Sid menyilangkan tangannya memandang wajah yang sedang berkacak pinggang ngomel ntah apa yang dikatakan Sid terlalu sibuk menikmati pemandangan didepan matanya hingga akhirnya sosok itu terdiam capek sendiri
"Sudah selesai marahnya?"
"Apa?"
"Akhirnya selesai juga hebat dalam satu tarikan nafas" sosok itu mendelik darahnya makin mendidih ia melayangkan tangannya namun Sid bisa menghindar dan tinju kedua dengan mudah ditangkis pergelangan tangannya
"Tidak tidak" Sid menggeleng dan menariknya mendekat mengunci tangannya dipunggungnya
"Ulliel, hmmm nama yang menarik"
"Lepas brengsek" Sidhart mencium bibirnya dan para penonton bersorak sambil bertepuk tangan ya mereka diparkiran mobil kafe , Ulliel mendorongnya dan bergegas pergi menjauh.Ulliel melempar majalah itu keatas meja ia merengut
"Memyebalkan, kenapa ia senang sekali menggangguku tidak ditempat pemotretan tidak dimana mana"
"Dia lagi?" Itu adik tirinya
"Ya, dia itu seperti hantu"
"Hahaha hati hati nanti benci jadi cinta"
"Maaf dia bukan seleraku dan kami sama sama batangan nona"
"Siapa tahu, wajah uke seperti itu" Ulliel kembali mengambil majalah itu dan melemparkannya untuk adiknya bisa menghindar lari duluan.Ulliel sedang senang dari tadi senyumnya mengembang hingga bom senyumnya hilang itu Sid baru datang dan ya ia merasa jantungnya copot saat pengarah gaya mengatakan mereka akan melakukan berpasangan
"Apa?"
"Hai Ulliel" Sid tersenyum lebar namun Ulliel memalingkan wajahnya senyumnya hilang.
Ulliel ingin lari ia risih ia ingin menangis Sid benar benar memanfaatkan kesempatan dan sialnya pose mereka di puji.Mobil mogok melengkapi kesialan Ulliel ia harus berjalan ke pangkalan taxi tapi ia tidak menemukan taxi satupun Ulliel merengut ini sudah tengah malam, Ulliel melawan orang yang membekapnya hingga seseorang memukuli pembekapnya hingga babak belur
"Cukup Sid berhenti" ia menahan tubuh Sid