55. Life (3)

11 3 0
                                    

Menenteng sebuah tas kanvas berisi rantang makanan di dalamnya, Jenisa berjalan santai di tengah orang-orang yang sibuk dalam tiap kubikel dengan layar monitor masing-masing yang menyala. Tak hanya itu terdapat pula beberapa dari mereka yang berlalu lalang, sekedar mengambil hasil salinan dari mesin fotokopi atau sekedar mengambil kopi dari pantry. Kehadiran Jenisa di sana sudah cukup menarik perhatian orang sekitar untuk menyorot mata padanya, seolah gadis itu mengeluarkan feromonnya dengan baik hingga sukses memengaruhi tiap lawan jenis di ruangan yang sama dengan tempatnya berada. Hal seperti ini selalu biasa di dapati dan bukan lagi menjadi hal baru, karena itu Jenisa memilih abai dengan hanya tersenyum sekedarnya sebagai bentuk sapaan.

Memilih tetap melangkahkan kaki melewati berbagai orang yang sibuk dengan kegiatannya masing-masing, gadis itu harus berhenti saat tepat di depannya seorang pria yang berjalan dengan mata yang tidak berkedip terus menyorotinya hingga membuat lelaki itu tidak memperhatikan sekitar dengan harus berakhir menabrak kursi dan terjatuh ke lantai. Jenisa hanya bisa tersenyum canggung terlebih dia sadar di sini kehadirannyalah yang membuat pria itu sampai harus jatuh ke lantai, namun yang membuat gadis itu kebingungan ialah pilihannya untuk menentukan sikap karena mendapati pria itu tak kunjung bangkit dan justru nyaman terbaring di lantai dengan senyum yang lebar.

"Itu. Kamu enggak apa-apa? Gak mau bangun?"

Lelaki yang sebelumnya terlentang tersebut terkesiap untuk sesaat dan langsung memperlihatkan deretan gigi putihnya yang tersusun rapi. "Ahhh, sepertinya saya nyaman dalam posisi seperti ini. Dari sini saya bisa melihat spot point yang lebih indah."

Jenisa mengerutkan alis tampak bingung dan tak mengerti maksud dari pria yang tampak nyaman terkapar di lantai tersebut. Namun gadis itu mencoba untuk tak terlalu peduli dan memilih untuk kembali melangkah namun tak sampai dua langkah diambil, suara yang sama sudah kembali terdengar membuat Jenisa mau tak mau kembali berhenti karena kalimat yang dikatakan lelaki itu jelas ditunjukkan untuknya.

"Itu... Kalau kamu mau maksa aku berdiri, aku enggak masalah." potong pria itu kembali dengan rasa percaya diri yang tinggi.

Kembali menolehkan kepala masih dengan alis yang hampir menyatu kebingungan juga garis halus di dahi, Jenisa benar-benar tidak paham dengan tingkah pria di belakangnya yang menjulurkan tangan. Untungnya situasi aneh tersebut segera berakhir saat sebuah suara berat terdengar menyela.

Semua sorot dari tiap pasang mata yang menoleh pada mereka kini berpaling pada sosok pria di ujung ruangan, tepatnya diambang pintu di mana seorang pria berdiri dengan tangan terlipat dan dagu terangkat seolah meremehkan. Matanya menyorot tajam entah untuk alasan apa, namun beberapa saat kemudian si pria yang terkapar buru-buru bangkit dari lantai. Jenisa bahkan baru sadar jika semua orang terlihat resah di tempatnya masing-masing, bahkan banyak dari mereka yang memilih berpura-pura melanjutkan aktivitas meski ia yakin setiap dari mereka juga terlihat masih penasaran dengan memasang telinga juga mata melirik diam-diam.

Gadis yang berdiri di tengah-tengah antara dua pria itu bingung seolah mereka tengah memerankan serial drama cinta segitia, di mana Tetto dan si pria yang terkapar juga dirinya menjadi tokoh utama dalam cerita tersebut. Apa lagi saat Tetto mulai berjalan mendekat ke arahnya dengan tangan yang dimasukkan ke dalam saku celana bahan, mata yang menyipit juga mulut yang tersenyum miring, Jenisa bahkan baru tahu bila seorang Tetto Tegar Sebastian yang lugu dan pernah menjadi mantan ke kasihnya di masa lalu tersebut bisa berekspresi seperti tokoh antagonis begitu. Hingga dirasa cukup jarak yang terkikis, Tetto mulai menghentikan kaki.

"Lo ngapain tidur di lantai? Gak punya kasur?" sindir Tetto tajam.

Jenisa benar-benar tidak mengerti apapun mengenai situasi aneh dan atmosfer yang tiba-tiba tidak menyenangkan ini yang terasa dalam ruangan ini, namun satu yang bisa jelas-jelas dia simpulkan ialah fakta bahwa hubungan kedua pria itu tidak begitu dekat. Aura permusuhan kentara sekali terpancar dari sorot mata masing-masing, bahkan Jenisa yakin kakek-kakek yang main fudu sekalipun akan menyadari itu tanpa harus menjadi seorang yang ahli membaca situasi. Namun bukannya tersinggung, si pria yang semula terkapar -dan kini sudah berdiri- hanya tersenyum culas sebelum menanggapi.

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang