Jangan lupa tinggalkan jejak
Ada typo? Mau beri krisar/saran silahkan berkomentar makasih
Giliran Ratih untuk maju ke depan jantung Ratih semakin berdetak dengan kencang. Keringatnya keluar membuat tubuhnya bergetar. "Kenapa berkeringat seperti itu?" tanya Gus Faiz.
"Dia pemalu, dia sebenarnya pintar akan tetapi ia tidak berani berbicara dengan orang, benar kata Ikhsan dia pandai untuk menilai seseorang," batin Gus Faiz.
Ratih duduk di hadapan santriwati, Gus Faiz samping Ratih berjarak beberapa langkah.
Ratih mulai membaca dengan gugup dan hasilnya berantakan sekali.
"Stop!!" Pinta Gus Faiz.
"Mampus kamu Ratih makanya jangan main-main sama Aulia, mau menyaingi diriku jauh lah," batin Aulia tersenyum tipis.
"Tarik nafas dulu Ratih, atur nafas kamu itu, baru mulai," jelas Gus Faiz.
Flashback on
Gus Faiz duduk membaca buku di depan rumahnya penuh dengan pohon hijau beserta bunga mekar dengan indah.
Gus Ikhsan menghampiri Gus Faiz sembari tersenyum tipis, "Assalamualaikum Mas," sapa Gus Ikhsan.
"Waalaikumussalam kenapa?" tanya Gus Faiz.
"Nanti malam mengajar makhraj bukan?" tanya Gus Ikhsan.
Gus Faiz hanya menganggukan kepalanya. "Nanti malam giliran Ratih maju, Mas harus sabar sama Ratih karena dia sedikit susah memahami butuh waktu lama. Dia sering gerogi yang membuat dirinya membaca salah tapi setelah gerogi dia akan kembali normal, dia pasti bisa membaca dengan benar. Jangan terlalu keras pada dirinya karena hatinya sedikit lemah dia selalu memikirkan ucapan orang lain dan selalu mencoba menjadi terbaik dan akan berdampak perfectsionis itu akan banyak berdampak buruk pada dirinya," ucap Gus Ikhsan berbicara panjang lebar Gus Faiz hanya menatap dirinya sembari tersenyum.
Wajah heran kini ada di wajah Gus Ikhsan. "Kenapa ada yang salah?" tanya Gus Ikhsan.
"Kamu pandai dalam segala hal, apa lagi menilai seseorang," lirih Gus Faiz.
"Saya tidak mau saja, hatinya hancur ketika seseorang membentak dirinya terus menerus. Abah sulit menyakinkan dirinya untuk tidak membentak Ratih, saya yakin dia akan sukses di masa depan," jawab Gus Ikhsan.
"Tenang saja, pasti ada saatnya Ratih akan sukses di masa depan. Saya tidak akan membentak dirinya hem sudah tenang? Sekarang jawab pertanyaan ku ini. Kenapa kamu begitu peduli dengan dirinya kamu menyukai dirinya?" tanya Gus Faiz.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...