"Tetto?"
Suara gadis itu terdengar memanggil namanya di sela helaan napas yang terdengar begitu jelas di telinga, membuat Tetto yang tengah memejamkan mata harus membuka kelopak matanya perlahan dan menemukan sepasang mata lain yang menatapnya heran.
"Kamu sedang apa?" lagi, Jenisa yang buka suara dengan bertanya apa yang tengah mereka lakukan membuat Tetto langsung tersadar.
Di sana Jenisa tengah menatapnya dengan sorot kebingungan, membuat Tetto yang melihat itu juga dibuat heran sekaligus kecewa di saat bersamaan. Pasalnya gadis itu menatapnya seakan bayi polos yang tak paham apa yang tengah mereka lakukan, padahal jelas-jelas Jenisa juga ikut menikmati apa yang mereka lakukan barusan. Ia tak menampik perbuatannya merupakan sesuatu perbuatan yang salah, namun di sini mereka tidak ada bedanya, entah Tetto yang memantik atau Jenisa yang menyambut secara terbuka, mereka sama-sama pendosa. Lalu apa yang sedang gadis itu racaukan dengan bertanya 'kamu sedang apa?'. Sialan, apa sesulit itu untuk Jenisa mengakuinya, karena jika benar Tetto merasa benar-benar terhina seolah di sini ciumannya tak sehebat itu hingga membuat gadis itu tak mau mengakuinya.
Satu menit berlalu dilalui dengan keheningan yang terasa canggung, Tetto hendak kembali mendekat guna melakukan hal yang sama sebagai ajang pembuktian. Namun tak seperti sebelumnya di mana Jenisa dengan suka rela menyambut bibirnya -meski pada akhirnya tak mengakui apa yang mereka lakukan- namun kini jelas-jelas gadis itu tengah menghindari bibirnya dengan memundurkan kepala, yang membuat Tetto mengerutkan dahi kebingungan. Butuh beberapa detik untuk pemuda itu memproses segalanya, di mulai dari jarak yang tercipta karena Jenisa menaruh mangkuk seblak sebagai pembatas di antara mereka, yang mana tentu saja ini tidak sesuai seperti posisi mereka sebelumnya di mana tubuh mereka menempel tanpa adanya jarak yang terpangkas habis.
"Kamu...... Mau tambah seblaknya?" cetus Jenisa bertanya ragu disela kecanggungan yang masih melanda. Gadis itu sadar apa yang dilakukan merupakan suatu kebodohan dengan menawarkan menambah makanan di saat yang tidak tepat. Hanya saja kebisuan yang kini terjadi, di tambah posisi mereka yang aneh juga bukan pilihan yang tepat untuk Jenisa terus diam dan membiarkan semuanya semakin menjadi. Setidaknya dengan buka suara, dia tak harus mati kutu ditelan rasa malu.
Butuh waktu untuk Tetto menyadari bila ciuman mereka yang terasa menggebu dan intim barusan hanya terjadi sebatas dalam imajinasinya semata. Dari yang dia amati, Jenisa yang menyandarkan kepala ke punggung sofa seolah mencoba membuat jarak merasa mungkin risi dengan kedekatan mereka. Tentu saja, memang apa yang harus dia harapkan, berharap ciuman mereka benar-benar terealisasi seperti apa yang sebelumnya Tetto pikirkan. Sang pengacara bahkan terlalu malu untuk sekedar menjelaskan apa yang dia lakukan sementara di satu sisi jelas-jelas Jenisa tengah melayangkan gerakan menghindar. Tetto tak sebejat itu untuk memaksa gadis di hadapannya, alhasil sang pengacara memilih untuk kembali duduk di posisinya semula dengan rasa malu yang semakin menjalar naik hingga ke kepala dan membuat telinganya terasa hangat dan Tetto yakini sudah memerah padam.
Sebuah batuk pelan yang terkesan disengaja coba Tetto lakukan sebelum buka suara sekedar menjawab tawaran Jenisa dan memecah kebisuan . "Nggak, makasih. Aku sudah kenyang" tolak Tetto tanpa menolehkan mata dari layar televisi yang masih menayangkan serial scooby-do.
Entah apa yang bisa lebih buruk dari dua orang canggung yang duduk di satu ruangan yang sama, karena Tetto pikir semua tidak bisa lebih buruk lagi dari yang tengah dialaminya saat ini. Namun kenyataan tidak berbicara demikian, omong kosong jika ia mengatakan semua tidak bisa lebih buruk karena tanpa bisa dicegah keadaan yang sudah aneh kian bertambah aneh saat dua orang yang terjebak rasa canggung tersebut kini saling menyindir tanpa alasan.
Itu berawal dari Jenisa yang coba buka suara seolah tak tahan akan kebisuan yang semakin lama semakin menjadi. Gadis itu mencoba membuka obrolan dengan mengomentari serial scooby doo yang tengah mereka tonton. Namun tanpa di sadari, satu orang yang juga berada di sana merasa tersindir oleh komentar yang Jenisa lontarkan.
"Scooby-nya bodoh ya? Mau saja ditipu. Hahaha..."
Tawa canggung yang mengiringi kentara terasa, menunjukkan jika yang berbicara seolah kebingungan memilih topik pembahasan. Namun beberapa detik tawanya berderai, gadis itu teringat sesuatu hal dan segera menoleh ke samping tepat di mana si pria pemilik apartemen tengah duduk dalam kebisuan. Seketika Jenisa dilanda rasa waswas melihat Tetto yang diam dengan kepala tertunduk dalam, mungkin jika dalam serial manga akan ada aura hitam yang menguar dari tubuh pria itu sekarang.
Jujur saja awalnya Jenisa mencoba abai mengingat kebanyakan pria memiliki tingkat kepekaan sedikit di bawah rata-rata, tidak seperti wanita yang terlewat peka dan selalu mempersalahkan segala hal. Memang pria jenis apa yang memiliki kesensitifan seperti itu, Jenisa juga yakin Tetto bukan orang yang mudah tersinggung meski tanpa sadar dirinya salah memilih topik pembicaraan dalam mencairkan suasana. Tapi setelah beberapa saat berlalu dengan Tetto yang hanya diam dan membuat Jenisa risau tanpa sadar, ketakutan-nya menjadi kenyataan saat pria itu buka suara menanggapi dengan nada ketus dan raut wajah merah padam seolah menahan amarah. Kini Jenisa tahu jenis pria seperti apa yang memiliki tingkat sensitif seperti halnya wanita saat sedang datang bulan, jangan bilang Tetto benar-benar tersinggung hanya karena komentarnya.
"Bukan berarti orang bodoh itu orang yang buruk. Setidaknya scooby yang hanya seekor hewan masih lebih setia, karena banyak manusia yang memiliki akal dan lebih baik dari hewan tapi kenyataannya mereka bahkan enggak bisa setia sama satu orang."
Kini Jenisa benar-benar yakin Tetto memang benar-benar tersinggung, terbukti dari tanggapan yang diberi bernada ketus dan terkesan menyindir. Jenisa hanya bisa menarik napas pelan, sadar jika emosi tak akan menyelesaikan apa-apa.
"Kalau begitu, kayaknya aku harus pulang mengingat ini sudah malam." Pamit Jenisa memilih beranjak dari tempatnya dengan membawa dua mangkuk sisa santap malam mereka ke arah dapur, lalu menaruhnya tepat di wastafel.
Tanpa menoleh pun Jenisa sadar pria itu tengah menghela napas berat, seolah Tetto memang jengah berdebat dengannya. Namun yang lebih menyita perhatian dan membuat gadis itu tidak menyangka ialah sosok Tetto yang sebelumnya terlihat marah kini menawarkan bantuan untuk mengantarkannya pulang.
"Biar aku antar, ini sudah malam."
"Gak usah, aku gak apa-apa."
"Bahaya buat wanita pulang malam-malam sendirian."
"NGGAK PERLU." Tolak Jenisa yakin.
Penolakan di rasa pilihan yang tepat, jangankan memikirkan penjahat Jenisa bahkan tidak bisa membayangkan situasi canggung yang akan berlangsung lebih lama di antara mereka jika pria itu benar-bebar mengantarkannya pulang. Namun tak langsung beranjak, gadis itu sejenak termenung saat sadar ada yang salah dari nada kalimat penolakannya yang tiba-tiba naik beberapa oktaf, kentara sekali jika dia mencoba menghindari pria itu dengan melayangkan penolakan secara terang-terangan.
"Kalau begitu makasih, dan hati-hati di jalan." Balas Tetto tanpa berusaha mencegah.
Sang gadis hanya mengangguk pelan lantas segera beranjak pergi, namun langkahnya berangsur memelan saat mencapai ambang pintu sebelum benar-benar keluar. "Tetto, sekali lagi aku minta maaf buat semuanya. Kamu pasti kesulitan selama ini?"
Gadis itu tak menunggu untuk sebuah jawaban, karena setelahnya Jenisa segera menarik pintu dan beranjak keluar, meninggalkan Tetto dengan kesendirian dan rasa frustrasi memikirkan malam yang justru terasa abnormal. Pria itu hanya bisa menyugar rambutnya kesal, dia merutuki aksinya yang terlewat batas seperti binatang. Di mulai dari kenekatan yang hendak mencium gadis itu tanpa sadar, kalimat sindiran yang sejujurnya tidak bermaksud Tetto ucapkan. Hal itu membuat semua terasa menjadi lebih sulit sekarang, bahkan Tetto rasa dia tidak lagi memiliki muka untuk menghadapi gadis itu di lain kesempatan. Terlihat sangat jelas dari tingkah Jenisa yang menghindar setelah insiden tadi, setidaknya ada satu hikmah yang bisa diambil sang pengacara dari kejadian ini yaitu berharap setelah ini ia bisa menjalani hidupnya dengan tenang tanpa ada lagi bayang-bayang Jenisa yang menghantui. Dia harus bisa melupakan gadis itu mulai sekarang.
![](https://img.wattpad.com/cover/214541971-288-k985744.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS WOMAN
RomantikBagi Tetto menjalani hidup dengan tenang dan menghindari masalah adalah pilihan, itu karena Tetto remaja dengan sukarela menjerumuskan diri dalam sebuah masalah tanpa peduli resiko yang bisa saja menimpa. Karena kenaifan-nya dulu yang mempercayai se...