47. Suasana Baru

873 86 16
                                    

Assalamualaikum

  Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca

  Ada typo? Komentar ya

Ratih tersenyum mendengar ucapan Aulia. "Aku sudah sering sekali mendengar kritikan dari orang lain tanpa Mbak Aulia mengucapkan hal itu saya juga sudah menyadarinya, hanya berpesan itu saja, mungkin. Mbak Aulia akan rindu mengejek diriku nantinya, assalamualaikum," ucap Ratih menganggukkan kepala sembari membawa tasnya.

Senyuman sinis dari semua orang mendengar ucapan Ratih. Ratih menjadi sorotan banyak orang ketika berjalan keluar pondok pesantren tersebut.

      Sesampainya di pondok pesantren tahfidz, santriwati bercadar bahkan ada yang tidak memakai bercadar membaca Al Qur'an mulai menghafal setiap ayatnya.

   Anak-anak berumur lima tahun keatas bermain lompat lari tanpa berteriak berisik karena ia tahu waktu para mbak santriwati akan tidak nyaman dengan suara berteriak.

   Ratih tersenyum melihat para anak-anak seumuran dia bermain bebas, lompat tali, jungkat jungkit, ayunan, petak umpat. "Di sini bebas Ratih, kami tidak merebut masa anak-anak mereka itu yang diucapkan Ayahku kepadaku, aku senang mengenal disini karena kami bisa bermain tanpa takut mengejar setoran hafalan, para guru memakluminya," jelas Naina.

"Apakah akan di target Mbak?" Tanya Ratih.

"Seumuran kamu sampai sepuluh tahun belum di target jika sudah lebih dari sepuluh tahun baru satu halaman itu minimal, tidak ada maksimal," jawab Naina.

  "Ya kamu akan bahagia di sini tanpa ada beban akan tetapi ingat tujuan kamu di sini untuk mengahafal Al Qur'an memperbaiki akhlaq hem, tidak akan ada lagi mengucapkan hal-hal menyakitkan lagi ya jadi betah," ucap Tiara.

  "Ya ibu saya betah dan ini impian saya," ucap Ratih sembari tersenyum.

    kamar bersebelahan, rak makanan penuh, rapih, bersih, lantai sangat berkilau tidak ada kotoran pun menempel.

    Sesampainya di depan kamar bernomor lima blok Sakura itulah tempat yang akan di tempati oleh Ratih.

   "Assalamualaikum Mbak Raina," ucap Naina sembari menaruh kardus itu.

"Waalaikumussalam," ucap Raina wanita memakai gamis berkerudung panjang membawa jarum di tangan kanan sembari menempelkannya di dada mengeluarkan senyuman begitu manis saat melihat Naina.

"Ini dia Ratih, yang sudah saya ceritakan kemarin-kemarin, boleh kami masuk?" Tanya Naina.

"Silahkan ayok nak," ajak Raina.

Wanita berparas cantik, berkulit putih bersih itu bernama Putri Raina Wahyu Ningrat, namanya indah sesuai dengan parasnya, walau pun dia hidup dari keluarga berada ia tidak pernah menyombongkan diri bahkan hidup sesederhana mungkin di pondok pesantren.

   Saat pertama kali memasuki kamar tersebut, harum semerbak tercium bau pengharum ruangan begitu wangi membuat Ratih hanya bisa mengucapkan masya Allah.

    Lemari besar berwarna hitam dan putih, rak buku dan kitab, serta rak mukenah sangat rapi dan bersih.

    Tiara, Naina mulai menaruh barang-barang Ratih di depan kamar menatap semuanya dengan senyuman hangat.

   Semua santriwati mencium tangan Tiara karena Tiara adalah ustadzahnya. "Ratih, Naina dan Ibu Tiara tidak bisa sekamar denganmu, karena peraturan disini santriwati memilih kamar di blok sakura ini sedangkan blok anggrek kami berdua tempati itu untuk senior," jelas Naina.

Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang