"Saya terima nikah dan kawinnya Ayana Gayatri binti Lazuardi Gunawan dengan mas kawin emas 50 gram dan seperangkat alat sholat dibayar tunai!"
Ucapan ijab kabul itu terucap dengan begitu lantang dari mulut Raden. Saksi pernikahan pun turut memberi dan menggumamkan kata 'sah' dengan suara nyaring hingga memenuhi seisi ruangan.
Kalimat hamdalah terdengar, dan sederet doa dipanjatkan setelah Raden sudah mengucap ijab kabul dan menjadikan Ayana sebagai istrinya.
Pandangan Raden mengedar ke sekeliling. Fokusnya terhenti tepat pada anggota keluarga Ayana.
Raden bisa melihat betapa bahagianya anggota keluarga Ayana ketika prosesi akad nikah ini selesai. Apalagi melihat ekspresi wajah Lazuardi. Raden bisa melihat ada raut lega diwajahnya.
Tak hanya Lazuardi. Arinda dan kelima saudara Ayana lainnya sangat bahagia.
Tapi, dari semua anggota keluarga itu, hanya satu orang yang Raden lihat tidak bahagia dengan pernikahan ini.
Yulia, ibu tiri Ayana.
Raden sendiri bertanya-tanya, apa yang membuat wanita itu nampak tidak senang. Sejak awal Raden dan keluarganya menginjakkan kaki di rumah itu, sosok Yulia tidak turut menyambut. Wanita itu memilih menunggu di tempat lain.
Saat akad nikah berlangsung, Yulia memilih berdiri cukup jauh dan berada dibelakang kerumunan para tamu. Raden cukup kelabakan saat Ayah dan Ibunya bertanya dimanakah sosok ibu tiri Ayana itu, tapi Raden hanya menjawab jika Yulia tengah sibuk menjamu para tamu.
Baik Hakim dan Miranti, keduanya baru mengetahui jika Lazuardi memiliki dua orang istri, itupun baru terungkap sehari sebelum pernikahan ini terlaksana. Sebab, pada jamuan keluarga tempo hari, Yulia tidak ikut.
"Tolong panggilkan mempelai wanitanya," kata penghulu kepada salah satu saudara Ayana, yang belum Raden ketahui namanya.
Raden yang pada hari pernikahannya itu nampak begitu tampan dengan beskap berwarna putih masih begitu penasaran, mengapa Yulia begitu tak senang dengan pernikahannya.
Terlalu fokus dengan pikirannya, Raden tidak sadar jika Ayana sudah berjalan menghampirinya. Tamu yang melihat sosok Ayana diam-diam melirik kagum. Tidak menyangka jika sang pengantin akan begitu cantik dan anggun.
Raden baru menyadari jika Ayana telah ada disebelahnya ketika telinganya mendengar suara derit kursi.
Mata Raden nampak takjub melihat sosok wanita yang ada disebelahnya itu. Kekaguman itu menyelip tiba-tiba.
Entah karena ini baru pertama kalinya ia melihat Ayana berpakaian pengantin, ataukah memang ia tidak biasa melihat wanita itu tidak tampil sederhana.
Ayana yang dipandangi seperti itu hanya bisa menghembuskan napas perlahan. Rasanya gugup luar biasa.
"Silakan kepada mempelai pria memasangkan cincin pada mempelai wanita lebih dulu."
Tangan Raden bergerak mengambil kotak beludru berwarna merah, mengambil cincin bertahtakan berlian itu lalu menyematkannya di jari manis Ayana. Ayana pun melakukan hal yang sama. Ia mengambil cincin yang ada di dalam kotak beludru yang sama, lalu menyematkannya ke hari manis Raden.
Ayana menatap Raden. Perlahan ia meraih tangan kanan Raden dan menyalimnya. Keluarga yang melihat itu begitu bahagia.
Sementara Raden sendiri, memilih diam, tidak mencium kening Ayana seperti halnya yang dilakukan suami yang baru saja menikahi istrinya.
*****
Usai acara akad nikah, keluarga Ayana dan Raden langsung mengadakan pesta resepsi untuk anak-anak mereka yang baru saja sah menjadi pasangan suami istri. Acara resepsi pun telah usai beberapa saat yang lalu.
Baik Ayana dan Raden sama sekali tidak keberatan, dan menjalani resepsi pernikahan dengan baik.
Saat acara resepsipun, tamu undangan yang hadir adalah teman bisnis Raden, dan para pekerja yang bekerja di pabrik yang dikelola oleh Raden. Rekan kerja Ayahnya Raden pun banyak yang hadir. Dari pihak Ayana sendiri, hanya keluarga dan sahabat dekatnya saja yang datang.
Ucapan selamat berdatangan satu persatu, tanpa jeda. Bahkan dari pihak Raden banyak yang memberi selamat menikah dan selamat menempuh hidup baru.
Dengan status barunya menjadi seorang istri sekarang, Ayana merasa ia harus membenahi diri. Ditambah lagi, ia memiliki Davida yang menjadi amanah untuk dijaga sekarang.
Ayana dulu hanya berstatus sebagai seorang putri dan kakak bagi adik-adiknya, sekarang ia sudah memikul tanggung jawab sebagai seorang istri dan ibu dari anak yang diamanahkan kepadanya. Tentu tanggung jawab ini tak kalah beratnya.
Ayana melangkah keluar dari kamar mandi. Tubuhnya sudah terbalut dengan pakaian lengan panjang dan rok selutut berwarna coklat tua yang nampak sederhana. Tangannya bergerak mengeringkan rambut dengan menggunakan handuk kecil yang telah ia siapkan sejak tadi. Setelah ia selesai mandi, barulah tubuhnya merasa lebih segar. Rentetan acara hari ini cukup melelahkan bagi Ayana.
Cklek!
Ayana yang tadinya sibuk mengeringkan rambut reflek menjatuhkan handuknya karena mendengar suara pintu kamarnya yang dibuka dari arah luar.
Tak lama berselang, sosok Raden terlihat disana. Masih memakai pakaian yang ia pakai saat acara pernikahan.
"Maaf kalau buat kakak kaget," kata Raden setelah ia kembali mengunci pintu kamar.
Jantung Ayana serasa hampir copot. Jelas saja ia kaget, ia tidak terbiasa melihat laki-laki berada dekat dengannya.
Dan sekarang Raden sudah menjadi suaminya. Dalam satu kali dua puluh empat jam, setiap hari ia akan melihat wajah Raden.
Butuh usaha kerasa bagi Ayana untuk segera beradaptasi dengan kehidupan barunya ini.
Buru-buru Ayana meraih kembali handuknya yang jatuh beberapa detik lalu.Tak ada yang dikatakan Raden setelah itu. Pria itu mengambil satu setel pakaian dari dalam tas yang ia bawa. "Saya boleh mandi disini?", tunjuk Raden pada kamar mandi yang memang ada di kamar Ayana.
"Bo-boleh," jawab Ayana gugup setengah mati.
Raden hanya mengerutkan kening saat melihat tanggapan Ayana. Perempuan yang sudah sah menjadi istrinya itu terlihat begitu aneh dimatanya saat itu.
Raden tersenyum sekilas pada Ayana, sebelum melangkahkan kakinya masuk ke dalam kamar mandi Ayana.
Memastikan sosok Raden sudah tak terlihat, Ayana menghirup napas sebanyak yang ia mampu. Saat berbicara dengan Raden saja dengan status baru ini, udara disekitarnya seolah menipis. Padahal, jika dipikirkan sebelum menikah interaksi mereka terbilang normal dan biasa saja.
Apakah hanya Ayana yang merasakan hal semacam ini?
Disisi lain, Raden yang berada di kamar mandi hanya memandang pantulan dirinya di cermin besar itu. Matanya berubah tajam.
Dalam hati ia mengatakan berbagai umpatan yang tak bisa ia utarakan.
Membayangkan wajah Erin yang menjadi salah satu 'tamu' di pesta pernikahannya tadi membuat dada Raden sesak. Kekasihnya itu bahkan harus sampai menyamar menjadi tamu agar Hakim tidak curiga dan mengusirnya di pesta pernikahan itu.
Tatapan Erin yang terluka, senyum palsu milik Erin, semuanya berputar dengan jelas di pikiran Raden.
Tangan Raden sontak terkepal, bersiap menjadikan cermin besar dihadapannya sebagai sasaran kemarahan.
Ketika satu tinjauan itu sudah mendekat, Raden mengurungkan niat.
Tidak, ia harus mengendalikan diri. Ayana berada tak jauh darinya.
Emosi Raden kembali tertanam di dalam dirinya sendiri.
*****
Hai, selamat malam semuanya
Hehehe, lagi lagi aku lambat up cerita ini, tapi semoga kalian masih menunggu kelanjutan cerita ini
Maaf banget kalau sekarang sudah jarang up, maklum tugas menjelang ujian semakin menumpuk:v
Jangan lupa vote dan komentarnya
Salam hangat,
Dhelsaarora

KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomanceTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...