TwoLove | 51

925 80 6
                                    

"Bagaimana, Razi? Kamu sudah menemui titik terang?", tanya Raden pada Razi melalui sambungan telepon.

"Maaf, Pak. Saya sama sekali belum menemukan petunjuk apapun. Tapi saya akan berusaha, Pak."

Raden memijat pelipisnya yang terasa nyeri. "Baik, saya tunggu sampai kamu menemukan titik terang."

"Sesuai permintaan Anda, Pak."

Pembicaraannya dengan Razi telah berakhir. Raden kembali meletakkan telepon.

Hari ini ia akan mengunjungi pabrik bersama Pak Munaf, dan juga Budi. Sesuai dengan kesepakatan mereka dalam kontrak kerja sama, mereka akan memulai inovasi baru untuk olahan coklat dan juga teh yang memang diproduksi di pabrik milik Raden.

Itulah sebabnya ia menelepon Razi, sebab ia tak akan ke kantor.

"Raden..."

Tubuh Raden menegak saat Erin ternyata memeluknya dari belakang. "Aku minta maaf, karena sikapku yang kekanak-kanakan. Aku akan berusaha menjadi istri yang baik, dan menantu yang baik. Janji aku nggak akan keluar rumah kalau aku marah kayak semalam. Yah?"

Raden tersenyum tipis. Ia mengusap pelan tangan Erin yang memeluk pinggangnya. Pelukan Erin mulai mengendur, dan Raden berbalik ke arahnya. "Buktikan!" Raden mengusap pelan kepala Erin, hingga perempuan itu tertawa kecil.

Ayana yang menyaksikan itu tersenyum dari jauh. Sebesar apapun masalah yang melanda dua orang yang saling mencintai, semakin mudah pula mereka kembali bersatu.

Cinta Raden dan Erin memang sekuat itu.

"Raden, Erin ayo sarapan!", teriak Miranti dari arah meja makan.

Raden dan Erin saling memandang, lalu saling bergandengan tangan menuju ruang makan. Raden melirik Ayana, dan ia senang bukan main saat Ayana memakai sandal pemberiannya.

"Wah, kamu beli sandal baru lagi, Yana? Bagus sekali," puji Hakim.

Ayana menunduk sedikit, dan kini menatap Hakim dengan senyum lebar. "Iya, Ayah. Ini Raden yang belikan."

Uhuk, Uhuk!

Raden tiba-tiba tersedak.

"Baguslah. Ternyata Raden tahu bagaimana memperlakukan kedua istrinya dengan adil." Hakim mengangguk-angguk.

Erin berusaha menahan kekesalannya. Dengan gerakan cepat ia mengambilkan sarapan untuk Raden, dan hal itu tidak luput dari pandangan Ayana. "Ini, aku siapkan sarapan. Kamu semangat kerjanya, yah!"

Raden melirik Ayana, tak ada kesedihan atau kekesalan. Istri pertamanya itu malah terlihat biasa saja. Raden bisa sedikit lebih lega.

"Ayah, Ibu, Erin, dan Kak Ayana, Raden ingin menyampaikan sesuatu." Raden menghembuskan napas. "Mulai sekarang, Raden akan berlaku adil. Kak Ayana dan Erin akan mendapatkan perlakuan yang sama, tanpa dibeda-bedakan. Mereka harus melakukan segala sesuatu dengan imbang. Raden akan membagi waktu, kapan Raden harus bersama Erin dan Kak Ayana, Raden akan membagi rata penghasilan tiap bulan agar Kak Ayana dan Erin bisa mengurus pengeluaran rumah tangga."

Dalam hati, Ayana sangat bahagia. Langkah awalnya berjalan baik. Tapi ia masih menunggu Raden yang akan melakukan tindakan adil itu.

Kedua tangan Erin mengepal. Ia tidak bisa menerima ini, tapi sayangnya ia tak mau membuat Raden kesal. Dengan setengah hati ia memasang senyum paksa. Ia tak mau kalah saing dengan Ayana.

"Raden akan memutuskan ini secepatnya. Ini resiko karena Raden punya dua istri," kata Raden melirik Ayana sekilas.

"Ayah bangga kalau kamu benar-benar mau memberikan keadilan untuk kedua istrimu."

TwoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang