16. Devil Angel (2)

38 11 0
                                    

"Rin, maaf. Gue lupa." Sesal-nya dengan tangan menangkup memohon ampun.

"Sebaiknya elo nggak minta ketemu cuma buat hal gak penting."

Jenisa tersenyum tipis melihat respons sang teman yang meski masih menunjukkan seorang yang tengah marah, Arin masih memberinya kesempatan untuk bercerita. Oleh karena itu gadis pemilik restoran pasta itu sengaja memesankan terlebih dahulu minuman untuk menemani pembicaraan mereka yang mungkin akan menguras energi. Tak berselang lama seorang staf pramusaji mengantarkan dua gelas jus yang sudah Jenisa minta dari atas nampan. Melihat Arin yang menikmati minumannya, membuat Jenisa sedikit bisa mulai bernapas lega, karena saat itulah dimulainya sesi curhat yang mungkin tidak akan sebentar. Sementara Arin yang hampir menghabiskan isi dari setengah gelas miliknya, Jenisa hanya sibuk mengaduk minumannya tak berminat saat tidak tahu harus dari mana dia mulai bercerita.

"Tetto, dia dateng lagi." Ungkap Jenisa dengan suara pelan.

Lima detik berlalu Jenisa masih memperhatikan sang kawan yang tampak tenang dan tidak peduli dengan masih sibuk menyeruput minumannya sendiri.

"Rin, kok gitu, sih." Jenisa merengut melihat reaksi sang sahabat.

"Terus kenapa? Toh Tetto benda mati, nempel di badan lagi"

"Hah?" untuk beberapa saat, Jenisa tidak bisa menutupi kebingungannya karena tidak mengerti arah percakapan yang tengah mereka bicarakan. "Itu Tato, Juminten. Gue lagi serius ini!"

"Ya kenapa sih, kan dia sibuk jualan dagang buat nambung beli tiket nonton bola di Eropa."

"Hah, apaan lagi. Itu Parto, tukang cilok depan SMA." Geram Jenisa merasa kesal.

"Terus siapa?" tanya Arin malas sambil menyeruput kembali minuman sari buah jeruk dalam gelasnya.

"Tetto mantan gue di kampus."

"Tetto" gumam gadis itu sendiri dengan mata menerawang.

Setelah menerangkan dengan lebih jelas dan spesifik, Arin mulai tampak serius mengingat satu nama tersebut. Seingatnya tidaak banyak orang yang menggunakan nama unik tersebut di zaman kuliah mereka, terlebih Jenisa dengan jelas mengatakan sang pemilik nama merupakan salah satu dari deretan para mantan yang membuat Arin bisa dengan mudah mempersempit radar pencarian mengenai sosok pria bernama Tetto yang Jenisa bicarakan.

"Tetto yang kaku?" tebak Arin kemudian.

Jenisa mengangguk.

"Tetto yang kacamata?"

Kembali Jenisa mengangguk sebagai jawaban.

"Tetto si TTS?"

"Hmm" jawab Jenisa dengan bergumam.

Byurrrrr Tepat di saat itu juga Arin tak kuasa untuk menyemburkan jus jeruk dalam mulutnya saat menyadari tebakan asal yang dia sebutkan mengenai sosok dari satu orang yang dia curigai sebagai objek pembicaraan mereka memang sosok yang sama dan kini muncul kembali seperti yang Jenisa jelaskan.

"Iwhhh, hujan buatan" geram Jenisa sambil mengelap lengannya yang terkena bulir jus dari mulut Arin. "Jorok tahu."

Meski Jenisa kesal dan pengunjung lain juga terkejut dan terganggu dengan aksi sang sahabat, Arin sendiri memilih terdiam menganalisis situasi yang kemungkinan tengah terjadi antara Jenisa dan sang mantan yang kembali datang. Satu nama itu langsung terngiang dan memenuhi kepalanya, nama yang tidak banyak digunakan orang ditambah karakter sang pemilik nama yang luar biasa kaku dan tidak mudah dilupakan. Tetto si TTS julukan yang sengaja Arin berikan sebagai nama panggilan khusus untuk mantan kekasih Jenisa yang satu itu. TTS yang disematkan bukan berartiTeka Teki Silang seperti singkatan kebanyakan, melainkan kepanjangan dari singkatan nama lengkap Tetto Tegar Sebastian.

Arin jelas tahu siapa sosok itu mengingat dirinya teman baik seorang Jenisa, gadis populer di kampus mereka. Tetto atau yang biasa dipanggil TTS olehnya itu merupakan pria berpenampilan kaku dengan kacamata yang setia membingkai wajahnya. Pria itu juga dikenal sebagai cinta kekhilafan seorang Jenisa, karena banyak orang yang tidak mempercayai hubungan mereka dan menganggap bila Tetto tidak sebanding untuk seorang Jenisa. Bagaimana tidak, Jenisa yang populer dan dikejar banyak pria memilih seorang yang menyedihkan untuk dijadikan pacar. Layaknya cerita beauty and the beast di film-film versi dunia nyata, kabar tersebut pun langsung beredar luas dengan di kalangan mahasiswa.

"Ahahaha" Arin tak bisa membendung tawanya membayangkan bagaimana rupa dari sosok pria dimasa lalu mereka tersebut. "Dia gimana sekarang, apa masih cupu kayak dulu?"

Jenisa memilih abai dengan mata menerawang. "Kayaknya dia dendam deh sama gue, Rin." gumam Jenisa dengan nada menyesal.

"Ya udah sih, siapa suruh dia suka sama elo. Dia juga nggak sadar diri dari awal. Terus kalau dendam memang dia bisa apa?" tanya Arin menantang.

Apa yang dikatakan Arin tanpa sadar membuat Jenisa mengulang memorinya pada hari-harinya seminggu ke belakang. Awalnya dia juga berpikir sama seperti sang sahabat bila kehadiran Tetto tak harus mempengaruhinya. Toh, memang apa yang bisa lelaki itu lakukan. Namun seminggu ke belakang Jenisa mulai tak sejalan dengan pemikiran tersebut saat kenyataan menampar-nya bila Tetto bisa melakukan apa saja untuk mengusik hidupnya yang tenang.

Jenisa ingat hari itu ialah hari yang sibuk bagi restorannya. Dan sosok Tetto datang dengan tak diundang mengacau dengan menjadi pelanggan. Si tersangka memesan lalu mengkomplain akan rasa makanan yang tak sesuai seleranya. Beberapa kali sajian berbeda dihidangkan namun pria itu tetap mengeluh dengan alasan aneh-aneh. Hingga anak buahnya harus memberi laporan langsung dan membuat Jenisa turun tangan. Sejujurnya dia sudah berniat untuk menghindari pria itu bagaimanapun caranya. Namun melihat karyawannya yang kewalahan membuat gadis itu tak tahan. Tak banyak yang Jenisa lakukan. Gadis itu hanya membawa satu piring pasta yang sebelumnya di komplain untuk orang yang sama. Dan apa yang terjadi, pria itu makan dengan tenang tanpa banyak bicara membuat Jenisa dan beberapa pegawainya yang ada di sana terperangah. Ingin rasanya saat itu Jenisa mengumpat dengan tangan mencakar wajah mengesalkan itu.

Lain kasus di lain hari. Si pria kembali datang dan ia ingat betul saat itu malam hari. Jam dinding yang sudah menunjukkan waktu untuk karyawannya pulang dan menutup restoran harus mundur saat seorang pengunjung dengan tidak tahu diri tetap duduk manis mengerjakan pekerjaan di salah satu meja dengan makanan yang masih tersisa. Kembali para karyawan mengeluh dan menelepon bosnya yang sudah berada di perjalanan pulang hingga membuat Jenisa menghela napas lelah dan mau tak mau harus kembali turun tangan. Sejujurnya Jenisa sudah meminta Adif memerintahkan pihak keamanan untuk menyeret saja pria itu keluar, namun dengan santainya pria itu merebut ponsel Adif dan melontarkan sendiri ancaman akan pelayanan restoran yang buruk dan siap dibawa ke persidangan jika perlukan. Tidak ada yang berani menyeretnya, tak satu pun orang bahkan pihak sekuriti sekalipun hingga membuat Jenisa mau tak mau harus kembali memutar arah. Sesampainya di sana semua orang tertunduk khidmat dengan si pria pembuat masalah yang dengan santainya duduk dengan tangan terlipat ke dalam sementara matanya menyorot meremehkan. Masih banyak lagi kasus berbeda yang pemuda itu buat hingga membuat Jenisa pening dibuatnya. Awalnya ia kira sekalipun penampilan pemuda itu berubah setidaknya Jenisa yakin sifat pemaaf yang dimiliki pemuda itu tidak akan ikut berubah, namun kenyataan yang sedang dihadapi tidak mengatakan demikian karena asumsinya merupakan sebuah kesalahan besar.

"Masa dia kayak begitu?" tanya Arin tak percaya. "Lo gak lagi mengarang indah, kan?"

"Ya kali mengarang indah, yang ada mimpi buruk. Lagi pula memang dari cerita yang gue tadi ada gitu gue merasa bahagia gara-gara diteror orang?"

Suara bunyi lonceng di pintu masuk yang terbuka menginterupsi perhatian kedua orang yang tengah asik berbincang tersebut. Di sana seorang pria dengan wajah tampannya masuk dengan lengan menyugar rambut yang terlihat basah oleh peluh keringat yang bercucuran. Kaos putihnya yang sedikit basah juga celana training dengan handuk yang tersampir di leher menandakan jika pria itu telah selesai berolahraga. Jenisa mengalihkan mata pada sahabatnya untuk memberi peringatan, namun yang didapati sang pemilik restoran tak lain dan tak bukan ialah Arin yang tampak terpukau oleh pesona si pria berwajah malaikat pendendam di sudut lain restoran.

"Ganteng banget." puji Arin tanpa sadar.

Jenisa menghela napas pelan dengan menggelengkan kepalanya merasa prihatin pada sang kawan. "Asal elo tahu, dia Tetto si TTS."

Bertepatan saat Jenisa selesai menyampaikan informasi tersebut, Arin menatap horor Jenisa yang nampak menggelengkan kepala dengan wajah nelangsa. Karena sadar, sebentar lagi neraka akan segera mendatanginya.

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang