الله الرحمن الرحيمJangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca
Mau beri saran/krisar/typo? Silahkan berkomentar terima kasih
Setelah selesai makan ia langsung mencuci tangan hingga bersih.
Ratih waktunya mencuci piring dan peralatan masak di kamarnya itu. "Ratih kamu cuci piring jadwalnya kamu awas ya yang bersih!" Pinta Dewi.Ratih terdiam dan menatap cucian piring sangat banyak. "Kapan aku bisa mencucinya?" tanya Ratih.
"Bertahap sekarang cuci setengahnya lalu setengah lagi nanti siang," jawab Dewi.
Ratih tidak mengerti akan jam ia hanya bisa mengira dan matanya minus tidak bisa melihat dengan jelas.
"Jam berapa Mbak?" tanya Ratih.
"Punya mata kan? Lihat saja sendiri," sambung Aulia.
Ratih terdiam.
"Ratih sampai tua kamu bakalan tidak akan mengerti jam, makanya jangan bolos," ucap Dinda.
Perkataan dari Dinda dan Aulia sangat menyakiti hatinya, hatinya hancur berkeping-keping bagaikan kaca retak tidak bisa diperbaiki.
Ratih mengambil piring kotor dan semua peralatan yang kotor setengah untuk ia cuci. "Perasaan tiga hari yang lalu saya cuci kenapa saya cuci lagi?" tanya Ratih sembari berlari membawa cucian tersebut agar cepat selesai.
Ratih mencuci dengan benar agar ia tidak dimarahi oleh Mbak kamarnya, noda minyak sangat sulit dibersihkan butuh waktu lama agar bersih kembali.
Ratih menatap sekitar sibuk berhias sedangkan Ratih sibuk mencuci piring, santriwati sibuk mempercantik diri dan berhias ketika sekolah pagi Ratih hanya seadanya tanpa memakai bedak bahkan sibak.
"Semangat Ratih pasti bisa tepat waktu." Ratih mulai mencuci bekas minyak tersebut sangat sulit dihilangkan Ratih menatap sekeliling karena sudah mulai berjalan menuju kelas masing-masing sedangkan Ratih masih mencuci piring yang banyak.
Wajan, gelas dan mangkuk ia cuci semuanya ia mengulasnya dengan sangat cepat.Teng ... Teng
Suara lonceng itu terdengar sangat keras membuat Ratih berlari sembari bergegas menaruh cucian piringnya itu.
Ratih menyusunnya dengan cepat itu ya tetap terlambat. Semuanya sudah duduk sembari lalaran pagi Ratih harus duduk dalam kegelisahan dan mengatur nafasnya itu.
Ratih terdiam setelah lamaran selesai menatap pelajaran itu, wajah sedih kini di wajah Ratih.
"Ya Allah SWT, bantulah diriku menyelesaikan harapan walau sangat sulit bagi diriku mengejarnya," batin Ratih.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...