Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca
Ada typo? Yuk komen.
Saya merubah nama Mufid menjadi Liya, Nunung menjadi Dewi sedangkan Iip menjadi Karina, jika menemukan nama mereka bertiga tinggalkan jejak ya terima kasih
Hari pertama Ratih menginap di rumah Naina, ia mulai gelisah ketika pagi hari. Rasa tidak enak menginap dan kemewahan yang ada disini.
"Apakah aku pantas berada disini?" Tanya Ratih masih batuk setelah ia solat maghrib.
"Ada, apa Ratih?" Tanya Tiara melihat Ratih terdiam dengan wajah murung.
"Ibu, kenapa kita di sini? Aku tidak mau dibedakan dengan santriwati lainnya," ucap Ratih.
"Ini malam takbiran ayo bersiap, kita akan bersama-sama takbiran," ucap Tiara.
"Saya kan pondok salaf, bukan pondok Tahfidz bu," jawab Ratih.
"Ya, Ibu akan mengantar kamu ke sana," ucap Tiara.
Ratih memakai sarung berwarna hitam dengan motif bunga dan memakai baju santriwati berwarna biru dengan kerudung hitam.
Ia mulai berdiri dengan sangat lemas. "Ibu, apakah aku punya penyakit berat?" Tanya Ratih menatap Tiara.
"Kenapa kamu berpikir seperti itu sayang?" Tanya Tiara.
"Dari wajah semua orang aku memperhatikan semuanya, mereka melihat diriku dengan wajah sedih. Seakan-akan aku mempunyai penyakit berbahaya, tatapan mereka dan sikap mereka," jelas Ratih.
"Mereka sayang kepadamu Ratih, mereka sedih melihatmu sakit," jelas Tiara.
Tiara menuntun Ratih ke pondok salaf, suasananya sangat ramai ada sebuah tenda dengan api unggun. Membawa rebana.
"Api unggun," ucap Ratih.
Semua kelas berkumpul ia duduk di alasi tikar sederhana mengeliling api unggun, semuanya senang melihat Ratih.
Ia memeluk Ratih terkecuali Aulia, "Ibu Kaira saya titip Ratih dia sedang masa pemulihan cepat lelah jadi saya titip karena akan berkumpul dengan yang lain," ucap Tiara.
Ibu Kaira menganggukkan kepalanya itu, Tiara menghampiri tenda perkumpulan ustadzah di seberang.
Kali ini takbiran pondok pesantren salaf dan tahfidz berkumpul dalam satu lapangan, ramai sekali dengan lampu trumble berwarna putih mengelilingi tenda dengan api unggun di tengahnya.
Semuanya takbiran dalam suasana bahagia, di iringi dengan rebana semuanya saling berbahagia dengan suara yang keras saat takbiran mempunyai kesan tersendiri.
Ratih sangat bahagia melihat semua orang berkumpul seperti mengadakan kemping, Gus Ikhsan menatap semua santriwati dari atas rumahnya itu matanya yang tajam melihat jarak jauh menjadi dekat bagi dirinya.
"Aku senang melihat semuanya bahagia, kamu juga Ratih bahagia terus ya. Walau pun aku pergi setidaknya ada Habib Raihan yang akan mengantikan diriku menjagamu dari kejauhan," ucap Gus Ikhsan.
Tesenyum Ratih ingin melihat bintang diatas sembari takbir ia melihat Gus Ikhsan tersenyum Gus Ikhsan menyadari bahwa Ratih melihat dirinya Gus Ikhsan mulai melambaikan tangannya itu.
Membuat Ratih tersenyum melihatnya. "Aku menginginkan kamu sukses seperti apa yang kamu impikan Ratih, semoga kita bisa bertemu dalam waktu dekat walaupun bagi diriku itu rasanya tidak akan mungkin," ucap Gus Ikhsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...