Hari baru bermula, Jenisa dengan pegawainya sudah memulai aktivitas dengan sibuk membuka restoran juga menyiapkan segala keperluan. Sang pemilik yang tengah memonitor kinerja karyawannya di akhir bulan yang amat semangat menunggu salary turun tidak bisa untuk tidak tersenyum. Hingga kegiatannya harus dihentikan saat Naya datang dengan selembar kertas berisi list stock persediaan bahan masakan yang sudah menipis. Menerima kertas tersebut, Jenisa lantas serius menekuni tiap laporan yang tertulis dengan memilih duduk di salah satu kursi. Melihat arah jarum di jam tangan yang tengah dikenakan sudah menunjukkan pukul sembilan, gadis itu buka suara meminta salah satu karyawannya membalik papan tanda ditutup menjadi buka.
"Lisa buka restoran." Pinta Jenisa tanpa mengangkat kepala.
Sedetik setelah tanda closed yang tergantung di pintu masuk kini telah berubah menjadi open, bunyi lonceng langsung terdengar memenuhi ruangan bersamaan dengan pekikan tertahan Lisa yang kaget saat pintu di depannya di dorong tanpa aba-aba. Hal itu sukses membuat atensi Jenisa teralihkan, kepala gadis itu terangkat dan sedetik kemudian matanya membulat menangkap kehadiran seorang pria yang seolah tak asing di matanya. Dengan jas hitam yang membalut tubuhnya, rambut mengkilap tertata rapi, tak lupa wajah itu, wajah dengan senyum miring meremehkan. Jenisa tidak bisa lupa meski hanya sekali melihat wajah itu mengingat pertemuan mereka terjadi kemarin malam juga meski wajah itu sudah berubah total, dia Tetto Tegar Sebastian. Langsung saja tanpa berpikir panjang Jenisa memilih berdiri untuk menghindar, suara kursi yang didorong ke belakang membuat perhatian karyawan yang ada serentak menoleh padanya. Tanpa banyak bicara Jenisa mulai berbalik, gadis itu tak ingin berurusan lebih dengan pria di ambang pintu dan jangan sampai apa yang dia pikirkan semalam benar-benar menjadi kenyataan, karena itu dia lebih memilih menghindar.
"Silakan masuk, mau pesan apa?" Masih bisa di dengarnya suara Lisa yang kebetulan masih berdiri di samping pintu melayani dengan ramah.
"Saya mau pesan dia."
Jenisa rasa telinganya tidak bermasalah karena sesaat setelah suara berat itu terdengar, tidak ada lagi yang terdengar baik suara dari Lisa yang menyanggupi atau sekedar meminta untuk menunggu sejenak agar hidangan bisa disajikan. Meski begitu Jenisa memilih tidak peduli dengan tetap melanjutkan langkah.
"Saya pesan kamu, Jenisa Alicia Jhonnsy!" ulang Tetto dengan suara yang lantang. "Kamu dengar saya, kan?"
Saat itu langkahnya benar-benar berhenti, telinganya mengirimkan implus yang Jenisa sendiri ragu apa ia sungguh mendengar namanya disebutkan sebagai pesanan. Namun ketika membalikkan badan, Jenisa tahu jika telinganya memang tidak salah dalam mendengar. Kabar baiknya ia tak perlu ke dokter untuk memeriksakan telinga yang berarti uangnya masih selamat, tapi kabar buruknya pria di depan sana sungguh membuatnya ingin menenggelamkan diri di palung lautan terdalam.
"Adif tolong kamu bantu Lisa layani dia. Dia pelanggan yang enggak mudah ditangani." setelah mengatakannya Jenisa memilih acuh dengan kembali berbalik hendak pergi.
"Apa suaraku kurang jelas, kak Jenisa... sayang?"
Untuk kedua kalinya Jenisa harus menghentikan langkah kaki dengan mata terpejam mencoba menahan diri dan memperpanjang kesabaran.
Apa-apaan pria satu itu. Umpatnya dalam hati. Seolah sadar akan sia-sia jika melarikan diri, gadis itu mulai membalikkan badan dengan mata memicing tajam pada sesosok pria yang hanya tersenyum tanpa merasa berdosa setelah menjadikan mereka berdua sebagai pusat perhatian di mata para karyawan.
"Kalian semua balik kerja." pintanya pada seluruh karyawan.
Menyadari jika bukan hanya dirinya saja yang ada di sana yang mendengar panggilan menyebalkan tersebut membuat Jenisa merasa derajat dan martabatnya seolah terjun bebas dari atas jurang. Entah akan bagaimana citranya nanti di mata para pegawai, karena dia juga yakin karyawannya tidak akan tinggal diam mendengar penuturan si pria asing yang menyebut Jenisa -yang notabenenya sebagai seorang owner restoran- dipanggil dengan embel-embel sayang dari mulut seorang pria sementara yang mereka tahu atasannya tersebut tidak sedang menjalin hubungan dengan seseorang. Jenisa sudah bisa memperkirakan jika mereka pasti tengah berfantasi dengan rasa penasaran, entah itu akan siapa sosok si pria yang memanggil Jenisa dengan kata sayang, atau hubungan apa yang di miliki keduanya. Namun seorang yang terkena noda di baju putih sekalipun tidak ingin sampai bajunya berubah warna secara total. Sama seperti yang Jenisa alami sekarang, pengakuan Tetto yang mengejutkan baginya ibarat sebuah noda yang membuat citranya tercemar, namun meski begitu Jenisa tidak akan membiarkan pria itu menorehkan lebih banyak noda dan semakin mencoreng nama baiknya dengan membiarkan pria di depan sana kembali berkoar-koar.
"Jadi Anda mau pesan apa?" tanya Jenisa tidak berminat setelah meminjam kertas catatan kecil juga pulpen milik Lisa untuk mencatat pesanan.
Entah apa yang dia pikirkan hingga seorang owner harus mengurusi pekerjaan karyawan, tapi jika mempertimbangkan apa yang bisa dilakukan pria tersebut lakukan membuat Jenisa mau tak mau harus mengalah. Namun seakan Tuhan tengah menguji tingkat kesabarannya, pria yang ditanyai hanya diam tanpa menyebutkan pesanan dan hanya duduk dengan tangan terlipat.
"Kamu mau berdiri terus? Apa kita harus bicara sambil berdiri?" sindir pria itu dengan nada sinis.
Jenisa yang tidak mau ambil pusing kembali memilih mengalah, di dudukinya satu kursi yang tepat menghadap langsung pada sang tersangka. "Tetto, kalau kamu mau main-main, di sini bukan tempatnya. Lebih baik kamu pergi secara sukarela dari pada aku usir."
Berbeda dengan yang Jenisa bayangkan di mana bisa saja Tetto tersinggung setelah mendengar pengusiran yang dia tunjukkan secara terang-terangan, nyatanya pria itu tidak banyak bereaksi dengan tetap diam sementara matanya menyorot tajam dan bibirnya tersenyum miring seolah meremehkan.
"Jadi begini pelayanan di restoran ini?" Tak kurang, decakan tak suka keluar dari mulutnya. "Aku bisa saja loh complain dan hancurkan reputasi restoran kamu sekarang." Lanjutnya mengancam.
"Dan kenapa aku harus percaya kamu mau melakukannya"
Tetto sukses dibuat bungkam. Pria itu benar-benar kehabisan alasan dan tidak bisa untuk menjawab. Sulit untuk diakui tapi kenyataannya itu benar, dia tidak punya alasan untuk merealisasikan ancamannya pada gadis itu. Tetto sendiri ragu apakah dirinya bisa melakukan hal tersebut. Karena merasa tersudut, pemuda itu lebih memilih mengalihkan pembicaraan.
"Aku lapar."
"Terus apa peduliku."
Tetto yang mendapat nada ketus menarik nafas mencoba untuk bersabar, kenapa sesulit itu memulai pembicaraan yang baik. "Aku yakin kamu enggak sebodoh itu, Jenisa."
Kurang ajar itu mulut. Umpat Jenisa dalam hati.
"Kira-kira apa makanan yang enak buat sarapan?" lanjutnya.
Sang pemilik restoran melotot mendengar pertanyaan tersebut, sungguh tidak bermutu. Kabar baiknya Tetto memang tidak datang mengajaknya untuk mengibarkan bendera perang, tidak seperti kerisauan-nya yang terus Jenisa pikirkan semalam. Mungkin memang sikap Tetto yang pemaaf masih tidak berubah, dan kehadirannya saat ini mungkin hanya untuk menjalin tali pertemanan. Jenisa memilih bangkit berdiri meninggalkan pemuda itu dengan raut bingung tanpa mengatakan sepatah kata.
"Kamu mau ke mana? Aku belum selesai loh, aku bahkan belum pesan. Aku enggak bakal pergi sebelum mendapat pelayanan, ingat!" teriak Tetto menggema di seisi ruangan yang pasti di dengar para karyawan.
![](https://img.wattpad.com/cover/214541971-288-k985744.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS WOMAN
RomansaBagi Tetto menjalani hidup dengan tenang dan menghindari masalah adalah pilihan, itu karena Tetto remaja dengan sukarela menjerumuskan diri dalam sebuah masalah tanpa peduli resiko yang bisa saja menimpa. Karena kenaifan-nya dulu yang mempercayai se...