Sebelum baca vote terlebih dahulu
Happy readingAda typo? Mau berikan saran silahkan berkomentar
"Ganteng ngga menurut kalian Gus Ikhsan?" tanya Mbak Karina.
"Tampan sekali Mbak, senyuman itu," ucap semua kelas satu di kamar tersebut secara bersamaan kecuali Ratih.
Kini Ratih menjadi sorotan banyak orang karena ia hanya diam tanpa ceria seperti yang lain."Ratih!"
"Ya Mbak kenapa?" tanya Ratih.
"Gus Ikhsan tampan tidak?" tanya Mbak Dewi.
"Apa bedanya tampan dengan orang yang tidak tampan Mbak? Bukannya kita melihat itu bukan dari fisik ya akan tetapi lebih ke hatinya, apakah saya salah Ibu Tiara?" tanya Ratih.
"Di zaman sekarang! Itu sudah biasa Ratih, seseorang memandang dari fisiknya bukan dari hatinya. Oh ya hemm buat Mbak-mbak kelas dua dan tiga MAN di minta kumpul sama Pak Yahya," ucap Ibu Tiara yang menarik tangan Ratih untuk keluar kamar.
"Mentang-mentang anak kesayangan di belain terus," lirih Aulia.
"Aulia selalu banyak bicara, banyak tingkahnya," ucap Mbak Dewi dan Mbak Karina secara bersamaa.
"SUDAH BELAJAR HAYUK!"
Mbak Dewi dan Mbak Karina pergi dari kamar, untuk berkumpul dengan yang lainnya.
"Besok ada ulangan harian?" tanya Ibu Tiara.
"Ya Bu, ada memang kenapa?" tanya Ratih.
"Dibaca jangan di hafal! Buku ibu masih ada di kamu kan? Di baca itu jangan di hafalin nanti akan susah, ibu tidak bisa mengajari kamu Ibu ada urusan, assalamualaikum."
"Waalaikumussalam Ibu, mau ke mana?" tanya Ratih.
"Hem, Ibu kan tempat di pondok pesantren Tahfidz Ratih jadi wajar ibu sering di sana, tapi ibu selalu sempat ke sini kan." senyuman Ibu Tiara yang selalu sabar dengan Ratih ia kembali mendekati Ratih.
"Ibu, bukan dulu di sini?" tanya Ratih.
"Ibu sudah lulus di sini dan ibu setiap tahun menyempatkan diri untuk menghafal Al Qur'an jadi sekalian saja selesai di sini langsung pindah pondok ke tahfidz."
"Ibu tidak takut untuk tua di sini terus menerus?" tanya Ratih.
Ibu Tiara kembali mendekati Ratih, "Maksud kamu, 7 tahun di pondok pesantren salaf ini. pindah ke pondok tahfidz itu memakan waktu lama? Dan kamu memikirkan sudah tua di pondok begitu?" tanya Ibu Tiara.
"Ya Bu, biasanyakan sudah berumur 20 sudah keluar pondok pesantren."
"Ibu ini menurut kamu umur berapa Ratih?" tanya Ibu Tiara.
"20 tahun."
"Ibu ke sini sejak berumur sembilan tahun, di pondok salaf tujuh tahun berarti lulus umur berapa?" tanya Ibu Tiara.
"Lima belas tahun."
"Sekarang sudah berumur delapan belas tahun Ratih, berarti sudah 10 tahun Ibu ada di pondok pesantren ini."
"Mengapa Ibu begitu betah disini? Seakan-akan tidak mau pulang cepat, jika aku jadi Ibu aku akan pulang setelah lulus pondok pesantren salaf ini," ucap Ratih.
"Karena ibu tiri Ibu menginginkan ibu tetap disini Ratih, kita sama di buang oleh orang tua kita karena ke egoisan orang tua," batin ibu Tiara menahan air matanya.
"Kalau tidak bisa jawab, Ibu tidak usah jawab."
"Lain kali Ibu akan jawab jika kamu sudah besar, assalamualaikum."
"Waalaikumussalam."
Dua orang wanita cantik itu datang menghampiri Ratih dengan wajah yang ceria berpakaian serba hitam menambah elegan.
"Hallo Ratih, assalamualaikum," ucap dua wanita perparas cantik.
"Wah kalian ngapain di sini?" tanya Ratih, ia mulai membulatkan matanya dengan tidak percaya ada teman menyapa dirinya.
"Belajar sama-sama sepertinya seru tuh," jawab Ninda.
"Nah biar nanti kita nilai samaan ya ngga," goda Ilma kepada sahabat barunya itu.
"Kalian kembar?" tanya Ratih.
"Dia sahabat aku kecil Ratih, bukan kembar si Ninda ini tukang ikut in aku saja terus sampai sekarang pun ikut," ketus Ilma.
"Yee ... kamu ajak aku mondok di sini bilang saja kamu mau dekat terus sama aku."
Ratih hanya terdiam melihat seseorang akhirnya mau dekat dengan Ratih.
"Kamu kenapa pendiam?" tanya Ninda.
"Yee ... begitu kok di tanyakan, bergaul Ratih kalau ada orang itu di ajak obrol saja sok asik padahal ngga asik si tapi setidaknya jangan sendirian begini."
"Saya pernah seperti itu Mbak, cuman yang saya dekati malah tidak ada peduli sama sekali dengan Ratih jadi lebih baik sendiri dari pada munafik seperti itu," jawab Ratih.
"Benar juga si, cuman kita hidup di pondok pesantren masa hidup serba sendiri kan tidak mungkin Ratih," ucap Ninda.
"Saya selalu di lupakan, banyak membenci diriku, apa salah ku? Aku dekati mereka makin membenci, semakin menjadi-jadi saya tidak mau membuat orang lebih kesal lagi dengan saya apakah saya salah?" tanya Ratih.
Ilma dan Ninda hanya terdiam mendengar ucapan Ratih tersebut.
"Belajar saja sudah hayuk," ajak Ilma membuka buku miliknya tersebut.
Waktu begitu cepat, jam menunjukan 22.30 WIB.
"Kak waktu sudah semakin larut jadi balik ke kamar masing-masing karena Mbak-mbak ronda nanti akan marah jika tidak tidur dari sekarang."
"Tadi kita pulang musyawarah jam berapa si?" Tanya Ninda.
"Jam 21.10 WIB."
"Assalamualaikum Ratih dadah," ucap Ninda dan Ilma secara bersamaan.
"Waalaikumussalam."
"RATIH!!"
"Ya Mbak kenapa?" tanya Ratih.
"Gaya banget belajar sendiri! Tidur mau di mana luar mau?" tanya Aulia.
"Aulia kamu seharusnya tidur di luar mengapa Ratih terus menerus tidur di luar?" tanya Mbak Liya.
Aulia hanya terdiam, lalu ia berani untuk mengangkat suaranya.
"Di dalam sudah penuh mbak! Siapa suruh dia tidur lama."
"Ratih ambil bantal, selimut kamu kita tidur di depan kamar bertiga," pinta Mbak Liya.
"Sama siapa lagi Mbak?" tanya Ratih.
"Naila tahu tidak? Kemarin-kemarin sempat kenalin ke kamu dia sudah balik kesini dan ia ajak Mbak buat tidur bareng jadi kamu sendirian tidur di depan kamar kan tidak mungkin sekalian saja ajak tidur disini tidak apa-apa?" tanya Mbak Liya.
Ratih memeluk erat Mbak Liya sembari meneteskan air matanya.
"Mbak makasih banyak selalu temani Ratih, baik sekali sama Ratih yang selalu menemani Ratih jika yang lain meninggalkan Ratih sendirian Mbak Liya selalu ada untuk Ratih makasih banyak," ucap Ratih masih menangis dengan keras.
"Sama-sama sudah, tidur yuk."
Ratih mengambil bantal dan selimut miliknya. "Ratih kamu cengeng!"
Ratih hanya terdiam dan keluar dari kamar menuju depan kamar untuk segera tidur dengan cepat.
TBC
Terima kasih
See you next time
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Ficção Adolescente(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...