1. Mimpi Buruk dari Masa lalu (1)

448 36 1
                                    

Rintik air yang berjatuhan dari langit dengan derasnya mengguyur kawasan kota yang tidak pernah sepi akan aktivitas manusia. Air tiada henti menyirami apa yang ada di bawahnya dengan tak memandang bulu pada siapa dia menuju. Bahkan jika ada pejabat yang hendak menghadiri rapat penting sekalipun dan tengah terjebak hujan, jangan harap sang hujan akan berhenti meski sang pejabat mengeluarkan uangnya. Namun manusia ialah makhluk Tuhan yang diciptakan dengan akal, mereka tak kehabisan cara meski hujan melumpuhkan aktivitas yang dilakukan. Dari sekian banyak manusia yang masih berkegiatan di tengah guyuran hujan, lain dengan seorang pria yang tengah asik menyendiri menyaksikan semua dalam diam, mengamati tiap tetesan air yang mengguyur setiap orang yang berlalu menggunakan payung, atau seorang driver ojek online yang tetap memacu motornya dengan jas hujan. Matanya menyaksikan semua dari balik dinding kaca tanpa orang-orang itu sadari.

Melihat bulir air yang seolah menari mau tak mau membuat pikiran pria itu tanpa sadar tertarik kembali ke masa lalu. Masa lalu yang kelam dan menyedihkan di mana dulu dirinya masih polos dan naif, berpikir jika adanya hubungan antara sepasang kekasih itu murni karena dasar cinta. Tanpa sadar kepalanya memutar kembali memori mengerikan tersebut, seolah hujan berhasil menjadi pemicu yang cukup kuat untuk memaksanya membuka kenangan lama yang tak pernah ingin diingat.

"Ternyata sesulit ini rasanya harus berpura-pura terus- menerus."

"Hm, kenapa?"

Dia ingat hari itu begitu indah, hari yang terasa sempurna untuk sepasang kekasih menghabiskan waktu dengan cara berkencan berdua. Namun siapa sangka akhir dari kencan yang membahagiakan itu akan berakhir sangat mengerikan. Si gadis -yang tak lain kekasihnya- sejak awal tampak gusar. Tanpa tahu alasannya dia mencoba memilih abai dan menutup mata pada kenyataan tersebut dengan terus meyakini bila semuanya akan baik-baik saja. Namun tanpa pernah disangka-sangka, kalimat yang akan dia dengar selanjutnya akan begitu mengejutkan dan sangat tidak menyenangkan.

"Kita harus putus." gumam gadis itu pelan.

"Hm? M-maksudnya?"

Saat itu dia bertanya karena sungguh tidak mengerti, atau sebenarnya mungkin tak mau mengerti. Ia kebingungan akan kalimat gadis di depannya yang berniat mengakhiri hubungan sementara mereka baru saja selesai berkencan. Namun sekeras apa pun pria itu menolak kenyataan dengan menganggap apa yang kekasihnya katakan tak lain hanya bercanda, ia tak kunjung menemukan ada tanda-tanda jika gadis itu tengah bergurau.


"Kamu baik-baik saja, kan? Ayo aku antar kamu pulang. Kaki kamu pasti capek, sini biar aku gendong." Bujuk-nya.

"Aku minta maaf." Seolah tak menghiraukan, gadis itu kembali buka suara dengan air mata yang sudah berlinang.

"Jangan khawatir, sekalipun penampilan aku nggak meyakinkan. Kalau Cuma sekedar gendong ke parkiran masih kuat."

"Aku mohon..."

Kata maaf yang ditunjukkan entah untuk kesalahan apa, bahkan dia tak tahu ke mana arah pembicaraan ini mengarah. Selama ini hubungan mereka terbilang baik-baik saja tanpa ada masalah. Meski terdengar seperti permintaan dengan suara yang kian mengecil, namun tetap saja bagi pemuda itu, kata maaf tersebut seperti sebuah dentuman nuklir yang sangat memekakkan hingga membuat telinganya sakit. Dan tepat saat itu pula langit yang tengah mendung seolah mewakili dirinya yang hendak menangis, menjaga egonya sebagai lelaki untuk tak menjatuhkan air mata di hadapan seseorang wanita, terlebih pacarnya. Hujan turun dengan deras mengguyur mereka.


"Ayo, aku antar kamu pulang. Kita bicarakan lain kali." Tangannya mencoba meraih tangan sang kekasih namun di tepis dengan begitu kasar.

"Apa kamu enggak dengar? Kita putus."

"Aku anter kamu pulang." pria itu tetap berkeras menolak. Di bawah guyuran hujan, ia terus mencoba meyakinkan diri jika semua ini tidak lebih dari sekedar lelucon.

Namun saat tangannya kembali mencoba meraih tangan itu dengan memilih acuh pada pernyataan sang kekasih, atau sekarang mungkin sudah menjadi mantan kekasih. Kenyataan pahit di dapat saat sang pemilik lengan lebih memilih mundur dan menggeleng pelan sebagai penolakan. Mendapati semua itu, membuat pemuda yang diputuskan secara sepihak tersebut merasa putus asa sendiri. Hatinya sakit, semua terlalu mendadak, bahkan air hujan yang mulai turun dan terasa dingin tak bisa sekedar meredakan emosinya. Kehilangan akal tak bisa untuk dihindari, bahkan dia tak peduli jika harus bersimpuh dan memohon sekalipun jika memang diperlukan.

"Kenapa?" Tanya pemuda itu tak lagi bisa untuk bersabar. Bahkan suaranya terdengar serak, sarat akan rasa frustrasi. "Apa aku bikin salah? Tolong kamu bilang sesuatu, jangan buat aku bingung!"

Dia tahu dia bodoh karena meyakini hubungan mereka normal seperti kebanyakan pasangan kekasih di luaran. Dia juga tahu, dia bodoh karena berharap terlalu tinggi pada sesuatu yang sedari awal tidak seharusnya diharapkan. Namun untuk ke sekian kalinya dia memilih kembali bodoh dengan menanyakan alasan gadis itu mencampakkan-nya. Dia bodoh meski jelas-jelas tahu apa alasan tersebut tanpa harus dikatakan. Ia bodoh karena membiarkan dirinya mendengar alasan tersebut dari mulut sang kekasih sendiri, seolah siap dengan konsekuensi yang akan dihadapi, yaitu membiarkan hatinya hancur tanpa bisa lagi diperbaiki.


"Kamu menyedihkan, dan aku cuma kasihan." seolah belum cukup kalimat yang dilontarkan mengoyak hatinya, si gadis kembali melanjutkan. Tidak peduli bila pria di depannya merasa sakit hati. "Aku cuma manfaatkan kamu buat menghindar dari laki-laki yang kejar aku. Jadi aku mohon, sebelum semuanya lebih jauh, sebelum kamu semakin tersakiti. Kita akhiri saja hubungan kita sampai di sini."

DANGEROUS WOMANTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang