Assalamualaikum semuanya
Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca
Ada typo? Komentar ya
Happy Reading
Ratih duduk di dalam kelas mengunakan sarung hitam dengan baju berwarna putih sembari menatap kitabnya itu ia mulai membaca kitab kuning dengan sangat lancar.
Seorang wanita berjilbab syar'i datang menghampiri Ratih.
"Ratih, itu di panggil guru kamu," ucap ketua kelas.Ratih mulai terkejut dengan ucapan ketua kelas. "Saya, saya memangnya berbuat salah apa?" Tanya Ratih.
"Sepertinya membicarakan hal lain seperti lomba, dari pada penasaran lebih baik cepat. Lonceng kelas masuk masih lama," jawabnya.
Ratih menutup kitab kuningnya itu ia mulai memakai kacamatanya dan berjalan menuju ruang guru.
Ruang guru itu sangat ramai, kitab dan buku-buku itu tergagap begitu rapi di rak-rak yang sudah tersedia.
Pengurus pondok itu adalah ibu Gus Faiz sedangkan wakilnya adalah Ibu Tiana.
Ratih mulai memasuki ruang wakil pengurus pondok itu dengan membukukkan tubuhnya itu.
Ibu Tiana mulai meminta Ratih untuk duduk di tempat yang sudah tersedia, Ratih lebih memilih duduk di bawah tidak duduk di kursi.
"Kenapa tidak duduk di atas saja?" Tanya Ibu Tiana.
Ratih terdiam tidak menjawab ucapan ibu Tiana. "Nak duduklah di sini," ucap Ibu Tiana meraih tangan Ratih untuk duduk di atas bersama dirinya.
Ratih tidak berani menolak permintaan Ibu Tiana, akhirnya ia mulai duduk di samping Ibu Tiana sembari menundukkan kepala dengan tubuh yang bergemetar.
Ratih takut akan di hukum.
Ibu Tiana mulai memberikan sebuah lembaran kertas itu kepada Ratih, Ratih mulai mengambil kertas tersebut dan membacanya dengan tangannya bergetar serta mata yang berkaca-kaca.Lembaran berisi tulisan di keluarkan dari pondok pesantren Tahfidzil Qur'an Al-Qolby. Ratih mulai menelan ludahnya dengan kasar sembari melotot.
Ratih tidak membaca semuanya hanya sebagian yang ia baca ia mulai mengeluarkan begitu banyak keringat, wajahnya memucat, tubuhnya semakin bergemetar.
Pikirannya terus melayang, ia hampir meneteskan air matanya itu. "Ya Allah apakah aku di keluarkan karena kejadian aku di culik itu, mereka pikir aku sudah di lecehkan tidak suci lagi sehingga tidak pantas ada di pondok?" Batin Ratih. Ratih mulai meneteskan air matanya itu.
"Kenapa berkeringat dan menangis seperti itu? Ibu menunjukkan surat lembaran kertas berisi lomba bukan, bukannya kertas pengeluaran santriwati?" Tanya Ibu Tiana.
"Lomba? Tapi ibu, ini kertas berisi di pertanyaan pengeluaran santriwati, Ibu apakah saya akan di keluarkan dari pondok? Salah saya apa Bu?" Tanya Ratih semakin menangis.
Ibu Tiana mulai mengelengkan kepalanya itu dengan wajah yang heran, ia mulai mengambil kertas di tangan Ratih dengan perlahan.
Ia mulai membacanya sembari terkekeh pelan. "Ya ampun, Ibu kira apaan, ini surat sudah lama di tahun 2011 nak, Ibu lagi membersihkan berkas dan menemukan ini. Ini surat yang benar," ucap Ibu Tiana memberikan brosur lomba.
Ratih mulai tersenyum dengan penjelasan Ibu Tiana ia menghapus air matanya itu, mulai mengambil brosur dan membacanya.
Terdapat banyak sekali lomba, lomba qori'ah, lomba membaca kitab kosong, lomba cerdas cermat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Ficção Adolescente(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...