الله الرحمن الرحيم
Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca
Mau beri saran/krisar/typo? Silahkan berkomentar terima kasih
Ibu Tiara dan Liya sangat senang melihat Ratih tersenyum sangat bahagia. "Ratih, mengapa kamu bersinar sekali?" Tanya Ibu Tiara.
Ratih masih terdiam sembari tersenyum dengan manisnya, wajahnya bersinar dengan pipi chubby. "Masya Allah, Ratih kami baru melihat dirimu sebahagia ini, ada apa?" Tanya Liya.
Semua santriwati menatap Ratih. Ingin mengetahui jawaban Ratih. "Hanya, aku dan Allah yang tahu saja. Aku tidak mungkin memberikan jawaban benar karena Gus Ikhsan meminta diriku untuk tidak memberitahukan banyak orang. Akan tetapi mengapa aku selalu tersenyum dan merasakan bahagia ketika suaranya selalu terdengar dengan jelas di telingaku ini?" Batin Ratih.
Hayo Ratih terngiang² sama suaranya siapa ni? Gus Ikhsan atau Habib Raihan?
"Kenapa, diam?" Tanya Ibu Ratih.
"Ada, seorang yang baik mengantarkan diriku pulang Ibu, aku tidak pernah menyangka ada orang sebaik dia mengantar diriku," jawab Ratih masuk ke dalam kamarnya dan mula duduk di balik lemari kecilnya.
Ibu Ratih sangat bingung dnegan ucapannya. "Itu orang, di lingkungan pondok pesantren atau orang lain?" Tanya Ibu Tiara dalam benaknya.
Liya membantu untuk memotong dan membagi resep makanan agar bisa dimasak selezat dirinya.
Ratih terdiam dan mulai menatap sekeliling berantakan dengan pakaian belum di lipat, sampah makanan ringan, lemari berdebu. Ratih mulai berdiri dan menatap sekeliling itu dengan tajam dan keluar mulai meminta izin.
"Mbak, pakaian belum dilipat apakah aku boleh melipatnya?" Tanya Ratih.
"Wah, anak sangat baik ini. Percaya diri sekali dirimu, lihatlah lemarimu berantakan jangan sok baik melipat baju orang lain. Pakaian saja belum benar lipatannya," cibir Aulia dengan kesal.
"Aku, berpikir kamu akan menyesali perbuatanmu Mbak Aulia, karena meninggalkan diriku dengan sengaja, akan tetapi kamu selalu merendahkan diriku, serendah itukah diriku dimatamu?" Batin Ratih tersenyum mendengar ucapan Aulia.
"Ya, mbak aku baru belajar dengan benar, sekarang aku sudah bisa melipat baju dengan benar dan rapih, apakah boleh?" Tanya Ratih.
"Aulia, lihatlah lemarinya, jika rapih sekali dia boleh melipat baju itu," pinta Dewi.
Aulia, mengembuskan nafasnya dengan kasar menahan kekesalan pada Ratih. "Heran, bisa-bisanya dia balik ke pondok pesantren. Padahal dia baik, cantik juga nggak kenapa bisa-bisanya di tolong orang?" Kesal Aulia dalam benaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...