35. Office-Sial (3)

24 6 0
                                    

Mendengarkan penolakan dengan alasan sudah memiliki pacar mungkin terdengar biasa dan bisa Haris terima terlebih untuk seorang gadis setingkat Jenisa, bagaimana pun gadis itu berbeda dengan kebanyakan wanita yang pernah dikenalnya dan tidak bisa disamakan dengan sembarangan orang. Namun satu hal yang membuat pemuda itu meragukan alasan gadis tersebut ialah Jenisa yang dengan sengaja menolaknya hanya untuk seorang pria sederhana yang bahkan tidak berada dikualifikasi lebih atas atau minimal setara dengan yang dia miliki.

"Kamu gak salah pilih orang? Oke, kalau kamu mau menghindar dengan alasan sudah punya pacar, aku mungkin bisa terima. Tapi bisa kamu pilih seseorang yang lebih berkelas atau setidaknya pantas? Karena ini benar-benar sandiwara yang buruk, Jenisa."

"Terserah mau percaya atau enggak, yang jelas jangan dekati aku lagi, karena kita bukan siapa-siapa."

"Apa kamu buta? Memang apa kelebihan cowok cupu itu dari aku?" sindir Haris.

Menyadari dirinya sudah terlena oleh pernyataan Jenisa yang tiba-tiba, Tetto mencoba menyadarkan diri bila apa yang dikatakan gadis itu tidak lebih untuk menghindari ajakan Haris untuk menjalin hubungan. Di lihat dari berbagai sisi manapun itu satu-satunya jalan terbaik yang bisa dipilih untuk menghindar, dan seharusnya Tetto bisa memahami pilihan Jenisa sebagai keputusan terlogis yang bisa diambil dalam situasi tersebut tanpa melibatkan emosi tidak masuk akal yang membuat dadanya berdebar. Seperti apa yang dikatakan Haris mengenai kualifikasi lelaki yang setara untuk berdamping dengan Jenisa, jelas saja Tetto tidak berada berada di level yang sama untuk memperebutkan hati dari gadis pujaan banyak mahasiswa pria tersebut. Tetto hanya bisa diam seperti orang bodoh menyadari tidak ada satupun hal menarik yang bida digunakan sebagai alasan gadis itu melabuhkan hati pada pria seperti dirinya untuk membuat Haris puas menerima kenyataan bahwa perasaannya tidak berbalas, seharusnya Jenisa menarik pria lain agar tidak diam berkutik seperti sekarang.

"Dia lebih baik dari kamu, dalam segala hal." Balas gadis itu setelah sekian lama terdiam

Saat itu Tetto hanya bisa menolehkan wajah untuk melihat Jenisa, raut tegas tergambar di wajah cantiknya menjelaskan secara tidak langsung jika kalimat itu bukan sekedar bualan semata. Setelah mengatakan kalimat tersebut gadis itu membantunya berdiri dan memilih pergi dengan menarik sebelah lengannya dan membuat Tetto lupa bila tujuan awalnya datang ke sana tak lain untuk bertemu Rian kakak sepupunya.

Entah apa yang terjadi hingga kini mereka berakhir di kursi taman yang lumayan sepi, saat sadar dan akal sehatnya kembali semenjak Jenisa menyatakan perasaannya secara tidak terduga, Tetto hanya bisa terdiam terlebih saat gadis itu menyerahkan satu kotak makan siang yang sebelumnya Tetto tanyakan sebagai alasan. Tidak ada yang bersuara sedari tadi seolah satu kata yang keluar bisa memicu berbagai kalimat yang menuntut penjelasan yang memang seharusnya ada untuk mengurai kecanggungan di antara mereka.

"Tetto, lain kali jangan diulangi lagi." Cetus Jenisa membuka pembicaraan

"Maksudnya?"

"Seperti apa yang pernah aku bilang di perpustakaan. Untuk beberapa kasus, dari pada mendatangi masalah seperti tadi, akan lebih mudah kalau kamu menutup mata dan berpura-pura semuanya nggak terjadi."

"Kenapa?"

"Karena dari pada mengharapkan bantuan seseorang di situasi seperti tadi, aku akan lebih berterima kasih karena nggak menjadi penyebab seseorang harus terluka."

"Kenapa...kenapa kak Jenisa selalu saja menanggung semuanya sendirian?" terdiam sejenak tidak lantas melanjutkan kalimatnya, pemuda berkacamata tersebut menatap mata gadis itu secara langsung yang menyiratkan sebuah penyesalan. "Memangnya kak Jenisa siapa berani mengatur apa yang mau saya lakukan. Jangan terlalu percaya diri berpikir kalau saya datang menyela dengan sengaja untuk menyela perdebatan kalian." Lanjut Tetto dengan suara yang mencoba terdengar untuk meyakinkan.

"Maksud kamu?"

Menarik napas terlebih dulu coba Tetto lakukan berharap suaranya tidak bergetar. "Seperti yang sudah saya bilang, saya datang untuk bertanya di mana Pak Rian. Karena..."

"Karena?"

"K-karena..." ada alasan mengapa Tetto terlalu berat untuk mengatakan hubungan di antara dirinya dengan Rian kepada orang lain, seperti halnya kerisihan yang dia tunjukkan saat sang pemimpin perusahaan menunjukkan keakraban mereka di depan banyak orang, hal yang sama berlaku sebagai alasan kenapa pemuda berkacamata tersebut sangat berat -seolah lidahnya terasa kelu- untuk mengatakan hal yang sejujurnya. "Karena dia kakak sepupu saya."

"HAH?"

Seperti yang sudah Tetto kira reaksi tersebut pasti akan selalu dia dapati saat seseorang mengetahui latar belakang keluarganya yang cukup memiliki nama, untuk itu lah sebisa mungkin Tetto menghindari segala situasi yang memaksanya untuk mengungkap latar belakang kelurga di mana dia berasal, karena hal tersebut jelas menyalahi prinsip hidup transparan yang selama ini dia terapkan. Bukan bermaksud terlalu percaya diri, hanya saja Tetto menghindari dirinya menjadi target manusia penjilat yang tamak terhadap kekuasaan dengan memanfaatkan dirinya sebagai alat dibalik kata pertemanan. Rian hanya salah satu dari anggota keluarganya yang secara langsung memiliki ikatan kekerabatan dengan nama besar, namun lupakan sejenak soal Rian bahkan Tetto sudah dibuat kebingungan dengan pekerjaan sang ayah yang berprofesi sebagai hakim di pengadilan. Tak jarang banyak orang yang ingin mendapat keuntungan di persidangan dengan memanfaatkan keputusan hakim melalui jalan yang tidak benar, salah satunya dengan cara mendekati anak dari seorang Tuan Tegar sehingga kerap kali dia jadi sasaran para penjilat yang hanya ingin mencari keuntungan.

"Ka_ kamu nggak bercanda, kan?" tanya Jenisa tidak percaya. Namun melihat pria di sampingnya tengah menunjukkan raut serius membuat gadis itu mencoba untuk kembali memastikan apa yang di dengar. "Ini Pak Rian yang kita bicarakan, pendiri GOBLOK itu, kan?"

"Iya, Rian yang itu. Tapi tolong untuk pelafalan nama perusahaannya di pisah antara GO dan Block, itu bisa membuat orang salah paham. Salah-salah kak Jenisa bisa dikira mengumpat sama orang." Balas pemuda tersebut dengan nada pelan.

Tetto ingat dia tidak pernah sekalipun merasa senang saat mendongkrak namanya dengan nama besar milik orang lain sekalipun itu keluarganya sendiri, namun melihat suasana hati gadis itu yang sekejap bisa berubah hanya karena mendapati dia kerabat dari orang ternama membuat Tetto untuk pertama kalinya merasa bangga memiliki kakak sepupu seperti Rian yang setiap bertemu selalu bisa membuatnya malu karena terus memperlakukannya seperti anak kecil di depan banyak orang. Tidak heran nama Rian begitu mentereng terlebih di mata Jenisa yang berkecimpung di dunia bisnis dan management, seorang pengusaha muda sukses yang berhasil membuat perusahaan rintisan yang dikembangkan mendapatkan investasi bernilai miliaran dari pemerintah untuk melindungi data keamanan dan saat ini sudah memblokir ribuan situs berbahaya dan tidak sesuai.

Setidaknya binar penyesalan itu sudah hilang dari sorot mata gadis di sampingnya, dan Tetto sedikit bisa bernapas lega karena dia bisa terhindar dari pembicaraan yang menyebalkan. Mendengar gadis itu menyalahkan diri sendiri selalu bisa membuat Tetto geram dan yang lebih menyebalkan ialah dia tidak memiliki hak apapun untuk melindungi Jenisa sebagai sebuah alasan agar gadis itu tidak selalu merasa bersalah saat seseorang berniat membantu. Lebih berterima kasih saat seseorang memilih abai dengan alasan tidak terluka dari pada menerima bantuan, omong kosong macam apa itu. Meski begitu Tetto sadar bukan kapasitasnya untuk mencampuri suatu nilai yang dipegang seseorang karena dia sadar mungkin ada kisah yang tersimpan dibalik itu semua hingga menjadikan Jenisa sosok yang seperti sekarang.

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang