Assalamualaikum semuanya
Jangan lupa vote dan komentarnya kak biar author semangat
Ada typo? Silahkan tinggalkan jejak
Happy Reading
Ratih mulai membaringkan tubuhnya di kamar milik Naina, ia menatap sekeliling kamar begitu mewah tersebut membuat dirinya tidak nyaman.
"Aku tidak pernah merasakan tidur di kamar semewah ini, bahkan aku juga tidak pernah merasakan tidur di kamar di rumah ku sendiri," lirih Ratih.
Liya kembali ke pondok pesantren sedangkan Naina mulai berselfi memakai telpon di ruang tengah dengan berbagai gaya selfi.
Hembusan nafas panjang dari Ratih sembari menutup matanya itu secara perlahan. "Entah mengapa hati ini sangat terikat dengan Gus Ikhsan, astagfirullah maafkan diriku karena melakukan zina pikiran ya Allah," ucap Ratih.
Ia mulai memikirkan banyak hal. "Pikiran sangat kacau, hati terus terikat padanya bahkan pikiran ini terus tertuju padanya, tidak Ratih dia dan kamu sangat jauh tidak akan bersama lagian aku masih terlalu kecil untuk memikirkan hal ini fokus kesehatan dan impian kamu," ucap Ratih.
Seorang perempuan menatap Ratih berbicara sendirian. "Kenapa Ratih berbicara sendiri?" Tanya Naina.
Ratih membuka matanya dan tersipu malu. "Jangan tersipu malu seperti itu katakan ada apa?" Tanya Naina mulai menghampiri Ratih dan duduk di samping Ratih tidur.
Ratih semakin tersipu malu sembari menggelengkan kepalanya itu, Baina tersenyum bahagia melihat Ratih menjadi salah tingkah itu.
"Hem ada benih-benih cinta ya?" Goda Naina menatap Ratih sembari tersenyum tipis.
"Tidak, aku masih dibawah umur untuk memikirkan hal itu. Sekarang fokus membanggakan orang tua dan membuktikan hinaan yang selalu aku dapatkan itu lemah, suatu vitamin untuk diriku bangkit," jelas Ratih.
"Ya, namanya juga manusia Ratih pasti merasakan cinta ke lawan jenis. Berdzikirlah lalu cobalah untuk istirahat hem," ucap Naina.
Ratih mulai berdzikir sembari menutup matanya itu, Naina mulai mendampingi Ratih.
Disisi lain, Tiara sudah merasakan sesuatu perubahan besar hatinya menjadi sangat lega tidak ada kata beban lagi semuanya sudah mulai ringan ketika menceritakan banyak hal dengan orang lain.
Ummi mulai mengusap air matanya melihat puteri kesayangan begitu menderita selama ini. "Sayang, kamu ingat saat umur tiga tahun kami ke sini dan bersama ummi selama satu tahun. Saat itulah ummi mulai menyayangi dirimu tidak tahu kelakuan ibu tiri mu begitu tega meninggalkan dirimu di sini dan Ayahmu tidak mencari dirimu, saya bertekad mengembalikan dirimu ke rumah karena tidak baik di umur masih kecil terpisah dari orang tua, seandainya ummi tahu bahwa sikap orang tuaku tidak baik kepadamu ummi tidak akan mengembalikan dirimu nak saat itu," ucap Ummi kembali meneteskan air matanya itu.
Tiara mulai tersenyum melihat ummi menyayangi dirinya itu, ia mulai mendekati ummi dan memeluknya.
Seorang lelaki menatap ummi dan Tiara berpelukan merasa lega. "Setidaknya ada ummi yang akan menghapus air matamu Tiara," ucapnya, dia adalah Gus Faiz.
Flash back on
Perjalan hampir ke pondok pesantren Ayah Gus Faiz memberhentikan mobilnya itu. "Nak turunlah karena Abah takut jika Tiara dan ibumu kenapa-kenapa ini juga hampir sore hem, dalam jarak jauh saja jika mereka sedang bicara," ucap Abah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...