Assalamualaikum
Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca
Ada typo? Komentar ya
Ada perubahan nama Mufid menjadi Liya, Nunung menjadi Dewi dan Iip menjadi Karina.
Waktu menujukan jam tujuh malam semuanya mulai berkumpul di lapangan sesuai kamar masing-masing duduk di alasi tikar dengan api unggun menyala.
Suara dari gayung, gendang, kaca, botol terdengar sangat jelas dan nyaring semua santriwati mengelilingi api unggun sembari duduk.
Dalam hitungan ketiga semuanya mulai takbir, suasana ramai dan suara yang nyaring mampu membuat bahagia ketika melihat sekeliling penuh dengan kebahagiaan.
Ratih duduk di samping Liya sembari takbir. "Allah akbar, Allah akbar," ucap semua santriwati.
Lapangan penuh dengan warna dan kebahagian tempat tersebut menjadi saksi kebahagian para santriwati berkumpul mengelilingi api unggun dan bertakbir.
Lampion mulai dinyalakan sembari berbaris untuk berkeliling kampung untuk kelas tersentu yaitu kelas lima dan enam.
"Mbak tidak berkeliling?" Tanya Ratih melihat Liya.
"Ini mungkin idul adha terakhir ku di pondok Ratih, satu tahun lagi aku sudah tidak di sini aku ingin bersamamu terus," ucap Liya sembari memegang tangan adik kesayangannya itu.
"Aku tidak bisa membayangkan tidak ada dirimu Mbak, akan ku coba bersosialisasi dan mengobrol dengan orang agar aku tidak sendirian disini," batin Ratih.
"Bersosialisasi itu penting, kamu bisa menghilangkan sifat introvet kamu itu Ratih," bisik Liya sembari tersenyum.
Ratih terdiam memikirkan ucapan Liya itu. "Kamu bisa jika kamu menginginkan hal itu, belajar untuk bersosialisasi hem," ucap Liya.
Ratih menganggukan kepalanya itu. Para santriwati menunggu suara adzan berkumandang maka berkumpul dilapangan sudah selesai untuk pergi solat isya berjamaah.
Selang beberapa menit kemudian suara adzan berkumandang semua santriwati mulai berlari menuju antrian untuk mengambil wudhu.
Di masjid para santriwati sudah mulai terlihat ramai memakai mukenah berwarna putih, beragam para santriwati lakukan sebelum solat.
Mengaji, membaca kitab, berdzikir, bahkan mengobrol banyak hal dengan teman.
Ratih duduk di atas sajadah mulai menundukan kepalanya itu mulai menutup matanya sembari mengontrol dirinya sendiri.
"Dia yang pingsan kemarin bukan?" Bisik seorang wanita ada di belakang Ratih.
Hembusan nafas kasar dari Ratih mendengar semua orang membicarakan dirinya. "Namanya juga manusia Ratih, tidak luput dari kesalahan walau pun paham agama akan tetapi sangat sedikit menerapkan di kehidupan nyata," ucap Ratih.
Liya datang membawa Al Qur'an untuk membaca sembari membuka ia melihat Ratih terlebih dahulu. "Ada yang sakit?" Tanya Liya.
"Tidak ada mbak, jika ada yang sakit aku akan berbicara," jawab Ratih sembari tersenyum.
"Setelah solat isya, pulang ya bersama Mbak nanti ke rumah Naina hem kamu harus makan tepat waktu lagian acaranya takbiran di kamar setelah itu bebas hem," pinta Liya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Jugendliteratur(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...