"T-Tetto Tegar Sebastian."
Saat pertama kali membaca rentetan kata yang merangkai menjadi nama tersebut, entah kenapa nama itu terasa tak asing di telinga Jenisa. Namun tak perlu repot menggali memori masa lalu lebih dalam guna mencari dari sang pemilik nama, tanpa diminta pria itu sudah menjelaskan jati dirinya sendiri. Tentu saja Jenisa lupa, bagaimana mungkin pria berkacamata yang kaku dalam ingatannya bisa berubah menjadi seperti sekarang, ia bahkan yakin tidak ada yang akan menyangka Tetto yang lugu berubah menjadi pria berparas rupawan.
Tetto Tegar Sebastian merupakan salah satu mahasiswa di universitas yang sama di tempatnya belajar dan harus Jenisa akui sebagai salah satu mantan pacarnya. Namun satu hal yang Jenisa tidak paham, yaitu mengenai situasi yang tengah berlangsung sekarang, aura permusuhan yang pemuda itu tunjukkan jelas tidak mengatakan bila mereka tengah melakukan reuni antar mantan. Jika tahu pria yang ditolongnya di tengah hujan adalah pria itu, sepertinya Jenisa akan berpikir ulang atau jika perlu berulang kali meski rasa kemanusian sebagai bahan pertimbangan.
"Kamu mau sampai kapan melihat aku seperti itu?" celetuk Tetto dengan nada ketus yang sukses membuat Jenisa terkejut. "Aku tahu aku tampan sekarang, dan masih manis seperti dulu." seolah sadar memilih kata yang salah, Tetto segera membungkam mulut dengan sengaja menggigit lidah.
Mencoba menyembunyikan ekspresi meringis menahan sakit Tetto memilih berpura-pura menundukkan kepala seolah menikmati sepiring pasta di atas meja. Pemuda itu sadar kalimat yang dilontarkan terkesan mengungkit kisah masa lalu mereka, dan ia hanya mencoba menghindari kemungkinan bila Jenisa bisa salah paham dan berpikir bila Tetto masih mengharapkan sebuah kesempatan.
Memang dasar lidah sialan.
"Maaf tapi sepertinya kamu harus pergi sekarang, restoran seharusnya sudah tutup."
Apa yang Jenisa katakan sukses untuk menarik perhatian pria itu hingga kembali mengangkat kepala. Kerutan di dahi yang ditunjukkan menandakan kebingungan sebelum pria itu melayangkan protes karena tidak terima. "Maksudnya kamu usir aku? Apa jangan-jangan ini berkaitan mengenai masalah pribadi kita sampai kamu tega usir orang yang mau berteduh sebentar karena habis kehujanan cuma gara-gara nggak nyaman?"
Jenisa yang mendengarnya tak bisa untuk membulatkan mata merasa tak percaya pada kalimat yang barusan didengar. Bagaimana bisa seperti itu, keputusannya memang murni karena jam buka restoran memang sudah seharusnya tutup dan tidak menerima pelanggan, dia juga butuh waktu istirahat untuk hari esok yang akan datang untuk kembali mengelola restoran. Maaf saja, tapi tidak ada di kamus hidup seorang Jenisa jika menentukan keputusan harus menyangkut-pautkan dengan masalah pribadi antara yang bersangkutan. Terlebih bila mengingat di mana Jenisa ialah seorang bussineswomen di dunia kuliner, tuduhan tanpa dasar yang dilayangkan pria itu terkesan mengarang. Tentu saja Jenisa tahu dia harus bersikap profesional terhadap pelanggan, karena itu hal mendasar dalam menjalankan bisnis agar bisa tetap bertahan. Jadi salah besar bila pria itu mengatakan bahwa keputusannya tidak adil karena dipengaruh faktor masa lalu seperti yang sebelumnya disebutkan.
"Tetto, seperti yang kamu bilang 'bisa kita akhiri drama ini' seolah kita kenalan lama yang cukup akrab untuk saling menyapa, menanyakan kabar, pekerjaan, status, pasangan, atau yang lainnya." balas Jenisa mencoba untuk tetap bersikap tenang.
"Menurut kamu begitu? Tapi menurutku kita tidak sedang bersitegang, kan? Kita juga memang kenalan lama, bebar bukan?" Mau tak mau Jenisa mengangguk patuh.
"Kamu juga enggak membenciku, kan?" Lagi Jenisa mengangguk meski dengan rasa ragu untuk yang satu ini.
"Dan kalo kamu mau tahu, kabarku baik-baik saja, meski setelah seseorang dengan kejam mencampakkanku saat menjalin hubungan." Untuk kedua kalinya Jenisa membulatkan mata terperangah. "Sekarang aku bekerja di firma hukum ATP, status masih lajang, dan belum memiliki pasangan." Lanjut Tetto menjelaskan.
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS WOMAN
عاطفيةBagi Tetto menjalani hidup dengan tenang dan menghindari masalah adalah pilihan, itu karena Tetto remaja dengan sukarela menjerumuskan diri dalam sebuah masalah tanpa peduli resiko yang bisa saja menimpa. Karena kenaifan-nya dulu yang mempercayai se...