Ayana terbangun dari tidurnya. Ia merasakan tubuhnya agak sedikit lelah, tapi tidak selelah kemarin. Ayana berusaha agar bisa duduk.
Tak lama, pandangan Ayana mengedar ke sekeliling. Senyum lebarnya terpatri, karena ia sadar jika saat ini sedang berada di rumah keluarganya. Ia sedang berada di kamarnya.
"Alhamdulillah...," gumam Ayana dengan penuh syukur. Rupanya, ia tiba di rumah keluarganya dengan selamat. Walau, kemarin ia sendiri dalam kondisi yang tak begitu sehat, sakit kepala yang begitu menyiksanya.
Jam dinding telah menunjukkan pukul lima subuh, ia akan segera mandi dan menjalankan ibadah sholat subuh.
Kepala Ayana menoleh pada Arinda yang masih tertidur tepat disampingnya. Ia mengusap kepala ibunya dengan penuh kasih sayang. Pasti ibunya sangat lelah menjaganya semalaman.
****
Pagi pun menjelang. Ayana memilih ke dapur, membuatkan teh hangat untuk semua anggota keluarga, dan menghidangkan sarapan untuk adik-adiknya yang akan berangkat sekolah.
Sebenarnya, Ayana ke kamar Dania tadi. Ia ingin melihat Davida. Hanya saja, Dania masih tertidur. Sepupunya itu nampak sangat lelah.
Ayana merasa lebih lega dan lebih sehat saat berada di rumah keluarganya. Pekerjaan yang dilakukannya berasa lebih ringan, tanpa ada tekanan dari siapapun.
Sedang sibuk menyiapkan sarapan, Ayana sampai tidak sadar jika ada Lazuardi yang memandangnya dengan tatapan tidak percaya.
Baru saja semalam Ayana terbaring tidak berdaya di atas tempat tidur, dan pagi ini anak perempuannya itu sudah menyiapkan sarapan dan teh hangat untuk semua orang rumah.
Saat hendak menghidangkan makanan di atas meja, Ayana sempat terkejut mendapati Lazuardi tengah menatapnya. Ayana tersenyum kecil, dan segera memeluk Lazuardi. "Ayah...maafkan Ayana, Ayana kembali kesini.."
"Tidak, Nak. Kamu tidak perlu minta maaf. Memang seharusnya kamu kesini, kan? Ini rumahmu, dan kamu akan selalu bahagia disini. Ada ayah."
Rasanya Ayana ingin menangis, tapi entah mengapa air matanya sudah enggan untuk keluar. Mungkin di hari-hari yang telah lalu, air matanya perlahan terkuras habis, karena kesedihan tak kunjung selesai.
Ayana mengurai pelukannya dari tubuh sang Ayah. "Pagi ini Ayana masak makanan yang enak, sama buat teh untuk semua orang rumah."
Tangan Lazuardi mengusap pelan rambut Ayana. "Mau ayah bantu panggilkan mereka?"
Ayana menggeleng. "Tidak usah, Ayah. Sebentar lagi mereka akan datang kesini."
Lazuardi mengangguk. Ia memandangi Ayana yang nampak antusias mempersiapkan sarapan. Dalam hati, Lazuardi merasakan senang dan sedih di waktu yang bersamaan.
Sedih karena tidak sanggup membayangkan bagaimana kesedihan yang dialami Ayana, dan senang sebab Ayana terlihat lebih baik sekarang.
Satu persatu anggota keluarga menuju ke ruang makan. Mereka terkejut mendapati Ayana dan Lazuardi sudah ada disana.
"Nak..." Arinda segera mendekat ke arah Ayana. "Tadi pagi ibu kaget nggak lihat kamu disebelah ibu."
Ayana tersenyum tipis. "Sekarang Yana nggak papa kok, Bu. Lihat, Ayana sudah lebih sehat."
Arinda mengangguk. "Intinya tetap jaga kesehatanmu."
"Iya, Bu."
Dania pun muncul, dengan memakai setelan formal, sembari membawa map berwarna coklat.
"Dania, cantik banget kamu pagi ini," puji Ayana dengan senyum cerah.
Dania nampak cemberut. "Jadi selama ini, kamu lihat aku jelek, gitu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
Twolove
RomantizmTentang Ayana. Dengan segala kebodohan, ketidaktegasan, dan ketidakberdayaannya. Menikah karena dijodohkan oleh kedua orang tua, karena takut anak perempuan mereka akan tetap perawan di usia tua sudah bukan hal yang mencengangkan lagi. Ayana Gayatri...