73. Bicara

736 84 80
                                    


Assalamualaikum

Jangan lupa tinggalkan jejak sebelum membaca

Ada typo? Komentar ya

Happy Reading


"Kapan dia masuk, kenapa dia tersenyum?" Batin Gus Ikhsan.

Ratih menutup matanya lalu membuka matanya kembali ia tidak menyadari adanya Gus Ikhsan di sampingnya. Ia menatap rak buku itu dengan heran.

Gus Ikhsan masih terdiam menatap heran Ratih yang tidak menundukkan kepala sama sekali di hadapan dirinya.

"Jika aku mengikuti lomba qori'ah apakah tidak ada yang protes nanti? Suaraku sangat tidak bagus seperti orang pada umumnya, jika aku tidak ikut sama sekali lomba, aku tidak bisa membuat orang tua bangga, tapi kenapa Ibu Tiana menunjuk diriku untuk mengikuti salah satu lomba? Apakah benar aku punya prestasi yang mampu ikut lomba?" Tanya Ratih berbicara sendiri sembari mencari buku.

Gus Ikhsan mendengarkan ucapan Ratih akan tapi ia fokus mencari buku di rak.

  Ratih tidak menyadari Gus Ikhsan di sampingnya ia mulai berjalan menuju Gus Ikhsan tanpa melihat jalan ia hanya melihat rak di depannya itu.

"Kenapa ada bau parfum Gus Ikhsan?" Tanya Ratih.

    Gus Ikhsan dan Ratih berdampingan hanya dengan jarak satu langkah.

  "Astagfirullah," ucap Ratih terkejut melihat Gus Ikhsan di hadapannya.

"Ada apa? Ada hantu di mana?" Tanya polos Gus Ikhsan menatap Ratih ia mulai membalikkan tubuhnya menatap belakang dirinya itu dengan heran.

"Tidak ada apa-apa Ratih kenapa kamu istighfar sembari terkejut seperti itu?" Polos Gus Ikhsan.

"Maaf Gus aku menganggu dirimu ya dengan berbicara banyak hal, aku tidak menyadari adanya Gus Ikhsan tadi," jelas Ratih dengan gugup.

"Ohh  ... tidak apa-apa, kamu tidak apa-apa?" Tanya Gus Ikhsan, ia mulai tersenyum tipis.

"Aku kenapa Gus? Seharusnya aku bertanya kepada Gus Ikhsan, apakah Gus Ikhsan baik-baik saja, masih perih, masih berdarah, masih sakit sekali?" Tanya Ratih terus bertanya tanpa berhenti.

  Gus Ikhsan menahan senyumannya itu. "Jangan bertanya terus menerus seperti itu, aku tidak apa-apa. Lagi pula itu hanya tergores bukan tertusuk benar Ratih, kamu cari buku tentang qori'ah?" Tanya Gus Ikhsan.

   Ratih menutup mulutnya sembari menundukan kepalanya itu karena malu bertanya kepada Gus Ikhsan terus menerus.

"Haa  ... tidak Gus aku hanya-"

  Seorang lelaki memakai jubah berwarna putih melihat Gus Ikhsan dan Ratih di balik rak buku itu dengan wajah yang sedih.

Dia adalah Habib Raihan, Habib Raihan mendengarkan percakapan Ratih dan Gus Ikhsan.

    "Sebentar aku ada buku tentang irama-irama, penjelasannya juga bahkan kaset kamu bisa mendengarkannya di telpon milik Kak Naina untuk latihan, hem sebentar ya," ucap Gus Ikhsan.

   Gus Ikhsan pergi dengan senyuman di wajahnya itu, ia mulai mengambil buku dan kaset itu ia mulai memberikan kepada Ratih.

  Ratih mengambil buku dan kaset itu dnegan gugup. "Gus Ikhsan, terima kasih banyak atas segalanya. Terima kasih atas bantuannya saat penculikan, sebelum penculikan, bahkan hari ini," ucap Ratih.

"Saya mempunyai kewajiban sebagai muslim, untuk membantu seseorang yang membutuhkan. Aku ikhlas membantu dirimu Ratih dengarkan aku baik-baik jika kamu mengikuti lomba, nanti. Jika kalah nanti jangan patah semangat menang atau pun kalah itu biasa dalam lomba. Yang penting sudah mencobanya aku sangat bahagia melihat dirimu sesukses ini, Ratih aku minta maaf tidak bisa hadir di wisuda dirimu nanti. Aku mempunyai khataman kitab juga di pondok Kakek, semangat Ratih aku hanya bisa mendoakan dirimu," ucap Gus Ikhsan ia kembali tersenyum tipis.

Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang