Assalamualaikum apa kabar? Semoga baik ya, mengharapkan happy end apa Sad ending ni?Ada typo? Komentar ya makasih sudah mau stay sampai sejauh ini.
Happy Reading
Gus Ikhsan mulai menata meja makan, mulai memanaskan makanan dan menyajikannya dengan sangat rapih.
Mobil Ayahnya sudah sampai di depan rumah membuat Gus Ikhsan meminta Ayahnya untuk makan siang bersama Naina dan yang lainnya.
Gus Ikhsan berjalan menghampiri ayahnya menyapa. "Assalamualaikum Abah," ucap Gus Ikhsan mencium tangan ayahnya itu.
Sembari melirik kearah Ratih masih sangat lemas. "Doaku akan selalu menyertaimu Ratih, doaku akan selalu berjalan berdampingan dengan dirimu di setiap langkah yang kamu ambil," batin Gus Ikhsan.
"Waalaikumussalam," ucap Abah.
"Sudah di siapkan makanan, mau makan bersama kah?" Tanya Gus Ikhsan.
"Naina, makanlah di rumahku ya Ikhsan sudah menyiapkannya," pinta Pak Azizi.
Tidak ada yang berani menolak karena permintaannya adalah perintah bagi santriwati. Ratih, Nania dan Liya mulai masuk ke rumah dengan menurunkan tubuhnya dan membungkukan tubuh perlahan.
Mereka berdua mulai berjalan perlahan sembari menurunkan tubuh dan kepalanya itu. "Masuk lah di dapur ada di belakang kami makan nanti saja," ucap Pak Azizi.
Gus Ikhsan mulai mendekati ayahnya sembari membisikkan sesuatu. "Mereka tidak akan mau makan jika Abah tidak ikut makan, aku akan makannya nanti hem yang terpenting Abah makanlah dengan anak didik Abah," bisik Gus Ikhsan.
Naina, Ratih dan Liya tidak berani duduk di kursi makan bersanding dan satu meja dengan Pak Azizi.
Pak Azizi melihat makanan sudah tersedia nasi dan berbagai masakan padang. "Kenapa hanya mendudukan kepala? Duduklah nak, saya ini Ayah kalian karena saya mendidik kalian sebagai anak bukan sebagai murid, saya juga berperilaku kepada kalian seperti anak saya bukan sebagai murid dan guru jadi duduklah nak," ucap Pak Azizi.
Mereka bertiga duduk Naina berdiri mulai mengambilkan piring berisi nasi untuk Pak Azizi.
"Tidak usah nak, saya udah terbiasa tidak di layani oleh seorang perempuan sejak ibu Ikhsan meninggal saya sudah terbiasa akan hal ini," ucap Pak Azizi.
"Abah, Abah bilang kami anak Abah bukan? Kamu juga ingin berbakti kepada abah," ucap Naina.
"Masya Allah kamu sama seperti adik Abah ya, andai dia tidak sibuk setiap saat dia akan bangga melihat anak satu-satunya berakhlak baik kepada orang tua," jelas Abah.
Naina tersenyum tipis mendengar pernyataan dari Pak Azizi ia memberikan nasi dan lauk pauk.
Sedangkan Liya memberikan nasi dan lauk, dadar beserta sup daging. "Makan yang banyak kak agar kamu sembuh dan belajar lagi membaca Al Qur'an, dan satu hal lagi hukuman kamu besok akan di umumkan beserta ketentuan pondok pesantren sudah diperbaharui akan di berikan penjelasan semangat detail di lapangan," jelas Pak Azizi.
Ratih terdiam ketika pak Azizi membicarakan hukumannya itu, ia mulai berkeringat dingin dan gugup.
"Jangan gugup seperti itu Ratih, hukuman ini membawa sebuah kebaikan dalam diri kamu yang sangka luar biasa nantinya," jelas Pak Azizi sembari memakan satu suap nasi.
Ratih menganggukan kepalanya sembari tersenyum tipis. Gus Ikhsan tersenyum melihat senyuman dari Ratih.
"Astagfirullah," ucap Gus Ikhsan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tangisan Santriwati (SELESAI) ✅
Teen Fiction(FOLLOW DULU BARU BACA) Apa rasanya seorang anak yang tidak di anggap oleh kedua orang tuanya dan menitipkan di sebuah pesantren sejak berumur 5 tahun? Ratih menunjukan ia memilih air bunga itu. "Bagus saya sudah duga akan hal itu." Seorang...