"Sekalian es jeruk satu, udah abis nih."
Tetto hanya bisa mengangguk pelan sebagai jawaban lalu mengalihkan perhatian pada Aji bermaksud menawarkan jasa titip makanan. Namun seolah sadar saat Aji sudah lebih dulu mengeluarkan kotak bekal makanan membuat pemuda berkacamata tersebut mengurungkan niat untuk bertanya. Tanpa berpamitan, Tetto memilih pergi meninggalkan meja tersebut menuju lapak penjual.
Berdiri suntuk di depan lapak sang penjual menunggu antrean pesanan siomay yang telah dipesan dan kini tengah dibuatkan, Tetto memilih memperhatikan suasana kantin gedung fakultas ekonomi dan bisnis tempat Aji dan Dendi belajar dengan sepatu tiada henti mengetuk ke lantai.
"Pak, saya siomaynya satu, ya." Dari arah belakang seseorang terdengar menyebutkan pesanan seolah tak melihat keberadaannya di sana dan begitu saja menyela antrean.
Sejujurnya dia ingin memaki atau mengumpat pada kebiasaan buruk masyarakat yang tidak mau mengantri. Namun semua kalimat yang sudah siap keluar untuk menegur aksi tidak sopan itu tertelan begitu saja saat matanya menoleh pada sumber kekesalan, mulutnya bahkan terasa kelu saat matanya mendapati gadis yang sebelumnya menjadi topik pembicaraannya dengan Dendi sudah berdiri bersisian.
"Yah, mbak Jenisa. Siomaynya habis, tinggal buat mas yang di sebelah."
Gadis dengan paras cantik itu menoleh setelah mendengar penuturan sang penjual. Tetto yang tengah memperhatikan dalam diam sukses dibuat terkejut saat aksinya dipergoki dan tertangkap basah oleh sang objek pengamatan, sebisa mungkin pemuda itu mengalihkan mata ke sembarang arah berharap tidak bersilang tatap dengan mata coklat yang terasa menenggelamkan itu kembali. Entah kenapa tangannya terasa gemetar seolah dia baru saja melakukan kejahatan. Merasa tidak tahan dengan situasi canggung yang tengah berlangsung, pemuda berkacamata tersebut berinisiatif buka suara, bukan untuk memulai pembicaraan dan meminta maaf pada Jenisa melainkan menyerahkan pesanan-nya secara sukarela.
"Pak, siomay saya kasih saja." Tetto menundukkan kepala resah menahan suaranya yang gemetar lalu berniat memilih beranjak pergi.
"Tunggu!"
Seolah tersihir tubuhnya mendadak kaku seperti batu. Meski otaknya menyuruh tetap hengkang melanjutkan langkah untuk pergi, namun hatinya berkata lain seolah menunggu apa yang ingin gadis itu sampaikan. Karena itu, setelah menelan ludah gugup, Tetto memilih membalikkan badan dan mendapati si gadis yang sama sudah berdiri di depannya.
"Saya nggak tahu kamu lagi pesan." Ungkap Jenisa menyesal.
Jika diperhatikan kembali Jenisa tidak sepenuhnya bersalah dalam situasi ini, terlebih saat Tetto menyadari bahwa dia berdiri hampir di depan lapak penjual minuman yang tepat bersebelahan dengan sang penjual siomay. Tidak salah bila Jenisa berpikir tidak sedang menyela antrean dan tanpa merasa bersalah langsung memesan di saat Tetto sendiri yang harusnya bertahan menunggu pesanan malah pergi untuk memesan minuman yang Dendi titipkan.
"Kamu mahasiswa baru?" Tetto mengangguk pelan sebagai jawaban. "Aku kayak enggak pernah lihat di orientasi fakultas? "
"Saya mahasiswa hukum, kak." Balas Tetto buka suara.
"Pantas aku nggak pernah lihat." Gumam Jenisa pelan.
Tidak seperti isi kantin yang tampak ramai akan mahasiswa yang tengah melakukan makan siang, baik Tetto maupun Jenisa sama-sama diam dilanda keheningan. Tetto tak tahu alasannya tetap bertahan di sana seperti orang yang mengharapkan akan ada pembicaraan lanjutan. Jika dipikirkan kembali apa yang ia lakukan merupakan hal yang tidak rasional untuk dilakukan, mengingat pesanan yang sebelumnya ditunggu dan tengah dibuatkan sudah dengan sengaja Tetto serahkan kepada gadis itu, bahkan pesanan minuman yang Dendi titipkan tidak seharusnya cukup untuk membuat pemuda itu bertahan di saat ia bisa kembali ke meja di mana kawan-kawannya sudah duduk menunggu atau bahkan menghampiri lapak penjual lain untuk memesan makan siang. Ini sama sekali tidak efisien untuk dilakukan, namun meski begitu kakinya tetap bertahan seolah tidak ingin beranjak dari tempatnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
DANGEROUS WOMAN
RomansaBagi Tetto menjalani hidup dengan tenang dan menghindari masalah adalah pilihan, itu karena Tetto remaja dengan sukarela menjerumuskan diri dalam sebuah masalah tanpa peduli resiko yang bisa saja menimpa. Karena kenaifan-nya dulu yang mempercayai se...