10.Masya Allah

1.7K 158 2
                                    

Jangan lupa tinggalkan jejak berupa vote

Ada typo? Mau memberikan saran silahkan berkomentar

Aulia maju ke depan dan menghapus tulisan di papan tulis tersebut, selesai menghapus tulisan tersebut

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Aulia maju ke depan dan menghapus tulisan di papan tulis tersebut, selesai menghapus tulisan tersebut.

"Tunggu apa lagi ayo baca, dalam keadaan buku itu di tutup apa yang kalian ingat dari tulisan tadi? Baca sekarang," pinta Gus Ikhsan.

Semua santriwati membaca tulisan yang ia tulis

الإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِيْرُ اَوَاخِرِ الكَلِمِ لِاخْتِلَافِ العَوَامِلِ" الدَاخِلَةِ عَلَيْهَا لَفْظاً أَوْ تَقْدِيْراً

"i'rob adalah perubahaan (cara baca) di akhir katanya karena perbedaan amil yang memasukinya, baik secara lafadz (nampak jelas perubahaannya yaitu dengan adanya harakat domah, fathah, kasroh, atau sukun) atau dengan dikira-kira"

maksud dari kalimat 'الإِعْرَابُ هُوَ تَغْيِيْرُ اَوَاخِرِ الكَلِمِ'
dari pengertian di atas dapat kita tarik kesimpulan bahwa, i'rob adalah perubahaan cara membaca akhir huruf pada suatu kata yang tergantung pada amil yang memasukinya, inti dari i'rob adalah perubahan di akhir kata, baik itu dibaca dhommah (keadaan rofa'), dibaca fathah (keadaan nashab), dibaca kasroh (keadaan jar), atau dibaca sukun (keadaan jazm). Maka sudah jelas, ilmu nahwu dalam hal ini i'rob sebagai jantungnya ilmu nahwu hanya akan membahas perubahan akhir suatu kata, maka jika anda melihat contoh kata 'نَصْرٌ' maka fokus ilmu nahwu hanyalah pada huruf akhirnya yaitu huruf ro 'رٌ' nya saja, kenapa dia dibaca dommah, kenapa dia menggunakan tanwin, kenapa tidak dibaca kasroh, fathah atau yang lainnya. Sedangkan huruf pertama 'نَ' dan tengah 'صْ', itu hanya akan dibahas pada ilmu sharaf."

"Bagus itu dasar-dasar dari ulangan besok tinggal melatih otak kita untuk memahami, meresapi dan ingat,"ucap gus Ikhsan, Gus Ikhsan mengembalikan kitab kepada Ratih.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumussalam."

Semua santriwati berdoa sebelum keluar kelas dalam keadaan bahagia.

Setelah selesai berdoa semua santriwati membubarkan diri, jantung Ratih berdebar.

"Astagfirullah," lirih Ratih.

"Hayoo kenapa? Suka ya sama Gus Ikhsan," goda Ilma.

"Kamu bicara sama siapa?" tanya Ratih dan Ninda secara bersamaan.

"Memang Ninda suka sama Gus Ikhsan, Gilang di kemanain?" tanya Ilma.

"Enak saja, besok ulangan di hari pertama di pondok pesantren udah ulangan harian aja ya," keluh Ninda.

"Kita kan sudah pernah merasakan pelajaran ini udah santay saja."

"Kalian hebat ya, Ratih belajar kok tidak bisa-bisa ya."

"Teorinya seperti Gus Ikhsan tadi, sebenarnya kita juga bisa menjawab pertanyaan Gus Ikhsan cuman kita masih malu, murid baru kok sok pintar," ucap Ilma.

"Mengapa bisa begitu mba? Tidak usah mendengarkan ucapan orang lain, terserah mereka menilai kita seperti apa karena Allah maha tahu hina di hadapan manusia itu tidak papa asalkan jangan hina di hadapan Allah SWT aku malu," ucap Ratih melangkahkan keluar kelas.

"Masya Allah," ucap Ilma dan Ninda secara bersamaan.

"Dia pandai, mungkin dia tidak bisa bergaul, berbaur dengan yang lain pikiran dewasa pelajaran itu tinggal di asah kembali," Lirih Ninda.

"Ya kamu benar Ninda, di hari pertama mendengar nama Ratih di setiap tempat membicarakan dirinya."

"Itulah perempuan lupa untuk menahan mulutnya agar tidak mengunjing bahkan memfitnah."

"Gilang dimana?" tanya Ilma.

"Dia sudah pergi ke Kairo jangan mengungkitnya," jawab Ninda.

Ninda meninggalkan Ilma sendirian di kelasnya.

Semua santriwati sangat bahagia telah selesai musyawarah, jajan, belajar dan mencuci baju di malam hari.

Ratih duduk di depan kamar yang ia tempati menatap kitab dan tulisan yang ia tulis tersebut.

"Bagaimana bisa tulisan rapih seperti Gus Ikhsan, apakah aku bisa menulis seperti dirinya rapih. Apa lagi tulisan Ayah hampir sama dengan tulisan Gus Ikhsan tadi."

"Ratih! Hayuk belajar sama-sama di kamar, mau tolak? Tidak kasihan sama nilai kamu apa? h-Hayuk," ajak Tiara.

Ratih memasuki kamar yang penuh dengan santriwati yang menempati kamar tersebut.

"Hey jangan di dalam jika makan!" kesal Aulia.

"Heboh banget kamu Aulia, tumben belajar ada apa ini?" tanya mbak Karina.

"Ulangan pak Azizi," rengek Aulia.

"Oalah ulangan toh, kenapa pusing kalau tidak bisa ya jangan kerjain Neng," jawab Mbak Karina.

"Memang boleh?" tanya Aulia.

"Ya tentu tidak boleh lah, Aulia sayang cintaku kalau kamu mau ngga kerjain siap-siap buat mengajar di depan Pak Azizi langsung dan hafalan masya Allah."

"Wah tidak mau kalau seperti itu! Mbak Dewi, Mbak Karina tahu ngga? Tadi Gus Ikhsan yang mengajar," ucap Tiara.

"Wahh ada apa ini sampai bisa mengajar kalian?" Tanya Karina dan Dewi dengan bahagia dan tidak percaya.

"Ya tumben sekali mengajar, tahun kemarin-kemarin saja kita kelas dua Tsanawiyah saja tidak mau mengajar kita," ucap Mbak Dewi.

"Memang dia hebat sekali ya Mbak?" tanya Aulia.

Ratih hanya terdiam. "Katanya belajar bersama kok bicarakan Gus Ikhsan si," Batin Ratih, Ratih langsung membuka bukunya dan mulai membaca.

"Aulia! Jangan salah Gus Ikhsan masya Allah hebat luar biasa, dia hafidz Al Qur'an umur 6 tahun, membaca kitab kuning kosong saja udah pandai umur 7 tahun."

Thanks you See you next time

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Thanks you
See you next time

Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang