TwoLove | 53

912 100 18
                                    

"Raden! Saya mau mengatakan sesuatu!"

Ayana terus membuntuti Raden sekembalinya pria itu dari kantor. Tubuh jangkung Raden, membuat Ayana yang berdiri dibelakangnya terlihat seperti semut.

"Raden!", panggil Ayana sekali lagi.

"Ada apa lagi, kak?", balas Raden dingin. Ia berbalik dan menatap Ayana dengan tatapan intimidasi. "Mau bilang apa memangnya?"

Ayana kehilangan kata-kata. Sikap Raden berubah kembali. Kemarin sikapnya sangat hangat dan baik, tapi sekarang justru sebaliknya. "Saya mau bilang kalau peneror itu sebenarnya mengincar kamu!"

"Kakak baru tahu?", tanya Raden dengan wajah sepele.

"Kamu kesannya menanggapi semua ini dengan sepele dan main-main. Ini berhubungan sama nyawa kamu sendiri!"

"Saya tahu."

Raden berlalu keluar kamar. Makin lama bersama Ayana, dada Raden semakin sesak. Mengingat waktu kian maju, dan Ayana hanya punya waktu dua bulan untuk menentukan segala keputusannya.

Ketakutan Raden akan terwujud ketika waktu dua bulan ini berlalu.

"Raden!!!!" Erin berlari dan memeluk Raden. Ayana yang baru saja keluar kamar karena menyusul Raden, terhenti di depan pintu. Menyaksikan pemandangan yang sudah terbiasa ia saksikan.

"Kenapa, Erin?", tanya Raden kala Erin masih memeluknya, bahkan sudah bergerak-gerak kecil. Sesekali suara bawa riangnya terdengar.

Pelukan keduanya mengendur. "Aku punya hadiah buat kamu. Coba tebak!"

Raden memejamkan kedua mata, malas untuk menebak. "Bilang saja, Erin. Jangan bikin aku penasaran, aku sekarang lagi malas main tebak-tebakan."

Wajah Erin cemberut, lalu setelahnya tersenyum lebar. Ia mengeluarkan sesuatu dari dalam saku pakaiannya.

"Kamu lihat, deh." Erin menyodorkan benda itu tepat dihadapan Raden. Raden segera meraihnya.

Ternyata alat tes kehamilan.

"Tunggu, dua garis merah? Maksudnya?"

"Aku hamil." Erin menjawab dengan malu-malu.

Napas Raden tertahan. Matanya menatap tepat Erin. Matanya berkaca-kaca. "Serius? Sebentar lagi aku akan jadi ayah?"

"Iya."

Raden tidak bisa menahan air mata harunya. Ia kembali memeluk Erin, menggumamkan ucapan terima kasih berulang kali.

"Ada apa ini?" Miranti datang bersama Hakim yang belum melepas kacamata bacanya. Mereka mengerutkan kening, menerka-nerka apa yang terjadi.

Raden melepaskan pelukannya dari Erin. Ia menyeka air matanya. "Ayah, Ibu, sebentar lagi Raden akan jadi seorang ayah." Raden lalu menyerahkan alat tes kehamilan pada Miranti.

"Ini berarti...ibu dan ayah akan jadi kakek dan nenek?", tanya Miranti dengan nada bergetar, tangis harunya ikut tumpah.

Hakim pun tak bisa menahan senyumnya. Ia ikut bahagia. Untuk pertama kalinya, ia mengusap kepala Erin. "Jaga diri dan calon anakmu baik-baik."

Erin tak menyangka, Hakim akan bersikap baik padanya. "Terima kasih banyak, ayah mertua."

Ayana menarik kedua ujung bibirnya, ikut merasakan kebahagiaan jika Raden dan Erin akan segera memiliki anak. Tapi disisi lain ia khawatir, sebab kehidupan keluarga ini sedang tidak baik-baik saja. Ditambah lagi setelah Ayana mengetahui, teror ini tertuju pada Raden. Bukan tidak mungkin, Erin dan calon anaknya akan turut disakiti.

"Ayana, kenapa berdiri disana saja, nak? Ayo kemari," pinta Hakim.

Dengan langkah pelan, Ayana mendekat kepada mereka. Ia tersenyum pada Erin. "Selamat untuk kalian berdua, sebentar lagi kalian akan jadi orang tua."

TwoloveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang