke rumahnya, dan memperkenalkannya sebagai istri ke semua anggota keluarga.
"Ya, aku memang harus membawa Erin. Dan aku harus mengambil keputusan untuk menceraikan kak..."
Tiba-tiba ucapan Raden terhenti begitu saja. Kedua matanya mengerjap.
Apa dia akan menjadi begitu kejam setelah ini? Setelah ia menikahi Erin, ia membuang Ayana.
"Tapi mana mungkin Kak Ayana bertahan dihubungan seperti ini? Pasti terasa menyakitkan buatnya."
Berulang kali Raden menghembuskan napas berat. Ia harus memberi keadilan untuk Erin. Ia tak bisa menyakiti Erin lebih lama lagi.
"Mungkin sudah waktunya membawa Erin ke rumah ini."
****
Ayana duduk di sofa ruang tamu sembari menggendong Davida. Beberapa hari ini Davida tidak begitu rewel, bahkan setelah Ayana buatkan susu formula, bayi kecil itu langsung memejamkan kedua matanya.
"Tante tidak tahu bagaimana keadaan Ibu dan keluarganya disana, Nak. Kamu pasti merindukan Ibumu, kan?", kata Ayana memandangi wajah tenang Davida yang terlelap pulas.
Suasana rumah yang hening membuat Ayana jadi melamun. Pikirannya terbagi.
"Ayah Hakim dan Mama Yulia harus bertemu." Ayana berujar pelan. "Ibu mertua dan semua anggota keluarga lain harus tahu ini. Kesalahpahaman ini sudah membuat Ayah mertua dan Mama Yulia tak saling mengabari."
Ayana menghela napas. "Tapi, soal sahabat ibu mertua itu, siapa dia?"
Ringisan kecil keluar dari mulut Ayana. Ia tak ingin melamun lagi. Pikirannya bahkan sudah jauh melampaui urusan yang seharusnya menjadi ranahnya. Soal sahabat Miranti itu juga bukan urusannya.
Kringgg!
Telepon rumah berbunyi.
Dengan cepat Ayana bangkit dan segera mengangkat telepon rumah yang berdering itu.
"Halo? Assalamualaikum."
"Wa'alaikumussalam. Ayana, ini aku, Dania."
Wajah Ayana merekah bahagia. Setelah sekian lama semenjak Dania tidak menghubunginya setelah ia menikah. "Bagaimana kabarmu, Dania?"
"Alhamdulillah aku baik-baik saja. Bagaimana kabarmu, om, tante, adik-adik, dan anakku Davida?"
Ayana tertawa pelan mendengar Dania. "Alhamdulillah kami semua baik-baik saja. Anakmu juga sehat, sekarang aku menggendongnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomanceTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...