18. Closer (2)

43 10 0
                                        

Tetto yang dikenal orang merupakan sosok yang selalu logis dan mengedepankan akal sehat dalam memecahkan suatu masalah, namun untuk pertama kalinya pemuda tersebut menemuin titik ragu saat tidak bisa menemukan sebuah jawaban atas apa yang terjadi pada dirinya, seolah kepalanya kehabisan jawaban untuk mengetahui apa yang tengah dialami karena sedari tadi tanpa tahu alasan yang pasti pemuda berkacamata itu mendapati dirinya tertangkap basah dengan wajah yang memerah dari cermin yang terpajang di dinding kamar kost-nya dengan suhu yang tiba-tiba juga terasa memanas. Bahkan Tetto yakin dia sudah meminum parasetamol untuk mengantisipasi bila kemungkinan demam yang mungkin tengah menyerang.

"Arghhh Sebenernya gue kenapa sih?" gumam-nya frustasi setelah beranjak dari posisi terlentang menjadi duduk bersandar. Tidak berselang lama pintu kamar yang semua tertutup rapat entah sejak kapan sudah terbuka dengan memunculkan kepala seorang pria.

"To?" Panggil Aji.

"Yak... Bikin kaget aja." keluh Tetto terlonjak kaget dengan sebelah lengan memegangi dadanya.

"Lah, aku ndak ada rencana buat surprise kok kamu kaget. Lagi pula orang kamu yang dari tadi berisik sampai suaranya kedengaran ke kamarku." balas Aji tak terima yang kini sudah memilih masuk dan duduk di satu kursi yang tersedia dengan satu set meja belajar. "Ono opo sih kamu iki? Coba cerita."

"Aku juga enggak tahu, Ji. Aku ngerasa ada yang aneh sama diriku. Mukaku dari tadi panas, dadaku juga berdebar kencang terus kayak habis olahraga, kadang aku juga suka halusinasi. Aku ini kenapa, ya? Apa aku harus ke dokter aja? Takutnya ada penyakit serius."

"Kamu sebodoh itu buat sadar?" sarkas Aji jenggah.

"Maksudnya?"

"Cuma ada dua alasan buat gejala yang kamu sebutkan tadi, To. Pertama kamu lagi ke rangsang?" tebak Aji dengan mata menyelidik tajam. "Sekarang jujur, kamu habis nonton video porno?"

"Sembarangan itu mulutmu, jangan suka fitnah." elak Tetto tak terima.

"Atau kamu habis praktek mesum?"

"Yakkk. Ak....." dan entah bagaimana kalimat yang biasanya lancar saat Tetto melayangkan penyangkalan atas tuduhan tidak berdasar tersebut kini tersendat di tenggorokan. Sekelebat memori di perpustakaan kembali melintas di kepala tanpa diminta.

"Nah, bener, kan? Hayo kamu habis apa?

"Nggak ada. Di bilang jangan suka tebar fitnah. Aku masih perjaka ya."

Tentu saja Tetto tidak akan mengakui apa pun karena dia tak pernah berbuat mesum, miliknya selalu terjaga dengan aman tanpa pernah mengaduk adonan. Memangnya apa yang harus diakui, ciuman di perpustakaan bersama Jenisa? Itu bukan termasuk hal mesum, kan? Iya kan?

"Analisis kamu ngaco semua. Mending aku periksa aja ke dokter langsung."

"Sayang uangmu To kalo cuma buat konsul hal gak penting. Mending bayar uang kost aku bulan ini aja." sahut Aji mulai beranjak dari kursi. "Kalo aku salah, berarti cuma ada satu kemungkinan lagi."

"Apa?" tanya Tetto dengan rasa penasaran.

"Kamu lagi jatuh cinta."

Apa yang tadi dikatakan Aji si micin dapur, apa dirinya salah dengan mendengar jawaban yang terkesan paling ngawur dan tidak logis tersebut sebagai alasan dari gejala aneh yang tengah dirasakan. Jenis jawaban yang tidak memiliki landasan ilmiah juga bukti konkrit yang biasanya akan langsung Tetto bantah tanpa berpikir panjang, namun entah kenapa pemuda berkacamata tersebut tidak langsung melakukannya saat ini juga. Bahkan tanpa sadar Tetto menyadari dirinya telah melamun, lalu saat sadar dari keterpakuan dan siap melayangkan penyangkalan, sosok Aji sudah menghilang dengan pintu kamar kost-nya yang sudah kembali tertutup. Tanpa sadar pikirannya kembali memutar secara otomatis pertemuan dan kedekatannya dengan Jenisa yang bahkan terjadi belum. Tak terlewat adegan di perpustakaan yang dialami juga masih terekam dengan jelas dalam ingatan membuat Tetto harus menenggelamkan wajah pada bantal dan menolak keras pernyataan Aji mengenai diagnosa yang tengah dialaminya sekarang. Tidak mungkinkan dia benar-benar jatuh cinta pada seorang Jenisa, karena itu sangat tidak masuk akal.

"Siapa bilang aku lagi jatuh cinta? Aku enggak jatuh cinta" Setelah puas meneriakkan kalimat tersebut dengan dibantu bantal untuk meredam, Tetto mengubah posisinya menjadi terlentang dengan kepala menengadah pada langit-langit kamar.

"Apa bener aku jatuh cinta?" gumam-nya bertanya-tanya sendiri.

Setelahnya Tetto kembali termenung. Sadar sudah berbicara hal paling tidak masuk akal, pemuda itu menggelengkan kepalanya cepat. Tetto yakin dia tidak jatuh cinta seperti apa yang Aji katakan, jika pun benar itu benar ia masih sadar diri mengenai siapa sosok yang pantas untuk disukai. Bukan berarti Jenisa tidak layak, hanya saja di sini Tetto lah yang harus sadar diri bila Jenisa bahkan terlalu tinggi untuk dia raih. Bagaimana pun bila diibaratkan antara dirinya dan Jenisa, mereka tidak lebih seperti langit dan bumi. Dari pada cinta, akan lebih masuk akal bila perasaannya pada gadis itu dikatakan sebagai rasa kagum semata dari seorang junior kepada senior. Meski telah meyakinkan diri berulang kali dan menegaskan perasaan yang ada di hatinya hanya sekedar mengagumi, entah kenapa sekelebat bayangan kejadian di perpustakaan terus-terusan mengganggu pikirannya. Karena itu, Tetto yang semula berniat memejamkan mata kini lebih memilih beranjak untuk mengerjakan tugas yang tengah dikejar deadline pengumpulan. Setidaknya dengan sedikit kesibukan bisa mengalihkan otak kotornya dari memikirkan hal-hal yang tidak seharusnya.

Hari silih berganti, pagi yang lain datang menggantikan malam. Tetto menjalani harinya seperti biasa, tak ada banyak perubahan berarti yang terjadi setelah insiden perpustakaan. Entah kejadian itu sesuatu yang berarti bagi Jenisa atau tidak. Tapi bagi Tetto sendiri -yang bahkan belum pernah melakukannya sekalipun- merasa insiden itu menjadi sesuatu yang spesial. Tetto yakin setiap orang pasti sama saat melakukan hal baru yang bahkan tidak pernah dipikirkan memang akan sangat menyenangkan. Merasakan bagaimana sensai saat adrenalin terpacu, jiwa berkobar, dan dada berdebar. Mungkin layaknya nikotin dalam tembakau yang membuat candu seseorang.

Tidak ada yang spesial antara dirinya dan Jenisa. Meski begitu ada satu hal yang jelas berbeda dari hari-hari biasa yang Tetto jalani. Kedekatannya dan Jenisa yang semakin hari semakin terjalin. Dari yang semula dua orang asing yang tidak saling sampai Tetto berani mengatakan bila hubungan mereka seperti istilah friend by accident. Bukan tanpa alasan istilah itu tercetus, karena ia sendiri tak bisa melepaskan semua yang terjadi dari apa yang sudah mereka alami.

Beberapa waktu saat Jenisa mengunjungi perpustakaan, gadis itu bahkan tak segan untuk menyapanya di antara banyak pengunjung lain. Tentu saja hal tersebut menarik perhatian, karena pada kenyatanya seorang yang memiliki kepopuleran seperti Jenisa memiliki kehidupan pribadi yang tidak akan pernah lepas dari sorotan publik seolah kehidupan gadis itu menarik untuk kulik. Begitu pun saat Jenisa -sang Dangerous Woman- mendatangi Tetto, yang pada dasarnya hanya seorang mahasiswa biasa, hal itu sukses menimbulkan tanda tanya di kepala setiap orang dan mulai mempertanyakan hubungan keduanya. Tetto sendiri hanya bisa menundukkan kepala malu saat dirinya yang selalu menjalani kehidupan transparan dengan tidak banyak dikenal orang mulai menjadi pusat perhatian, tidak bisa dipungkiri jika pemuda berkacamata itu merasa sedikit tidak nyaman saat banyak pasang mata menyoroti-nya dengan pandangan berbeda yang mau tak mau membuat Tetto bertanya-tanya apakah ada yang salah pada dirinya.

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang