jangan lupa tinggalkan jejak
Sebelum baca ni author mau tanya, mau happy end atau sae ending? Walaupun masih lama harus dipikirkan dulu 😊 komen yuk.
Ramaikan yuk dengan cara komentar biar author semangat, kalau ramai nanti double updatenya 😊
Usaha tidak akan pernah mengkhianati hasil, walaupun sangat sulit menempuhnya melakukan dengan ikhlas maka akan mudah.
Ratih.
Waktu menujukan jam setengah sebelas malam, Ratih mulai menguap matanya buram penyakit santriwati setiap di pondok pesantren.
"Sakit ya?" tanya Ustadzah.
Ratih menganggukan kepalanya itu mulai memejamkan matanya karena sudah buram seperti orang buta tidak bisa melihat apa pun.
"Penyakit santriwati Ibu juga pernah merasakan itu, awal mula ibu mondok mendapatkan cobaan yaitu ibu bolak balik toilet karena mulas makan belum bisa menyesuaikan karena dulu ibu di rumah makan enak-enak disini makan tahu sendiri sederhana," jelas Ustadzah.
"Ibu bolehkah aku pulang ke kamar? Mataku sakit sekali," ucap Ratih.
"Bentar Ratih ibu akan memberikan mu sesuatu." Ustadzah langsung pergi ke kamar mengambilkan sebuah buku dan obat mata untuk Ratih.
Seorang perempuan datang mendudukan tubuhnya, "Hey kamu disini Liya cari Ratih ya? Sini," ucap Ustadzah melihat Liya mencari Ratih.
Liya langsung terdiam mulai mengucapkan salam dan mencium tangan ustadzah. "Nak, Ibu akan memberikan buku ini, sekalian berbaringlah di pangkuan ibu akan memberikan tetesan obat mata ampuh ini," pinta Ustadzah Ratih menurut mulai membuka mata perlahan mulai merasakan perih sangat luar biasa.
"Ah ... sakit sekali ibu," ringis Ratih kesakitan.
Ustadzah hanya bisa tersenyum melihat tingkah Ratih masih seperti anak kecil.
Ratih mulai membuka matanya masih buram air keluar dari mata Ratih.
"Sudah biasa Ratih santriwati mendapatkan penyakit ini, tandanya kamu sudah mulai betah disini. Penyakit santriwati biasanya adalah kaki pecah-pecah, mata sakit, perut, rambut memutih," jelas Ustadzah.
"Rambut memutih? Bukannya hanya sudah tua ya akan begitu?" tanya polos Ratih, Liya hanya terdiam memegang tangan kecil Ratih.
"Rambut memutih berarti belajar ilmu agamanya sudah wah," jawab Ustadzah.
Ratih dan Liya mencium tangan Ustadzah, Liya yang menuntun Ratih untuk pergi bersamanya tidur.
Ratih dan Liya berjalan perlahan menuju kamarnya, semua snatriwati bersiap untuk tidur suasana ramai sebelum tidur yaitu bercerita sampai tertidur pulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...