31.Quotes?

814 90 7
                                    

  Jangan lupa tinggalkan jejak vote kalian sangatlah berharga untuk author pemula seperti saya.

Saya merubah nama Mufid menjadi Liya, Nunung menjadi Dewi sedangkan Iip menjadi Karina, jika menemukan nama mereka bertiga tinggalkan jejak ya terima kasih

Saya merubah nama Mufid menjadi Liya, Nunung menjadi Dewi sedangkan Iip menjadi Karina, jika menemukan nama mereka bertiga tinggalkan jejak ya terima kasih

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

     Semuanya sudah selesai merawat tubuh masing-masing. "Masak sudah selesai? Besok mau masak apa? Kita dikasih tiga hari untuk keluar sebelum hari raya idul adha," ucap Dewi.

"Ya, kali ini lebih meriah dari tahun sebelumnya kamu tahu? Nanti kita akan takbiran," ucap Karina.

"Hey mbak, setiap idul adha pasti takbiran ya kali tidak takbiran," cela Aulia.

"Ayok kita buat sepakatan, ada yang mau ikut?" Tanya Lidiya.

"Apa?" Tanya semuanya bertanya-tanya apa yang Lidiya berikan kesepakatan.

"Siapa nangis dimalam takbiran nanti maka akan memberikan makanan satu kamar makan besar? Hayo siapa berani?" Tanya Lidiya ia mengulurkan tangannya.

"Lebih seru jika semua ada dikamar ini ikut semunya, hayo Ratih apakah sanggup?" Tanya Aulia.

"Ya," ucap Ratih.

      Semuanya sepakat tidak menangis di malam idul adha, Liya hanya bisa melirik ke arah Ratih. "Ini mengajarkan dirimu untuk luar agar tangisan itu tidak seharusnya kamu keluarkan setiap hari, orang yang kamu tangisi tidak memikirkan dirimu sama sekali. Aku yakin yang mengirim segalanya bukanlah orang tua kamu melainkan orang lain," batin Liya.

   Dirumah Pak Kiai Azizi

     Di teras sebuah teh hangat di atas meja seorang lelaki menekankan matanya sembari memegang Al Qur'an menghafal Al Qur'an yang kini ia lakukan.

      Tok ... tok

"Assalamualaikum nak, ini Abah," ucap Abah mengetuk pintu kamar Gus Ikhsan.

    Gus Ikhsan membuka matanya dan mencium Al Qur'an sebelum ia menaruh di meja belajarnya itu, ia membuka pintu dengan perlahan lalu mencium tangan Ayahnya itu.

"Ada apa Abah?" Tanya Gus Ikhsan.

"Benar kamu mau ke kakek?" Tanya Abah.

"Sehabis hari raya Abah aku akan kesana, belajar lagi sembari mengajar. Itu kan yang Abah inginkan?" Tanya Gus Ikhsan.

"Ya, masih di daerah Jawa Timur kan nak jadi jangan khawatir," ucap Abah.

"Aku, tidak khawatir sama sekali Abah. Aku tidak pernah meragukan kedisiplinan dari Abah bahkan ilmu Abah sangat tinggi dibandingkan diriku jadi aku tidak pernah meragukan sedikitpun kemampuan Abah, ummi sudah meninggal Abah hanya ada kakak perempuanku saja jaga dia baik-baik tanpa aku pinta Abah pasti menjaganya," ucap Gus Ikhsan.

"Ibu kamu sudah meninggal hanya kakak kamu saja menjadi kenangan dari ibu kamu, dia akan menikah Abah akan sendirian disini. Jaga baik-baik kamu ya nak jika sudah besar nanti kamu akan di sini bersama Abah dan soal santriwati kamu benar, santriwati seperti Ratih harus perlahan mengubahnya bukan dengan tamparan keras," jelas Abah.

Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang