Assalamualaikum semuanya
Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca
Akan ada perubahan nama di part sebelumnya
Happy Reading
Waktu menunjukan jam setengah delapan semua santriwati mulai kembali ke kamar bersiap-siap melakukan akrifitasnya itu.
Setelah menyetorkan hafalan selesai maka akan ada jadwal piket kamar setiap harinya, khusus untuk hari jum'at, sabtu piket pondok pesantren membagi tugas membersihkan setiap tempat pondok, berupa halaman, kamar mandi, selokan, rumah pengurus pondok dan rumah habib Makmur.
Rumah pengurus pondok akan ada pekerjaan yang di lakukan, menyapu lantai, mencuci pakaian, mengepel lantai, menyapu halaman membersihkan semua debu yang ada.
Kini di hari senin, Ratih mendapatkan tugas menyapu kamar dan membereskan selimut agar satu ukuran dengan tempatnya.
Sementara temannya mulai, merapikan setiap tempat yang beratakan sembari menunggu Ratih menyapu baru akan bersiap-siap untuk mengepel.
Setelah selesai piket jam delapan lebih, semua santriwati mulai mengambil kotak makan, dan juga nampan berisi lengkap yang sangat lezat.
Semua santriwati mulai bercanda ria, di depan kamar sembari menunggu semua satu kamarnya berkumpul untuk makan, sarapan yang sudah di sediakan.
Ratih duduk berkumpul mulai mengobrol dengan semua orang tanpa ada rasa malu, ia mulai membiasakan diri membuat akrab semua orang agar ia merasa tidak sendirian lagi.
"Nah Ratih, sekarang mbak Devi gilirannya memasak. Ini hasil masakannya," ucap Mbak Raina.
"Nah, untuk umur belum matang u tuk memasak nanti akan di bantu sama senior," sambung Lita.
Melihat nampan begitu banyak nasi di dalamnya, sayur lodeh, tempe goreng, sambal goreng, serta ikan goreng sudah di potong kecil-kecil.
Untuk satu orang nampan berisi lima orang, sesuai kelompoknya semua santriwati mulai mengelilingi nampan itu mulai berdoa bersama lalu ia mulai memakan tanpa harus berebutan memakannya mengunakan sendok.
Ratih sangat bahagia merasakan kesederhanaan itu, memakan makanan dari nampan itu mampu membuatnya bahagia.
Raina mulai mengambil foto menggunakan kamera digital, mulai berhitung agar fotonya tidak menjadi buram.
Dalam hitungan ketiga semuanya mulai tersenyum bahagia, mereka kembali memakan dengan rasa bahagia.
Seorang wanita menatap dari kejauhan senyuman di wajah Ratih tidak bisa di tutupi, ia bahagia ketika Ratih sudah memulai kehidupan barunya dnegan bahagia tanpa beban.
"Aku sangat bersyukur kepadamu Gus Ikhsan, karena dirimulah Ratih bisa memulai kehidupan barunya dan tersenyum bahagia," lirih Ibu Tiara.
Setelah selesai sarapan para santriwati mulai melakukan kegiatan sendiri, seperti menghafal Al Qur'an di setiap tempat, mencuci pakaian, menambal pelajaran.
Ratih mulai bingung apa yang ia lakukan setelah ini, ia mulai melihat di dalam kamar semuanya mulai menulis pelajaran.
Ratih mulai berpikir untuk belajar menulis agar tulisannya semakin bagus ia mulai mengambil buku latihannya dengan ragu ya membuka buku tersebut.
Lita menatap Ratih yang malu. "Kenapa malu seperti itu? Kami juga pernah menulis seperti itu, bahkan saya menulis lebih jelek dari yang kamu tulis, namanya juga belajar bertahap setiap orang pasti merasakan nulis seperti itu mereka terus belajar menulis sampai akhirnya tulisannya indah. Tidak mungkin kan jika kelas tiga sekolah dasar langsung bisa menulis dengan benar dan indah?" Jelas Lita.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Jugendliteratur(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...