"Astaghfirullah...."
Gumaman itu terucap dari bibir Arinda kala Ayana mengatakan semua itu padanya.
Tentang konflik yang semula terjadi di rumah tangga Dania yang akhirnya merembet sampai masuk ranah keluarga besar mereka. Gustav yang meminta Dania untuk pulang kembali ke rumahnya yang lama, keinginan Gustav memisahkan Dania dengan anaknya, hingga sampai dengan keputusan Ayana untuk menjaga dan membesarkan anak Dania.
"Apa Ila tidak bertanya lebih banyak soal ini? Dia tidak curiga?", tanya Arinda.
"Ayana cuma bilang bakal jelasin semua ke dia. Situasinya sedang tegang begini, Bu. Ayana bingung. Tapi, ibu dukung Ayana, kan?"
Arinda tersenyum tipis. Ia mengusap lembut kepala Ayana. "Ibu akan terus mendukung kamu. Selama itu baik, Ibu sama sekali tidak punya alasan untuk tidak mendukungmu."
"Terima kasih, Bu," balas Ayana dengan wajah lega.
Arinda menghela napas. "Sebenarnya ibu juga mau mengatakan sesuatu sama kamu, nak. Ini soal rencana pernikahan kamu sama Raden. Ayahmu dan keluarga Raden sepertinya sudah bersepakat untuk menggelar pernikahan kalian dalam waktu dekat ini."
Tak ada reaksi berarti dari Ayana. Memang hari itu akan segera tiba. Ketika segalanya telah dipastikan, mau selama apapun waktu diulur, yang sudah menjadi ketentuan akan terealisasikan.
Walau sebenarnya, Ayana sendiri ragu untuk menikah. Ia tidak pernah ragu dengan pilihan yang Ayahnya tentukan. Tapi ia terusik dengan perkataan Yulia yang tidak ingin ia menikah dengan Raden.
Dampaknya sungguh memengaruhi Ayana sampai saat ini.
"Kalau memang pernikahan Ayana sebentar lagi akan dilangsungkan, apa itu artinya Om Gustav dan Dania akan tetapi disini?", tanya Ayana.
Arinda menggeleng pelan. "Tidak, Ayana. Gustav bahkan sudah berbicara pada Ayahmu, jika ia akan pulang dan meminta izin tidak menghadiri pernikahanmu. Ayahmu pun mengerti, karena masalah Dania dan suaminya bukan perkara yang mudah untuk selesai. Pasti ada perasaan menyakitkan setiap kali masalah itu kembali diungkit."
Memang benar. Semua ini terlihat begitu sulit sekarang.
"Oh iya, keluarga Raden mengundang kita makan malam besok lusa." Arinda kembali memberi informasi pada Ayana.
"Dimana? Di rumah ini?"
"Tidak. Di rumah keluarga Raden."
Tak ada balasan lagi dari Ayana. Pikirannya jadi terpecah menjadi beberap fokus. Dania, anak Dania, dan rencana pernikahannya sendiri.
"Yasudah, Ibu mau ke kamar dulu. Kamu istirahat. Ibu akan bantu jika kamu memang memerlukan." Arinda mencium puncak kepala Ayana sebelum keluar dari kamar.
Ayana sudah tinggal seorang diri di dalam kamarnya.
Ada keinginan untuk memberitahu Arinda tentang pertemuannya dengan gadis yang ia duga menjadi selingkuhan Yordan. Tapi...seketika niat itu urung.
"Aku harus ketemu Dania!"
Ayana bangkit dan berjalan keluar dari kamarnya.
****
"Ayah tidak mau kamu bertemu lagi dengan anakmu itu."
Jantung Ayana serasa mencelos saat ia kembali mendengar pernyataan menyakitkan itu keluar dari Gustav. Dania sekarang seperti orang yang sama sekali tidak memiliki kemampuan untuk sekadar membela anaknya yang masih kecil itu.
"Sekarang anakmu dimana? Ayah ingin menitipkannya ke panti asuhan."
Ayana menggigit bibirnya, berusaha menahan laju air matanya yang sebentar lagi menetes.
Tapi ia ingat, jika ia harus menguatkan diri. Menghela napas sebentar, Ayana dengan wajah yakin mengetuk pintu kamar Dania yang sudah dalam kondisi setengah terbuka.
"Om tenang saja, bayi Dania biar Ayana yang urus. Om mau menitipkan anak Dania ke panti? Ayana sudah menghubungi teman Ayana yang kebetulan memang jadi relawan di salah satu panti asuhan. Soal bayi Dania, Ayana sudah membawanya ke tempat lain."
Gustav terkejut dengan pernyataan Ayana. Ia curiga kenapa sikap Ayana berubah total seperti ini. Sadar dengan tatapan curiga yang ia terima, Ayana memasang raut tenang. "Ayana tahu, Om curiga. Tapi, Ayana juga harus melakukan semua ini. Om pasti sudah tahu rencana pernikahan Ayana yang akan berlangsung tidak lama lagi, ' kan? Om tahu siapa calon suami Ayana? Raden, Raden Raditya."
Gustav nampak terdiam, tapi setelahnya wajahnya menunjukkan ekspresi terkejut. "Raden Raditya, anak dari Hakim Fauzi?"
Ayana mengangguk. "Iya, Om memang benar. Mereka adalah keluarga terpandang, dan tentu saja Ayana tidak mau permasalahan Dania sampai terdengar di keluarga Raden. Om tahu sendiri, mereka keluarga pebisnis kaya dan hebat. Masalah seperti ini ditakutkan merusak citra mereka nanti. Anak mereka berjodoh dengan perempuan yang punya masalah keluarga yang sangat fatal. Ayana tidak mau hal seperti itu terjadi."
Demi Tuhan, Ayana tidak mau mengatakan semua ini. Perkataan seperti ini sama sekali tidak terlintas dipikirannya. Tapi mau bagaimana lagi, mungkin ini salah satu cara yang bisa meyakinkan Gustav.
Gustav sendiri nampak mengangguk-anggukkan kepala. "Kamu benar, Ayana. Om juga tidak mau pernikahanmu batal karena masalah Dania. Bagaimanapun, Om menganggapmu sebagai anak sendiri."
Ayana diam-diam menghela napas lega. Semoga saja Gustav tidak lagi membahas soal bayi Dania.
"Yasudah, Dania segera kemasi pakaianmu!"
Usai mengatakan itu, Gustav memilih keluar dari kamar.
Ayana duduk di sebelah Dania yang sama sekali tidak bisa menyembunyikan kesedihannya. "Maafin aku, Dania. Aku tidak ada maksud menyakiti hatimu dengan berkata seperti tadi. Tapi dengan cara itu Om Gustav bisa percaya sama aku."
Dania mengangguk maklum. "Aku ngerti kok, Yana. Aku kenal kamu dengan sangat baik. Kamu tidak mungkin memikirkan ataupun sampai berani mengatakan hal semacam itu pada situasi lain. Sekarang kita hanya terdesak." Dania menatap penuh harap pada Ayana. "Anakku kamu bawa kemana? Apa dia baik-baik saja?"
Ayana mengusap pundak Dania dengan lembut. "Iya, alhamdulillah anakmu baik-baik saja. Sekarang dia ada di rumah Ila. Aku menitipkan dia disana."
"Rumahnya...Ila?", tanya Dania terkejut.
"Iya. Kamu tenang aja, disana dia akan, kok . Ila senang sekali pas aku bawa anakmu kesana. Ila juga bilang dia kesal sama kamu, pas kamu melahirkan dia tidak dikabari."
Dania tertawa pelan. "Ila, Ila! Dia itu masih saja seperti anak-anak."
"Kamu benar. Bukan cuma Ila, kamu juga. Kalian setiap ketemu pasti debat. Sampai pusing aku lihatnya," balas Ayana.
"Dan kamu paling pengertian dan dewasa diantara kami, tapi kamu juga yang paling polos. Ah, aku pasti akan rindu sekali sama kalian." Dania meraih kedua tangan Dania. "Jaga anakku, yah. Setelah aku tidak di kota ini lagi , jangan lupa kabari aku."
"Pasti. Anakmu akan kujaga baik-baik."
Dania langsung memeluk Ayana. Menangis sepuasnya di pelukan sepupunya itu. Sebab, mulai besok ia tidak lagi bisa berbicara ataupun bertingkah seperti ini pada Ayana. Ia akan pergi.
"Menangis sepuasmu. Air mata bisa mengurangi sedikit beban kamu."
Ayana berusaha membuat dirinya tegar. Tapi kenyataan berkata lain. Air matanya yang jatuh menandakan betapa rapuhnya dia saat itu.
Ia ataupun Dania, sama-sama rapuh karena masalah yang dampaknya begitu besar ini.
*****
Hai, terima kasih sudah mampir ke cerita TwoLove
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora
![](https://img.wattpad.com/cover/234443449-288-k443777.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomanceTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...