Satu hal yang saat ini Tetto butuhkan yaitu ketenangan, setelah ia harus menghadapi Jenisa dengan segala tingkah gadis itu yang kerap kali membuatnya kebingungan dan harus selalu sedia mempersiapkan hati. Bahkan waktu beberapa hari tidak cukup untuk membantunya menjernihkan pikiran di saat Jenisa masih sering datang berkunjung ke kantor tempatnya bekerja, terlebih sejak insiden tempo hari dimana gadis itu mengumumkan hubungan mereka yang masih dalam proses pendekatan semakin menambah beban pikiran sang pengacara. Helaan napas berat coba sang pengacara keluarkan berharap beban yang sebelumnya seolah terasa menghimpit ikut pergi bersama karbon dioksida yang dihembuskan ke udara.
"Pak?"
"Astaga...." pekik Tetto terkejut.
Namun agaknya hanya lima detik waktu untuknya bisa menikmati ketenangan karena tak berselang lama kehadiran sesosok pemuda dengan tablet yang setia dibawa sukses menghancurkan sesi meditasi yang coba Tetto lakukan. Rendi, si sosok yang terbiasa datang tanpa diundang juga pergi tanpa diperintah menjadi tersangka utama yang merusak ketenangan sang pengacara. Tetto jadi curiga dan sangsi sendiri bila sosok sang sekretaris tak lain sosok jelmaan dari boneka jelangkung, karena bukan sekali dua kali hal ini terjadi. Seolah Rendi merupakan orang yang tak tahu adab dan tatak rama saat hendak memasuki ruangan seseorang dengan melupakan prosedur operasional yang berlaku, yaitu mengetuk pintu.
"Kamu bisa nggak sekali saja kalau enggak bikin kaget saya?"
Rendi yang masih setia berdiri dekat pintu tidak jadi melanjutkan langkahnya dengan tetap berdiri seperti orang linglung. Pemuda itu bahkan tidak memperlihatkan raut bersalah dengan hanya menunjukkan kerutan di dahi dan alis yang hampir menyatu persis seperti orang kebingungan, bahkan setelahnya bukan kata maaf yang keluar melainkan kalimat yang mempertanyakan kesalahan yang telah dilakukan.
"Kenapa, Pak?" tanya Rendi heran.
"Kamu masih tanya? Apa kamu enggak pernah belajar sopan santun?"
"Ahh... Maksud Anda soal mengetuk pintu, Pak?"
Tetto benar-benar merasa tak percaya saat mendengar tidak ada sedikitpun rasa bersalah dan segan yang ditunjukkan Rendi. Sekalipun Tetto bukan tipe orang yang tergila-gila dengan jabatan dan kehormatan sehingga menjunjung tinggi hirarki dalam satu perusahaan, hanya saja apa yang dilakukan Rendi juga tidak bisa dibenarkan dengan melupakan sopan santu yang seharusnya ditunjukkan seorang sekretaris kepada atasan. Ia lebih suka merangkul orang lain dan menganggap semuanya setara dengan satu kata, yaitu teman, namun agaknya harus ada pengecualian terhadap satu orang, yaitu Rendi. Kata teman seakan tidak perlu lagi bila melihat tingkah pemuda itu yang terkadang bersikap lancang.
"Saya sudah pastikan kalau nona Jenisa sudah pergi. Jadi seharusnya tidak ada apa-apa, saya tidak harus berpura-pura formal."
"Berpura-pura?" gumam Tetto bertanya sendiri dengan nada tidak percaya. "Wahhh, jadi kamu cuma mengetuk kalau ada Jenisa?"
"Tentu saja. Karena itu berpengaruh pada first impression dia pada saya, Pak."
Entah harus berapa kali Tetto merasa speechless mendengar penuturan yang Randi katakan. Seolah tidak cukup dengan bersikap lancang, kini pemuda itu bahkan terang-terangan menunjukkan ketertarikannya pada seorang Jenisa. Jika saja Rendi bukan anak dari teman pemilik firma tempatnya bekerja, sudah Tetto tendang sedari dulu. Beginilah hasilnya bila mencari pegawai dari hasil koneksi sesama teman, dimana kualifikasi kerapkali sering dikesampingkan. Sekalipun dari segi pendidikan dan pengetahuan pemuda itu sudah cukup mumpuni, hanya saja akhlaknya yang nol besar seharusnya membuat pihak HRD langsung melayangkan penolakan. Kini Tetto lah yang harus jadi korban menghadapi tingkah aneh bin ajaib pemuda itu sebagai atasan langsung saat menyampaikan laporan. Karena sekalipun mengajukan keluhan pada pihak atasan, sudah pasti hanya ada kata sabar yang di dapat saat keluar dari ruangan sang atasan. Meski begitu setidaknya ia sudah mulai sedikit terbiasa akan sikap Rendi yang kerap kali di luar nalar, dengan mempertimbangkan kemampuan yang dimiliki cukup sepadan dengan tingkahnya yang sering membuat kepala dilanda migrain dadakan.

KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS WOMAN
RomanceBagi Tetto menjalani hidup dengan tenang dan menghindari masalah adalah pilihan, itu karena Tetto remaja dengan sukarela menjerumuskan diri dalam sebuah masalah tanpa peduli resiko yang bisa saja menimpa. Karena kenaifan-nya dulu yang mempercayai se...