Janganlah tinggalkan jejak sebelum membaca bantu author pemula ini berkembang.
Ada typo? Komentar terima kasih.
Esok pagi matahari mulai bersinar terang di cela-cela jendela, terik matahari itu membuat Tiara tersenyum melihatnya. Ia keluar ruangan tersebut untuk membeli sarapan pagi. "Ya Allah SWT semoga Ratih tidak ada penyakit serius," lirih Tiara.
Saat keluar ruangan ia terkejut melihat Abah Makmur pemilik pondok pesantren datang berkunjung.
"Assalamualaikum," sapa Abah Makmur pemilik pondok pesantren pakaian jubah berwarna putih dan anaknya memakai sarung hitam dengan jas hitam.
Tiara menurunkan tubuhnya itu mulai berlutut dihadapan Abah Makmur mulai duduk dibawah dengan sopan menundukkan kepalanya itu. "Waalaikumussalam," lirih Tiara.
"Tidak takut kotor kamu? Baiklah bagaimana keadaan dia sekarang?" Tanya Abah Makmur.
"Belum diperiksa lebih lanjut karena jadwal nanti jam delapan pagi," jawab Tiara.
"Mari Abah kita pergi ke ruang inap, Tante Sarah," ucap Raihan anaknya itu.
"Kamu tidak mau bertemu dengan dirinya?" Tanya Abah Makmur.
"Lebih baik berdoa saja untuk kesembuhan dirinya, aku yakin dia akan baik-baik saja karena seseorang di uji sedemikian rupa membuat dirinya itu bangkit menangguhkan hati dan pikiran agar lebih jernih, percayalah Tiara, dia wanita kuat bisa melalui ujian seperti angin topan dan badai bahkan tsunami," ucap Habib Makmur pamit untuk pergi sebelum ia pergi menatap kejauhan dari jendela mulai berdoa dalam benaknya itu.
Raihan menatap Ratih daur jendela. "Sembuhkan dirinya dari segala penyakit apa pun itu, karena aku yakin Allah SWT akan menyembuhkan Ratih seperti Allah SWT menyembuhkan diriku dari penyakit," batin Raihan.
Abah Makmur dan Raihan pergi dari ruangan itu kembali ke ruangan Tiara mulai duduk seperti biasanya dibangku mengobati sarung kotornya itu, suster datang mulai mendorong Ratih untuk keluar dari ruangan ICU menuju ruangan perawatan intensif medical chek up.
Tiara duduk merenung sembari menutup matanya itu mulai berdzikir dengan sangat cepat. "Astagfirullah," ucap Tiara.
Tidurnya tidak nyenyak karena berpikir negatif matanya sembab, wajah mulai kusam karena terlalu banyak mengeluarkan air mata.
Satu jam lebih Ratih diruangan intensif medical chek up membuat Tiara semakin dilanda khawatir mendalam, ia mulai mengucapkan semua doa-doa yang ia hafal.
"Mbak Tiara," ucap Suster pakaian serba berwarna putih membawa buku catatan ditangannya.
Membuat Tiara membuka matanya menatap suster tersebut. "Hasil test semuanya akan keluar habis duhur mbak jadi istirahat dahulu saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...