13. Library (4)

78 15 0
                                    

Ada yang bilang kedekatan akan terjalin seiring seseorang mulai terbiasa, mungkin itu yang bisa menggambarkan situasinya saat ini bersama Pak Ari. Siapa yang menyangka berawal dari hukuman membuat Tetto yang memang rajin mengunjungi perpustakaan menjadi lebih dekat dengan sosok paruh baya tersebut, bahkan beberapa kali Pak Ari tak segan memintai pertolongannya saat dibutuhkan. Namun ada satu hal lain yang dia sadari selama ini, selama Tetto menjadi pengunjung rutin di perpustakaan ada satu kebiasaan dari seseorang yang tidak pernah dia sangka, yaitu mengenai sebuah kebiasaan berkunjung di hari menjelang akhir pekan yang baru diketahuinya dari sosok yang selalu membayangi pikirannya akhir-akhir ini.

Hanya di hari menjelang akhir pekan, meski Tetto sendiri tak tahu alasan kenapa harus di hari tersebut. Meski begitu di saat hari itu datang Tetto mendapati dirinya menjadi seorang penguntit yang selalu mengamati sosok itu dari kejauhan. Hingga genap tiga bulan setelah kejadian Pak Ari yang menghukumnya -tepat di minggu terakhir di bulan tersebut dengan masih di hari yang sama- Tetto kembali mengunjungi perpustakaan.

Hari itu perpustakaan tidak terlalu ramai oleh mahasiswa, sebagian besar orang akan memilih menggunakan waktunya menjelang akhir pekan untuk digunakan bersantai alih-alih terjebak di perpustakaan. Meski begitu tetap saja ada mahasiswa yang bertahan sekedar berkunjung untuk mencari bahan referensi mengerjakan sebuah tugas atau hanya berselancar di internet menggunakan koneksi wifi perpustakaan yang arus datanya sering kali membuat naik darah di saat pengunjung sedang ramai membeludak. Namun lain cerita saat menjelang akhir pekan, bahkan ada pula yang sekedar numpang tidur karena suasana yang mendukung. Tetto memiliki alasan yang berbeda dari pada kebanyakan mahasiswa lainnya, yaitu hanya untuk melihat wajah seseorang di hari yang sama dari kejauhan. Sadar bila sosok yang dinanti belum kunjung tiba, pemuda berkacamata tersebut memilih untuk mengambil laptop yang tersimpan dari dalam tas sekedar untuk terlihat sibuk seperti kebanyakan orang meski tidak ada tugas yang harus dikerjakan. Hingga tidak terasa hari sudah menjelang petang, satu persatu mahasiswa yang datang mulai pergi membuat ruangan tersebut tampak makin sepi.

"To, kamu bisa tolong bapak?" Tetto yang memang sudah biasa dimintai pertolongan pun mengangguk menyadari bila dia memiliki waktu luang untuk menolong sang penjaga perpustakaan dari pada hanya diam kebosanan. "Tolong ganti bapak dulu jaga sebentar. Bapak ada urusan ke belakang."

Pria berkacamata tersebut hanya tersenyum memaklumi penjaga perpustakaannya dan menganggukkan kepala sebagai persetujuan. Tetto yang telah selesai mengerjakan tugasnya dari beberapa jam yang lalu memilih berjalan-jalan sambil mencari buku bacaan. Matanya beberapa kali melirik pada pintu masuk di saat suara decit terdengar. Namun sampai jam sudah hampir menunjukkan waktu tutup perpustakaan, sosok yang ditunggu tak kunjung tiba. Entah mungkin teori kunjungan di hari menjelang akhir pekan-nya memang salah, atau memang gadis itu tidak berniat datang sejak awal. Tanpa sadar Tetto menghela napas pelan menyadari jika dirinya telah berharap pada sesuatu yang tidak seharusnya. Seharusnya dia ingat kata-katanya sendiri pada Dendi jika berharap memang boleh, tapi terkadang seseorang memang harus tahu diri sedari awal.

Hingga saat tengah termenung dalam lamunan, sebuah suara menarik pria tersebut kembali pada kenyataan. Terdengar di telinganya meski pelan sebuah suara aneh antara pria dan wanita yang nampak tengah berbincang dengan saling berbisik pelan. Karena rasa penasaran, Tetto mencoba mencari tahu dan menelusuri asal suara tersebut berasal. Namun yang tidak pernah Tetto sangka, mengikuti asal suara tersebut justru membawanya pada satu hal yang tidak seharusnya didapatinya di perpustakaan. Matanya menangkap basah dua orang yang tengah bercakap-cakap di sudut perpustakan, hanya saja bukan pada keberadaan keduanya yang tidak seharusnya berbincang di tempat yang tidak sesuai melainkan pada kenyataan bila Tetto menangkap basah kedua orang itu tengah asik bermesraan. Tak sampai di situ hal yang membuat Tetto semakin terganggu, matanya bahkan hampir dibuat melotot keluar saat mendapati keduanya asik bercumbu tanpa memedulikan sekitar. Masih dalam rasa keterkejutan yang luar biasa, Tetto mencoba mengalihkan matanya dengan menarik napas pelan dengan punggung bersandar pada rak yang tepat berada di belakangnya. Ia tak menyangka akan melihat adegan dewasa tersebut secara langsung di depan mata, lalu tanpa diminta kata-kata Pak Ari yang menitipkan perpustakaan padanya terngiang di kepala.

Bagaimana pun Tetto dibekali amanah untuk menjaga perpustakaan, dan aksi tidak bermoral keduanya menyalahi aturan. Maka tanpa berpikir lebih panjang pemuda berkacamata tersebut meneguhkan hati untuk melakukan tindakan atas apa yang dilihatnya meski cuma sekedar memberi teguran. Hingga saat tekadnya sudah bulat dan kakinya hendak melangkah mantap, sebuah tangan tiba-tiba menggenggam pergelangan tangannya erat mencegahnya untuk bertindak. Menyadari bila apa yang dirasakan bukan sekedar khayalan di saat tangannya memang benar-benar tengah digenggam membuat Tetto mau tak mau mengalihkan mata untuk melihat siapa pelaku yang berani menghentikannya di saat hal yang salah harus diluruskan. Belum sempat pemuda itu melihat wajah dari sang pemilik lengan, sosok asing itu langsung berjalan menarik tangannya begitu saja membuat Tetto yang semula tak siap dan masih dalam rasa terkejut mengikuti begitu saja langkah kaki itu secara otomatis. Satu hal yang bisa ia simpulkan mengenai sosok yang menariknya sembarangan, yaitu kenyataan bahwa seseorang itu ialah wanita yang entah siapa identitasnya. Menyadari bila mereka sudah terlalu jauh berjalan terlebih saat Tetto sadar bila alasan sosok itu menarik tangannya sembarangan tidak lain hanya untuk menghentikan aksi yang akan Tetto lakukan untuk menegur orang yang tengah berbuat tidak pantas di perpustakaan, mengingat hal itu membuat pemuda berkacamata tersebut tanpa sadar menjadi geram karena memilih mengikuti sosok itu dengan suka rela dan tanpa memberikan perlawanan sekedar meminta penjelasan. Karena itu tanpa berpikir dua kali, Tetto memilih menghentikan langkah dan diam.

Saat sosok asing itu ikut berhenti dan membalikkan badan, Tetto tak tahu bila apa yang dihadapinya bukanlah hal yang sederhana seperti meminta penjelasan. Bahkan tanpa sadar, dia tidak tahu sudah berapa lama menahan napas. Karena saat mata mereka bertukar pandang, dunianya seolah berhenti berputar. Saat itu dia sadar apa arti dari segala tindakan irasional-nya selama ini dengan terus menguntit seseorang meski sebagai anak hukum ia tahu tahu hal tersebut dilarang, juga meski pertemuan terakhir mereka tidak berakhir dengan menyenangkan. Saat itu dia menyadari satu hal, kenyataan bila dirinya sudah terjerumus terlalu dalam oleh pesona seorang Jenisa. Tetto mendapati dirinya yang terlihat menyedihkan karena hanya diam seperti orang bodoh saat mereka kembali dihadapkan pada situasi saling bertatapan, kakinya bahkan terlalu kaku untuk menghindar, lidahnya terasa kelu karena terkejut mengetahui bila gadis yang sedari tadi ditunggu -yang dia pikir tidak akan datang- kini bahkan berdiri tidak lebih dari batas jarak aman antara pria dan wanita untuk berdekatan

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang