Kaki pendeknya berlari sekuat tenaga tidak ia hampir kelelahan dan kehabisan tenaga untuk berlari ia baru melihat bagaimana orang tua dan saudaranya bersimbah darah sepeulang dari berkumpul dengan teman temannya, ia menubruk tubuh seseorang ia mendongak saat hendak berlari lengannya dicekal pria itu menyembunyikan wajahnya di jas melangkah santai memeluknya melewati beberapa orang hingga Adam tidak tahu ia berada dimana
"Kau aman sekarang" Adam keluar ia memandang sekitar
"Ini....mengapa kau membantuku"
"Ini wasiat ayahmu ia tahu ini akan terjadi cepat atau lambat" pria itu menariknya masuk kesebuah hotel mewah.
"Setidaknya aku masih dikatakan berhasil masih berhasil melindungi anaknya aku datang terlambat karena birokrasi negara ini"Adam memandangi sosok tinggi itu semuanya serba terlatih dan teratur seolah ia di didik dengan disiplin tinggi
"Apa.....aku bisa percaya padamu?" sosok itu mendekat memandangbya lekat Adam suka mata biru pria itu
"Ini bacalah" pria itu menyerahkan surat, Adam membukanya dan ia menemukan fotonya sekeluarga air matanya luruh saat membacanya
"Tuan boleh aku menyimpannya?"
"Ya panggil aku 47" Adam heran
"47, itu angka bukan nama"
"Aku tidak punya nama, istirahatlah"
"Aku lapar cicitnya pelan" pria itu menghembuskan nafasnya pelan ia lupa ia memesan layanan kamar.Keduanya sudah rapi bersiap akan pergi itu masih sangat pagi Adam terlihat masih lelah dan mengantuk
"Kita akan kemana?"
"Aku tidak tahu tapi kita harus tetap bergerak"
"Bagaimana rumah kakek dan nenekku"
"Kau berikan alamatnya, aku akan melihat itu tempat yang aman untukmu sebelum aku pergi menghabisi mereka" Adam terkejut ia tidak mau sesuatu terjadi dengan pria yang baru dikenalnya
"Ayo pergi" pria itu menggenggamnya erat membawanya namun itu bukan perjalanan dekat tapi memakan waktu satu malam dua hari mereka tidak mungkin menggunakan kendaraan umum.