tinggalkan jejak vote sebelum membaca 😊
Mbak Liya dan Ibu Tiara membawa buku kelas satu A, dari belakang mereka memasuki kantor pribadi milik Pak Kiai."Permisi assalamualaikum," ucap Ibu Tiara.
"Masuk, oh ya sekalian ini ambil kiriman dari orang tua wali Ratih kalau tidak salah," ucap Gus Ikhsan.
Mbak Liya mengambil paket tersebut, "Sejak kapan orang tua Ratih peduli dengan Ratih," batin mbak Liya.
"Kami ada tamu jauh, jadi silahkan keluar, Gus Faiz ada di kantor Pak kiai Nur dia sudah menunggu," ucap Gus Ikhsan masih menilai ulangan santriwati.
"Ya ampun kenapa jantung ini berdetak dengan kencang, Gus Ikhsan dan Gus Faiz sangat jauh perbedaan meraka dari segi umur bahkan cara mengajarnya. Gus Ikhsan beda empat tahun dengan Ratih, sedangkan Gus Faiz beda usia lima tahun dari diriku mereka sudah hebat dalam mengajar dan mengatur pondok pesantren ini," batin Ibu Tiara.
Mbak Liya dan Ibu Tiara pergi menuju rumah Pak kiai Nur untuk memberikan uang kas untuk pembangunan.
Ruangan ada di belakang rumah masuk rumah, dan akan bertemu dengan atau ruangan di belakang santriwati akan masuk mengetuk pintu dan mulai berjalan menuju ruangan tersebut untuk menaruh buku, uang kas. Atau yang lainnya.
Tok ... Tok
"Assalamualaikum," ucap Ibu Tiara sedangkan Mbak Liya tidak berani mengucapkan salam.
"Waalaikumussalam, masuk kalian berdua," pinta Gus Faiz.
"Astagfirullah mengapa jantung ini berdetak dengan kencang lagi," batin Ibu Tiara.
Ibu Tiara dan Liya mulai membuka pintu dengan menundukkan kepala mereka.
"Ini uang kas kelas Enam C, ini uang kas guru ngabdi," ucap Ibu Tiara.
"Bawa paket apa?" Tanya Gus Faiz dengan suara beratnya.
"Ratih kelas satu A," jawab Ibu Tiara berkeringat dingin jantung berdetak dengan kencang.
"Hoo yang sering di ceritakan oleh Gus Ikhsan, Ratih," lirih Gus Faiz.
"Oh ya ... sekalian ingatkan dia, nanti malam belajar buat makhraj saya ajar, Pak Kiai Azizi tidak bisa ada tamu penting. Nanti kalau gagal lagi hukuman di percepat begitupun sebaliknya," jelas Gus Faiz.
"Apakah semua pengurus mengetahui Ratih? Bahkan hukumannya?" batin Mbak Liya.
"Mbak Tiara kenapa berkeringat seperti itu? Ayahmu menelpon tadi kamu ke sini lagi saja jam dua siang buat menjawab telponnya, tunggu apa masih ada perlu selain yang kas?" tanya Gus Faiz.
Tiara menggelengkan kepala dan menuduk mulai pamit sembari mengucapkan salam.
Semua santriwati beristirahat membeli makanan ringan untuk dimakan Ratih hanya bisa melirik semua teman-teman memakan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...