Ayana melangkah canggung ke arah Hakim yang sudah duduk di taman belakang rumah. Ia bisa melihat jika Ayah mertuanya itu sedang memikirkan sesuatu yang sangat berat. Ditambah lagi, Raden dan Miranti yang sama sekali tidak ada kabar. Entah kemana keduanya pergi.
"Ayah," panggil Ayana, Hakim berbalik cepat. Ia memberi senyum pada Ayana.
"Duduk disebelah Ayah, Nak," kata Hakim.
Ayana pun mendudukkan dirinya tepat disebelah Hakim. "Ada apa, Ayah?"
Hakim menghembuskan napas, memandang lurus ke depan. "Kemarin Ayah sudah janji, akan memberitahu kamu kejadian di acara makan malam itu."
"Tapi kalau memang Ayah belum bisa menceritakan sekarang, Ayana tidak apa-apa. Lagipula, yang penting bagi Ayana sekarang adalah kesehatan Ayah. Ayana tahu sejak kejadian itu Ayah hilang nafsu makan, tidak ke kantor."
"Tidak, Nak. Ayah tidak apa-apa." Hakim masih berusaha meyakinkan Ayana. "Kalau Ayah terus saja tidak mengatakan kebenarannya, Ayah merasa semakin tidak tenang, Nak. Untuk itulah, Ayah mau kamu mendengar kebenarannya."
Kepala Ayana mengangguk mengiyakan.
Menghembuskan napas panjang, akhirnya Hakim mulai membeberkan kebenarannya.
****
"Apa yang Deni lakukan padamu?", tanya Miranti tepat disebelah Raden yang sedang menyetir mobil dengan perasaan yang tidak sepenuhnya lega.
"Tidak ada, Bu. Ayah mertua hanya ingin Raden berjanji agar menjaga Erin dengan baik."
Kedua mata Miranti memicing, ia tidak percaya. "Kesalahan besar buatmu kalau mau membohongi Ibu. Ibu yakin, Deni mengancammu."
Raden berusaha terlihat tenang, padahal beberapa saat lalu, saat berada di rumah Erin, ia baru menyadari suatu hal yang membuatnya serasa begitu tertampar.
"Duduk!", kata Deni meminta Raden duduk di salah satu kursi di ruang kerjanya.
Raden memilih diam, membiarkan Deni mengambil sesuatu dari dalam laci meja kerjanya.
"Saya sudah memikirkan ini sebelum kamu menikahi Erin. Ini surat perjanjian." Deni mengangsurkan sebuah surat perjanjian tepat dihadapan Raden.
Dengan cepat Raden meraihnya, lalu membacanya perlahan. Ia terkejut membaca isi surat perjanjian surat itu.
"Semua aset kekayaan yang saya punya, pabrik teh dan coklat, beserta perkebunan yang saya kelola harus saya pindah kuasa atas nama Erin?", tanya Raden dengan wajah tidak percaya.
Deni mengangguk yakin. "Benar. Saya masih meragukan kamu, Raden. Kamu ini anak Hakim, musuh dan rival saya di dunia bisnis."
"Tapi ini sama sekali tidak ada hubungannya dengan Ayah saya. Beliau bahkan tidak tahu jika saya sudah menikahi Erin secara sah, sah secara agama dan juga negara. Bahkan, sebelum pernikahan ini, saya tetap berusaha mempertahankan Erin walau saya harus menentang Ayah kandung saya sendiri. Apa itu belum jadi bukti yang kuat?"
Kepala Deni menggeleng. "Tetap saja belum. Keraguan saya masih sangat besar. Apa menurut kamu menandatangani surat perjanjian ini sangat berat?"
"Dan apa surat perjanjian ini sama berharganya dengan Erin, Ayah mertua? Ayah menjual Erin dengan surat perjanjian ini?"
"Jaga ucapan kamu, Raden Raditya!", bentak Deni tidak terima. "Kamu pikir saya tega melakukan hal seperti itu pada putri tunggal saya?! Saya melakukan semua ini demi melindungi hak Erin. Saya tidak bisa jamin kamu akan terus setia padanya. Setidaknya, dengan memindahkan seluruh aset kekayaanmu atas namanya saya bisa sedikit lebih tenang melepasnya."
KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomanceTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...