17. Closer (1)

43 10 0
                                        

Masa lalu...

Dari kecil, Tetto tak pernah dekat dengan seorang gadis. Entah karena tidak adanya ketertarikan atau mereka yang juga tidak menginginkan berinteraksi dengannya hingga lebih memilih membatasi pergaulan. Menginjak masa pubertas, Tetto mulai sadar jika dia sedikit berbeda dari kebanyakan teman-temannya yang lain. Entah dari segi pergaulan, bahkan hingga penampilan yang paling menunjukkan perbedaan yang signifikan. Sejak mengenakan seragam putih abu, pemuda berkacamata itu mulai sadar penampilan fisik merupakan sesuatu yang penting bagi kebanyakan orang, Tetto juga sadar penampilannya tidak bisa dikatakan menarik di mata orang lain. Namun sepenting apa pun itu, Tetto remaja memilih tidak peduli karena dia hidup bukan dari penilaian orang lain.

"Oi, To. Di sini." panggil Dendi dari kejauhan dengan tangan melambai. Pemuda yang mengenakan kemeja flanel motif kotak-kotak dengan kancing yang tak saling terkait sehingga menunjukkan kaos hitam yang dikenakan sebagai dalaman itu tengah duduk di atas rumput bersama Aji yang sibuk menekuri laptop di pangkuan. Tetto yang memang sudah memiliki janji temu dengan dua kawannya langsung bergabung tanpa basa-basi.

"Hai, To." sapa Aji setelah menaikkan wajah. "Mas Dimas bilang kamu dapat salam dari bapak kos." Lanjut Aji memberikan informasi.

"Hmmm Paling mau tagih uang kos." balas Tetto bergumam dengan tangan mengambil waffer yang diketahui milik Dendi.

"Oh ya, berhubung udah pada kumpul semua, sini merapat gue mau cerita sesuatu." Pinta Dendi dengan nada antusias. Tetto yang malas memilih mengacuhkan dengan tetap sibuk mencomot tiap wafer yang masih tersisa. Sementara Aji sendiri sudah menghentikan kegiatan mengetiknya dengan mata menatap malas teman satu fakultasnya.

"Elo pada bisa jaga rahasia, kan?" tanya pemuda itu yang dibalas anggukan malas dua kawannya. "Kalian tahu semalem gue nge-date sama Dinda?"

"Di kira mau cerita apa. Aku juga dulu sering kali nge-date sama Kayla. Yah, walaupun sekarang udah jadi mantan? Ndak, usah cerita pun aku tahu apa aja yang biasanya orang lakukan pas nge-date sama pacar." Balas Aji tak berminat.

"Yeh, si Tukiyem denger dulu. Belom sampai klimaks udah hujat aja." Dendi yang jengkel melempar sisa kulit kacang yang selesai dimakan. "Gue yakin elo belum pernah kayak gue." Lanjutnya dengan nada sombong.

"Dimana-mana ya nge-date sama aja. Ada-ada aja." cibir Tetto tak tahan karena bertele-tele dengan mulut penuh mengunyah wafer sementara tangannya sibuk membuka segel botol air mineral yang juga sudah tersedia di sana.

"Denger dulu. Emang kalian tahu gue sama Dinda ngapain kemarin?" kontan keduanya menggeleng bersamaan sebagai jawaban. Setelah mendapat rasa penasaran dan atensi penuh dua kawannya -minus Tetto yang hanya menyimak dan sibuk mengambil makanan- senyum miring terukir dari bibir Dendi yang hendak melanjutkan cerita. "Gue cipokkan."

Byurrr....

Tak sampai satu detik reaksi yang cukup spontan itu keluar dari satu orang yang tak diduga, sementara dua orang yang semula asik bercerita itu kontan menoleh dengan tatapan tercengang menatap sosok berkacamata yang duduk di samping mereka bingung.

"Lo gak apa-apa, To?" tanya Dendi melupakan sejenak kisahnya dengan bertanya khawatir.

Pasalnya bukan hanya melakukan aksi yang biasa dilakukan orang dalam parade -bedanya Tetto tidak menyemburkan api- pemuda berkacamata tersebut bahkan sampai terbatuk karena tersedak. Mendapati dirinya menjadi pusat perhatian dua kawannya, Tetto hanya mengangguk lemah dengan tangan terangkat memberi isyarat jika dia baik-baik saja.

"Serius iki Den? Lanjut-lanjut, gimana kronologisnya?" Aji yang mulai antusias menuntut kelanjutan cerita.

"Jadi gini. Kejadiannya kemarin habis gue pulang nge-date di simpangan jalan koral sama kerang, deket rumahnya Dinda."

"Kamu nge-date di bikini bottom? Pake lewat jalan koral sama kerang?" cibir Aji dengan rasa herannya.

"Emang itu nama jalannya, Ajinomoto."

"Terus kamu ciuman di pinggir gang sepi, gitu? Gak romantis banget." cela Aji lagi.

"Cih mau denger gak? Gue gak lanjut cerita, nih."

Aji yang semula protes akan aksi tidak romantis temannya hendak kembali buka suara namun urung saat ada tangan yang membekap mulutnya. Keduanya menatap si pemilik lengan yang tak lain milik pemuda berkacamata. Lagi-lagi mereka menyorot tak percaya seolah meminta penjelasan dari tindakan pembekapan tersebut.

"Ck, mulut kamu bau duren aku gak suka." kilah Tetto memilih tak acuh dengan mata mengedar menghindari kontak mata dengan dua kawannya. Alasan yang terbilang konyol terlebih ia sadar mulut Aji tidak berbau duren juga mengingat bila Bayuaji dan duren tidak akan pernah akan berada dalam satu kesempatan sementara pemuda Solo itu harus bertahan di kota perantauan dengan pengeluaran yang terus bertambah setiap harinya.

"Ya udah lanjut gih ceritanya, aku penasaran. Paling mentok pas nge-date sama Kayla aku cuma gandengan tangan." Balas Aji kemudian. Orang yang mulutnya sudah tak dibekap itu menyatakan keantusiasannya.

"Malem itu entah kenapa Dinda cantik banget di bawah lampu bohlam pinggir jalan. Terus mata gue nyasar sampai ke bibir dia yang merah kepedesan gara-gara nambah sambel. Gak tahu gimana mulainya tapi pas dia selipkan rambut ke belakang telinga, di mata gue itu kayak kode nggak langsung. Lalu saat itu gue sadar dan mulai berani maju."

"Terus?" tanya Aji antusias.

"Kepala kita makin deket sampai gue bisa nyium bau sambal pecel lele mang Imron pas tadi dinner dari napas Dinda. Jarak bibir kami juga makin tipis, setipis helai tisu toilet umum dan...."

GLEK ...

Dendi yang berperan sebagai pencerita harus rela menghentikan klimaks dari kisah yang tengah disampaikan saat mendengar reaksi yang cukup mencengangkan dari satu kawannya. Mungkin reaksi seperti itu akan biasa saat seorang menceritakan pengalaman berbau mesum, terlebih di situasi tersebut Aji lah yang tampak lebih antusias mendengar pengalaman kawannya. Namun yang mengherankan adalah sosok yang memberikan reaksi tersebut tak lain ialah Tetto, pemuda yang masih lebih masuk akal bisa mengapal seluruh nama tulang dalam tubuh di pelajaran biologi dalam satu hari.

"T-Tetto elo ke rangsang?" tanya Dendi dengan sorot horornya.

Tetto sendiri bingung saat itu, terlebih bila mengingat dirinya tergolong awam dalam hal asmara antara pria dan wanita. Seperti yang sudah dijelaskan bila dalam berinteraksi dengan seorang gadis sekalipun Tetto masih kerap kali mengalami kesusahan untuk memulai pembicaraan saat sorot mata mereka sudah menunjukkan bila kehadirannya tidak diharapkan, maka dari itu interaksinya dengan lawan jenis -di luar lingkup keluarga- bahkan masih bisa dihitung dengan jari tangan. Namun entah apa yang menyebabkan reaksi spontan itu keluar dari mulutnya karena jujur saja Tetto sendiri tidak paham. Entah itu efek dari hormon gonadokortikoid yang diproduksi kelenjar adrenalnya yang saat itu bisa saja tengah memproduksi terlalu berlebihan hingga dia memberikan reaksi persis seperti orang yang mudah terangsang mendengar cerita pengalaman Dendi berciuman, karena hanya itu satu-satunya alasan logis yang bisa dia pikirkan dan masih masuk akal. benar, itu pasti hanya karena masalah hormon hingga dirinya memberikan reaksi berlebihan.

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang