Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca
Kitab Jurmiyah, selang beberapa menit kemudian selesai membaca kitab semua duduk di bangku masing-masing dan mulai membuka bukunya.
"Umur berapa Mbak?" tanya Ilma.
"Dua belas tahun," jawab singkat Ratih, untuk pertama kalinya ia bicara kepada seseorang yang mau menerima dirinya yang bodoh.
"Wah ternyata masih muda, aku umur lima belas tahun hehe," ucap Ilma dan Bunda secara bersamaan.
"Hayo giliran siapa yang maju! Maju sekarang nanti pak Azizi ke sini kitakan punya ratu drama jadi jangan terkejut jika Pak Azizi sering ke sini."
"Siapa ratu drama?" tanya Ninda.
Ratih memegang tangan Ninda menatap Ninda dengan tatapan berkaca-kaca."Aku Mbak, si ratu drama, si bodoh, jelek, tidak bergaul itu saya,"ucap Ratih.
"Wahh kamu mengakuinya ya? Mbak Ilma dan Mbak Ninda satu minggu duduk sama dia hati-hati ketularan bodoh dan nanti juga ga akan betah," ucap Dinda.
"BERISIK!" ucap ketua kelas yang ingin belajar dengan tenang.
"Tidak ada bosannya menghina orang!" kesal ketua kelas.
Aulia maju ke depan dan menjelaskan pelajaran besok jadwal.
BRUGH ...
"Pak Azizi datang," ucapnya.
Semua terdiam dan Aulia menjelaskan pelajarannya tersebut, Pak Azizi menatap tajam semua santriwati di kelas satu A.
Sedangkan Gus Ikhsan menatap tulisan Ratih yang belum rapih, tatapan tajam Gus Ikhsan kepada Ratih membuat salah satu santriwati iri melihatnya.
"Ratih!"
"Ngih Pak Kiai," jawab Ratih terkejut mendengar panggilan dari Pak Azizi.
"Kamu di belakang ngapain? Saya kan sudah bilang kepada ketua kelas untuk Ratih di depan, dan kalian bertiga pindah di belakang sekarang gantian yang belakang itu pindah ke dapan ayok," pinta Pak Azizi.
Ratih pindah ke depan sembari menundukkan kepalanya, tepat di hadapan Pak Azizi.
"Kamu Ikhsan tolong, ajarkan mereka jangan di belakang terus!"
Gus Ikhsan yang masih berumur masih delapan tahun masih memiliki rasa malu.
"Kamu santriwati tidur itu kan? Duduk di belakang." Gus Ikhsan yang bingung mau mengajarkan apa kepada santriwati.
"Ratih kitab kamu mana?" tanya Pak Azizi.
"Ini Pak," ucap Ratih.
Pak Azizi mengambil kitab tersbut dan memberikan kepada Gus Ikhsan.
"Sekarang terangkan, halaman itu yang tertulis di papan tulis," ucap Pak Azizi.
Gus Ikhsan yang masih gugup, untuk pertama kalinya ia mengajar kepada santriwati.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...