Jangan lupa tinggalkan jejak
Ramaikan yuk dengan cara komentar biar author semangat updatenya 😊
Setelah selesai solat subuh Ratih selalu berdoa untuk orang tuanya itu, selalu berdoa baik-baik untuk mereka dan selalu berdoa untuk dirinya sendiri.Ratih mengankat tangannya itu sembari menahan air matanya menegakan kepalanya sembari menutup matanya itu.
Berdoa dalam hati, membuat dirinya tenang. Bertasbih sebentar lalu langsung membuka mukenahnya di kamar.
Semuanya teman satu kamarnya, sudah selesai melipat mukenah. Ia menatap Ratih dengan tatapan tajam.
"Ratih ayo, piket kamar sekarang bersihkan sekarang nanti lonceng telat di hukum lagi," ucap Aulia berlari menuju kelasnya.
Semuanya sudah pergi ke kelas masing-masing, Ratih menghembuskan nafasnya hanya ada kata sabar yang selalu dilontarkan oleh Ratih.
"Ibu Tiara kemana ya? Dia tidak pernah menemuiku aku rindu padanya," ucap Ratih dengan cepat membereskan kamar dengan melipat selimut sesuai dengan ukuran agar sana rata.
Teng ... Teng
Suara kenteng berbunyi Ratih menutup kamar membawa kitab sorogan itu berlari agar ia tidak di hitung terlambat.
Usahanya sia-sia saja, Ratih terlambat semua santriwati teman kelasnya menatap tajam Ratih, Ratih menundukkan kepalanya sembari duduk paling akhir mulai membuka kitabnya dengan perlahan.
Seorang santriwati menatap Ratih, "Bab berapa?" Tanyanya.
Ratih terdiam, "Pasti aku akan di hina," batin Ratih.
Dia mengintip kitab Ratih terbuka pada bab lima, "Baru bab lima? Kita udah bab dua belas lebih loh, lambat banget," bisiknya.
Dia berumur sepuluh tahun, seseorang santriwati berapa lamapun di pondok pesantren tidak menjamin mempunyai sifat terpuji.
"Ya Mbak, saya belum bisa mengejarnya," ucap Ratih.
Wajah sombongnya keluar ketika mendengar pengakuan Ratih. "Semangat, walaupun kamu lama jejaknya yang penting lulus sudah untung," ucapnya.
Sakit? Ya Ratih merasakan sakit dengan direndahkan seperti itu, ia ingin menyerah dan pergi mencari tempat lain akan tetapi perjuangannya akan sia-sia begitu saja.
Senyuman palsu menghiasi wajahnya, "Wah ... Ratih wajahmu sekarang berkilau pakai apa? Jangan minyak buat memasak ya kalau tidak ada uang tidak usah membuat wajah glowing," ucap Diana.
Ustadzah berjumlah dua orang datang memakai sarung berwarna hitam, memakai baju putih tersenyum mengucapkan salam murid-muridnya.
Berdoa diawal hari lalu maju satu persatu untuk membaca kitab kosong secara bergiliran.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...