34. Office-Sial (2)

28 6 0
                                        

"Mas... Mas?" Entah sudah berapa kali teguran itu diberikan, karena Tetto tidak sadar saat seorang gadis dengan seragam panitia sudah berdiri di depannya dengan raut kebingungan.

"Ya?"

"Mas-nya belum kebagian konsumsi, ya?"

"Hah?" ulang Tetto tidak paham.

"Seminarnya sudah selesai, yang lain juga sudah pada mau bubar." Terang gadis bernama Nia tersebut dengan senyum maklum, "Kalau 'belum' kebagian konsumsi bisa minta sama panitia logistik di belakang, kebetulan masih banyak sisa" lanjut gadis itu dengan nada berbisik pelan seolah hal tersebut akan terdengar memalukan bila di dengar orang.

Sadar bila apa yang di maksud gadis di depannya tak lain mengira Tetto mengharapkan double jatah makan siang karena masih saja bertahan sementara yang lain sudah keluar membuat Tetto tersinggung secara tidak langsung. Sekalipun Tetto seorang mahasiswa perantauan yang lemah terhadap hal gratisan, dia tidak sepicik itu untuk meminta jatah konsumsi ganda kepada pihak panitia dengan berpura-pura belum mendapat bagian.

Auditorium yang dipakai sebagai tempat seminar memang mulai berangsur sepi dengan para pesertanya yang lebih memilih keluar semenjak berakhirnya acara dan mendapat jatah makan siang, saat sadar Tetto mendapati sekelilingnya hanya tersisa beberapa orang dan sebagian besar dari pihak panitia dengan seragam senada yang terus hilir mudik membereskan tempat acara. Sadar bila kehadirannya mengganggu orang lain yang sedang bekerja, Tetto memilih untuk pergi dengan terlebih dulu menuju area belakang untuk menemui Rian yang entah sedang ada di mana. Namun yang tidak Tetto sangka ialah bukannya mendapati kehadiran Rian yang berjanji untuk mengajak bertemu setelah seminar selesai, justru hal yang tidak terduga menjadi pemandangan pertama yang dilihatnya.

Di sana sosok yang membuat Tetto melamun sepanjang akhir acara dan membuatnya harus tertahan di sana juga di sangka mengharapkan mendapat jatah konsumsi ganda sedang bersama seorang pria. Jenisa, gadis itu tampak sedang berbincang serius dengan pria yang entah siapa namanya. Setidaknya orang lain akan lebih memaklumi bila melihat Jenisa bersama pria yang setara dari pada bersama lelaki sederhana seperti dirinya, lelaki dengan tampilan rapi dan wajahnya yang rupawan selalu menjadi tipe ideal setiap perempuan. Niat hati ingin meninggalkan dua orang itu begitu saja dan menganggapnya seolah tidak ada, hati nuraninya merasa tersentil saat menyadari situasi yang ada di antara dua orang tersebut buka sesederhana berbasa basi membicarakan beban tugas kuliah yang semakin bertambah. Saat melihat bagaimana lelaki itu yang terlihat memaksa dengan mencengkeram sebelah lengan Jenisa, Tetto di hadapkan pada persimpangan keraguan untuk mengambil sebuah keputusan yang benar. Terus berjalan lurus sesuai tujuannya untuk mencari keberadaan Rian dan menganggap apa yang dilihat tidak pernah ada atau menjadi orang ketiga yang menengahi perdebatan di antara keduanya untuk mengantisipasi kemungkinan buruk yang tidak diharapkan.

"Jen, kamu gak bisa menghindar terus begitu dong."

"Aku sudah bilang nggak bisa terima perasaan kamu, bagian mana dari jawabanku yang kamu artikan menghindar?"

"Kalau begitu kasih aku alasan!" balas

Untuk sesaat Jenisa hanya bisa terdiam dengan menggigit bibir bawahnya saat kebingungan, tidak ada yang salah dengan pertanyaan dari lelaki di depannya karena menanyai alasan saat perasaannya di tolak namun bagi Jenisa sendiri hal tersebut merupakan suatu yang sangat membebani di saat dia harus mengungkit kisah kelam yang berusaha keras untuk dilupakan.

"Jawab, Jess." Tuntut lelaki tersebut menunggu jawaban.

"Aku..."

"Permisi..." sela satu suara yang berhasil mengalihkan perhatian keduanya.

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang