jangan lupa vote ya makasih
Ada masukan/saran ada typo? Silahkan tinggalkan jejak
Terlelap tidur angin malam datang di tengah malam, membuat seorang wanita menarik selimut dan mulai mengigil kedinginan.Perempuan bermukenah putih memberikan selimut lagi kepada Ratih, membuat Ratih terkejut dan membuka matanya perlahan.
"Mbak bangun, jam berapa?" tanya Ratih.
"Setengah tiga kamu tidur saja."
Ratih mulai memejamkan matanya kembali, suara terdengar dari berbagai tempat suara lantunan ayat suci Al Qur'an, membaca kitab kosong dan membaca kitab hafalan.
Ratih mulai membuka matanya kembali. "Mengapa aku tiba-tiba teringat akan Ayah dan Ibu, sampai kapan aku disini apakah mereka tidak akan membawa diriku ke rumah satu hari saja. Aku harus bisa membuktikan bahwa diriku mampu untuk lulus pondok pesantren ini agar orang tua merasa bangga dan menjemputku dalam tangisan kerinduan dan bangga,"batin Ratih.
Mbak Liya melantunkan ayat suci Al Qur'an membuat Ratih kembali tidur.
Setelah selesai melantunkan ayat suci Al Qur'an, ia menatap Ratih tertidur.
"Aku merasa kasihan dengan dirimu Ratih, orang bilang kamu di buang akan tetapi dari pandangan Ibu Tiara kamu di titipkan itu lebih baik. Orang tua kamu akan menyesal melepas tanggung jawab mereka memberikan uang tidak kira-kira itu sangat kurang,"batin Mba Liya mengelus kepala Ratih.
Flashback on
Umur Ratih masih enam tahun menangis sepanjang hari merindukan pelukan Ayahnya.
Ratih duduk di balik pintu kamarnya menangis kencang membuat semua santriwati di kamar tersebut merasakan lelah mendengar tangisan itu.
"Kenapa kok nangis gini?" Tanya Mba Dewi.
"Ayah dimana kapan dia menjemput diriku?" tanya Ratih.
"Kamu ini kan di titipakan disini, tunggu kamu pintar dulu baru di jemput," ketus Mba Dewi.
"Apa iya dia di titipkan, bukannya di buang ya? Tidak mau urusin,"ketus Aulia.
"Astagfirullah Aulia, bicara di jaga wajar dia anak kecil. Apa masalahmu sampai berbicara seperti itu, apakah dia selalu meminta dirimu untuk bersama terus tidak kan," ketus Mba Dinda.
Tangisan Ratih semakin keras ketika mendengar ucapan Aulia membuat hatinya sakit.
"Ayah, Ibu lebih baik di rumah menyapu, mengerjakan pekerjaan rumah dari pada disini bidadari kok jahat," ucap Ratih masih polos.
"Bidadari jahat apanya," lirih Aulia.
"Bidadari itu cantik kenapa disini banyak sekali tidak cantik seperti buku komik, apakah bidadari disini itu palsu. Mengapa Ayah mengirimku di tempat dimana perkumpulan bidadari palsu apakah Ayah menginginkan Ratih menjadi bidadari palsu seperti mereka," ucap Ratih mengusap air matanya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...