64. Friend's (2)

9 2 0
                                        

"Hi, girls." sapa Arin dengan suara lonceng yang terpasang di pintu sebagai latar belakang musik.

Melihat kedatangan salah satu kawannya yang lain tersebut sukses membuat mata Jenisa berbinar dengan senyum mengembang. Tak lama gadis dengan pakaian rapi dan bibir yang dipoles dengan gincu merah menyala itu mengambil tempat tepat di satu kursi yang masih kosong di meja yang sama.

"Lagi pada bahas apa sih, kayaknya seru sampai mewek begitu."

Seru gundulmu.

Ingin rasanya Jenisa meneriakkan kalimat itu namun apa daya dia tak sampai hati untuk kembali mengacaukan suasan yang berangsur tenang. Lebih baik bermain aman dengan tidak mengambil risiko sama sekali yang mana bila dia berkomentar sendikit saja itu bisa saja menjadi bumerang, karena itu terdapat peribahasa bahwa diam itu emas.

"Temen elo, tuh. Dia malah masuk kerja coba." adu Sri berniat mencari sekutu.

"Terus kenapa?" balas Arin bertanya bingung.

Mendengar ketidakpekaan satu kawannya yang lain membuat Sri benar-benar mengakhiri drama tangisnya, seolah ada semangat api yang diwariskan dari pemimpin desa daun kepada ibu hamil tersebut untuk memberikan argumen yang masuk akal hingga membuat dua gadis singel di depannya paham.

"Masa elo nggak peka, sih? Seharusnya selama ini lo sebagai sahabatnya juga ceramahi dia dong. Jenisa kita ini sudah lama banget jadi kaum jomblo, dan apa elo tahu alasannya?"

Arin hanya menggeleng sebagai jawaban, malas menebak.

"Dia gila kerja. Astaga." Keluh Sri menghela napas berat. "Bayangkan betapa suram hidupnya cuma berputar dirutinitas yang sama, kelola restoran, pulang, tidur. Gimana kalau sahabat kita satu ini jadi perawan tua?" lanjut wanita itu deengan nada serius mengungkapkan kerisauannya.

Bukannya semakin mengerti, Arin justru tampak makin bingung mendengar penjelasan Sri yang menurutnya tidak logis. Secara seorang Jenisa yang pesonanya bisa membuat seorang lelaki mimisan hanya dengan sekali kedipan dikatakan akan menjadi perawan tua tanpa pasangan. Dari pada menambah kebingungan, Arin lebih memilih menolehkan kepala tepat di mana Jenisa duduk untuk meminta penjelasan.

"Dia mau gue cepet susul buat punya anak supaya bisa besanan." balas Jenisa jengah memberi garis besar permasalahan.

Saat itu pula tawa Arin langsung pecah seketika. Gadis itu tertawa lepas tak menghiraukan sekitar di mana beberapa karyawan di sana tengah mengelap meja.

"Lo masih waras kan Sri? Ini Jenisa loh. Jadi sebenernya itu yang jadi permasalahan? Niat elo kasih Jenisa free buat itu tujuannya?" tanya Arin setelah puas tertawa.

"Ya, dua-duanya. Gue gak enak, kita berdua kan sudah bangun ini restoran bareng-bareng. Lo tahu kan sejak gue pindah ke luar kota Jenisa sendirian yang kelola. Sekali-kali Jenisa juga harus punya waktu pribadi buat liburan, dan siapa tahu ada cowok yang jatuh di jalan yang juga cukup beruntung sampai Jenisa bisa suka sama dia."

"Udah stop, makin lama makin gak bener pembahasannya. Lagi pula gue di sini juga disuruh sama si Lana, suami lo." Pungkas Jenisa berusaha mengakhiri pembahasan.

Sadar salah menyebutkan nama, Jenisa hanya bisa menghela napas pelan merutuki kebodohannta dalam hati. Benar saja apa yang ditakutkan terjadi, karena tak lama kemudian didapatinya raut wajah Sri yang sudah menggelap bagai awan badai.

"Suami gak tanggung jawab. Istrinya ditinggal cuma buat urus kerjaan di luar kota." geram Sri yang langsung terpicu kala membahas sang suami, Maulana. Wanita hamil itu dengan cepat melupakan pembahasan jodoh untuk Jenisa juga besanan yang sebelumnya menjadi topik utama.

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang